Jaksa Agung: Penyalahguna Narkotika Lebih Tepat Direhablitasi Daripada Dipenjara

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan dari kajiannya para penyalahguna narkotika memang lebih tepat direhablitasi atau dipulihkan kembali daripada dipidana dipenjara.

Apalagi setelah dia melihat adanya perubahan paradigma di masyarakat penyalah-guna narkotika bukan lagi didudukan sebagai pelaku kejahatan, melainkan korban kejahatan dari narkotika.

“Sehingga apakah seorang korban layak dihukum. Maka pemidanaan yang tepat untuk diterapkan adalah rehabilitasi, bukan pidana penjara,” kata Jaksa Agung ketika memberikan pengarahan secara virtual kepada 459 calon jaksa yang sedang mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan 78, Kamis (2/12).

Dia pun telah mengeluarkan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalah-gunaan Narkotika Melalui Rehabilitas dengan pendekatan Keadilan Restoratif sebagai pelaksana asas Dominus Litis Jaksa.

Adapun tujuan dari pedoman tersebut, ungkap Jaksa Agung, untuk terciptanya pemulihan keadilan, pemulihan mental maupun pemulihan kesehatan terhadap para penyalahguna narkotika.

“Sehingga dapat meredakan gejolak di masyarakat atas penegakan hukum yang tidak berkemanfaatan,” kata Jaksa Agung yang sebelumnya mengeluarkan Pedoman Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Hanya saja dari kajiannya terhadap Pedoman Nomor 15 Tahun 2020 secara jelas disebutkan tindak pidana narkotika tidak dapat diterapkan keadilan restoratif. Sehingga dia mengeluarkan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 setelah ada perubahan paradigma bagi penyalahguna narkotika.

Namun dijelaskannya ada perbedaan dari kedua pedoman yaitu jika pada Pedoman Nomor 15 Tahun 2020 penghentian penuntutan dilakukan terhadap perkara yang memenuhi syarat.

“Seperti pelaku baru pertamakali melakukan tindak pidana, ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan nilai kerugian sekitar Rp2 juta. Selain ada perdamaian antara korban dan tersangka,” ujarnya.

Sedangkan dalam Pedoman Nomor 18 Tahun 2021, jelas Jaksa Agung, penyalahguna narkotika tetap dilakukan penuntutan. “Namun pemidanaanya menggunakan instrumen rehablitasi,” ujarnya.

Oleh karena itu dia meminta kepada seluruh calon adhyaksa muda untuk memahami betul esensi dan perbedaan mendasar dari kedua aturan atau kedua pedoman tersebut.

“Sehingga ketika menjadi jaksa mampu melihat secara utuh, dan menyeimbangkan antara aturan yang berlaku dengan asas kemanfaatan yang hendak dicapai,” kata mantan Kajati Sulawesi Selatan ini.(muj)