Giliran Dua Kejari di Sulut Setop Penuntutan Perkara Pidana Melalui Mekanisme RJ

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atau restoratif justice terhadap sejumlah perkara pidana yang dilakukan jajaran Kejaksaan di daerah terus bergulir.

Setelah serempak dilakukan lima Kejaksaan Negeri di Aceh yang dihadiri Jaksa Agung Burhanuddin. Kini giliran dua Kejaksaan Negeri di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, yaitu Kejari Kepulauan Sitaro dan Kejari Minahasa.

Untuk Kejaksaan Negeri Kepulauan Sitaro terkait dengan tersangka DTK alias Denny yang disangka melakukan tindak pidana penganiyaan atau melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP.

Sedang Kejaksaan Negeri Minahasa ada dua perkara. Salah satunya dengan tersangka FT alias Febrian yang disangka melakukan tindak pidana pengancaman anak atau melanggar pasal 80 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 23 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Satu tersangka lainnya yaitu atas nama  FA alias Fandi yang disangka melakukan perbuatan tindak pidana penganiayaan atau melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kamis (11/11) malam mengatakan penghentian penuntutan dilakukan setelah didahului gelar perkara secara virtual dari jajaran Kejaksaan di Sulawesi Utara dengan JAM Pidum Fadil Zumhana.

Leonard menyebutkan gelar perkara tersebut antara lain dihadiri Kajati Sulawei Utara A Dita Pratwitaningsih didampingi Aspidum Jeffry P Maukar, Kajari Kepulauan Sitario Aditia Aelman, Kajari Minahasa Dicky Octavia serta Kasi Pidum dan JPU yang menangani masing-masing perkara.

“Dari hasil gelar perkara atau ekposes tersebut JAM Pidum memberi persetujuan untuk dilakukan Restoratif Justice dan selanjutnya akan dilakukan penghentian penuntutan oleh Kejaksaan Negeri yang bersangkutan,” tuturnya.

Dikatakannya ketiga perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif karena memenuhi syarat sebagaimana diatur pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan tindak pidana yang dilakukan tersangka diancam pidana penjara tidak lebih dari lima tahun,” tuturnya.
Selain itu, kata dia, telah adanya kesepakatan perdamaian secara lisan dan tulisan didepan penuntut umum dan para saksi.(muj)