Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Taruna Merah Putih (TMP) kembali menyelenggarakan Pelatihan Menulis dan Fotografi Jurnalistik Angkatan II yang menyasar kadernya di Jawa Tengah, Sabtu (16/10).  ist

Pelatihan Jurnalistik Angkatan II DPP TMP Sasar Kadernya di Jawa Tengah

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Taruna Merah Putih (TMP) kembali menyelenggarakan Pelatihan Menulis dan Fotografi Jurnalistik Angkatan II yang menyasar kadernya di Jawa Tengah, Sabtu (16/10).

Kegiatan yang diselenggarakan secara virtual ini menghadirkan dua narasumber, Taufan Wijaya, Fotografer Dokumenter dan Dosen Jurnalistik serta Agus Rahmat, Jurnalis Vivanews sekaligus penulis  buku Di Balik Layar Jokowi.

Selain itu, pelatihan ini juga melibatkan para mentor yang mendampingi peserta dalam pelatihan tersebut yakni, Restu Hapsari Sekjen DPP TMP, Edo Kondologit Ketua DPP TMP Bidang Seni dan Budaya, Maya Sofia Ketua DPP Taruna Merah Putih Bidang Perempuan dan Anak, Rolas Sitinjak Ketua DPD Taruna Merah Putih Provinsi DKI Jakarta, Hendrar Prihadi Ketua DPD Taruna Merah Putih Jawa Tengah, dan Yayan Sopyani Pemimpin Umum Genial.id.

Sekjen DPP TMP Restu Hapsari dalam sambutannya mengatakan, kita mengenal 4 pilar demokrasi, yakni, legislatif, eksekutif, yudikatif dan pers. Pilar keempat demokrasi (pers) menjadi pilar penting untuk menyuarakan agar demokrasi bertumbuh semakin baik.

Untuk itu, kata Restu, TMP menyadari, bahwa para pemuda harus menjadi bagian dari yang akan menyuarakan demokrasi dengan berbagai konten terkait isu-isu ideologi dan kebangsaan, kebudayaan serta peradaban bangsa.

“Konteks hari ini, terkait dengan dinamika berbangsa dan bernegara, para pemuda tidak hanya menjadi bagian dari penikmat hawa demokrasi yang sudah sangat bebas, tetapi juga harus menjadi bagian dari perkembangan peradaban bangsa,” tegas Restu.

Dengan pelatihan ini, tambahnya, kader TMP diharapkan dapat berkontribusi mempublikasikan program-program keorganisasian TMP dan kepartaian PDI Perjuangan, menyampaikan pesan-pesan ideologi dan kebangsaan, kebudayaan dan peradaban bangsa. Dan kontribusi di bidang media dari para kader Taruna Merah Putih ini juga diharapkan akan berdampak besar dalam upaya pemenangan PDI Perjuangan di 2024 untuk semakin dikenal program-programnya dan semakin dicintai oleh rakyat.

Menurutnya, demokrasi pasca reformasi perkembangannya sangat luar biasa, termasuk di bidang pers. Namun demikian ada tanggung jawab bagi insan pers. Hal ini menurut Restu, pernah ditegaskan oleh Bung Karno dalam silaturahmi insan pers Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di tanggal 20 November 1965 di Bogor. Bung Karno mengingatkan agar terus meng-upgrade kualitas dan memperdalam literasi melalui peningkatan budaya membaca.

“Dengan semangat membaca yang tinggi, maka kita dapat memilah isu-isu atau konten hoax dan  bernuansa SARA yang berseliweran di sosial media. Karena jika kita tidak menjadi bagian sebagai pemberi informasi yang benar atau menyuarakan kebenaran, maka kita sebenarnya telah membiarkan demokrasi Indonesia jatuh dan mengalami kemunduran,” tegasnya.

Sementara itu, Agus Rahmat, menyampaikan, berita mempunyai arti cerita atau keterangan terkait kondisi realitas masyarakat yang tengah terjadi.

Agus menilai, jurnalis adalah orang yang memberikan informasi, menggali informasi atau mencari fakta-fakta yang benar untuk disampaikan kepada masyarakat.  Jurnalis Vivanews itu menjelaskan, unsur-unsur berita harus melingkupi keaktualan, kedekatan (proximity) penting (urgen), ketokohan, ekslusif, human interest, sedang trending, atau mengandung humor.

“Sebuah tulisan layak disebut berita jika mengandung 5W1H yaitu What (apa), Who (siapa), When (kapan, Where (di mana), Why (kenapa), dan How (bagaimana). Keenam unsur tersebut merupakan unsur yang paling dasar dan sebaiknya dikandung oleh sebuh berita,” ujarnya.

Di sisi lain, tambahnya, keingintahuan seorang jurnalis harus terus dibangun agar ia dapat menggali informasi secara mendalam dan detil dari sebuah kejadian atau peristiwa.

Agus berpesan, agar jangan kaku ketika di lapangan, seorang jurnalis harus mampu membangun kedekatan emosional dengan orang yang mau diwawancara. Karena menurutnya, ketika jurnalis tidak kaku dengan orang yang mau diwawancarai, maka dapat membangun faktor kedekatan secara peraonal, sehingga akan dapat menggali informasi yang lebih dalam, dan hal ini akan menghasilkan nilai lebih dari sebuah berita.

“Hal-hal kecil akan menghasilkan sebuah nilai berita yang lebih baik dan kuat jika kita dapat menggali informasi dari berbagai sisi. Kemampuan wartawan tidak hanya menggambarkan apa yang diungkapkan oleh narasumber, tetapi mampu menggambarkan apa yang dia lihat dan apa yang dia rasakan. Hal itu akan memiliki bobot berita yang lebih kuat ketika diberitakan kepada khalayak ramai,” ungkapnya.

Adapun Taufan Wijaya selaku fotografer dokumenter dan dosen pengajar ilmu jurnalistik memaparkan, foto jurnalistik (photojournalism)_pertama kali dipopulerkan Clifton Edom lewat bukunya “_Photojournalism Principles and Practices”, 1976, yang kemudian karyanya dipakai sebagai referensi di kalangan fotografi jurnalisitik.

Dalam memahami dunia fotografi jurnalistik, Taufan menjeaskan, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah, pertama,  freedom: menyangkut independensi, agar objektif. Kedua, technical ability: kemampuan teknis fotografi dan reportase. Ketiga,aeshetic sensitivity: dimaknai sebagai jiwa seni atau peka  terhadap keindahan. Keempat,energy and ethics: Energi fisik maupun psikis serta berpedoman pada etika profesi. Kelima,intellectual curiosity: selalu penasaran, selalu bertanya-tanya untuk mencari jawaban.

Selain itu, tambahnya, dalam menulis caption di foto yang mau diangkat ke media, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah dengan mencantumkan unsur 5W1H. Nama orang yang dicantumkan dalam caption harus jelas, What_narasinya pendek, untuk _Where, mencantumkan nama lokasi dengan jelas. When, mencantumkan tanggal dan tahun, tetapi jika ada peristiwa penting seperti kebakaran atau peristiwa gempa bumi harus lebih spesifik dengan mencantumkan waktu kejadian, ditambah dengan Why, menjelaskan alasan yang difoto dengan narasi yang tepat.

“Untuk mendapatkan bahan fotografi, sumber informasi bisa diperoleh dari penggunaan media sosial, pemantauan media untuk follow up, pemonitoran grup percakapan, undangan dan press release juga relasi atau kedekatan dengan membina hubungan baik,” ungkapnya.

Taufan menambahkan, hal yang layak difoto antara lain harus yang baru, yang berkaitan dengan isu faktual, dan yang menarik bagi pembaca. Hal ini penting karena pembaca membutuhkan informasi yang penting mengenai lingkungan dan dunia tempat tinggal mereka.

“Fotografi juga harus menampilkan suasana yang menarik, karena segala hal yang menarik adalah berita bagi pembaca. Nilai berita juga bisa memuat ketenaran, konflik dan teroris. Hal ini sering menjadi perhatian pembaca,” ungkap Taufan.

Selanjutnya, aktor film Red CobeX, Edo Kondologit yang sekaligus mentor dalam pelatihan ini menegaskan, medan pertempuran para kader TMP ke depan adalah bagaimana konsisten menampilkan berita dan narasi-narasi positif untuk menghalau narasi-narasi negatif seperti hoax, issue SARA, dan radikalisme.

“Para kader TMP harus dibangun keteguhan memegang prinsip untuk terus melawan narasi-narasi hoax, issue SARA dan radikalisme. Pelatihan ini juga memberikan pembelajaran yang sangat penting dengan mengubah mindset para kader TMP untuk memiliki semangat perlawanan terhadap berita-berita negatif dan provokatif, dengan menyebarkan semangat-semangat positif di ranah digital,” tegas penyanyi nasional penggemar musik jazz tersebut.

Hendrar Prihadi, Walikota Semarang yang sekaligus Ketua DPD TMP Jawa Tengah mengatakan, pelatihan jurnalistik untuk kader TMP menjadi sangat penting dalam era digital, karena kader-kader TMP dapat memberikan semangat positif di ranah media dan media sosial untuk menggalang narasi positif dalam konteks perwarta penggerak, bukan pewarta penggertak. Sebagai kader TMP, tentu gerakan yang dibangun adalah gerakan positif dengan menetralisir berita-berita hoax dan provokatif.

Pengalaman di Kota semarang, pewarta penggerak menjadi salah satu pilar pembangunan di Kota Semarang. Anak muda tidak hanya digembleng untuk memproduksi tulisan-tulisan positif terkait Kota Semarang, tetapi dilatih membuat konten, film, dan melahirkan karya-karya yang inovatif dan edukatif untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.

“Era digital, membuat semua orang dapat memiliki media pewarta sendiri dengan menulis konten dan berita yang positif dalam konteks pembangunan. Hal ini akan menjadi magnet bagi daerah lain. Semakin banyak narasi positif yang diwartakan dalam media, maka sebuah kota akan menjadi perhatian dan dapat menarik wisatawan,” tutup Walikota Semarang itu.