Sidang kasus penipuan atau investasi bodong anak perusahaan PT Fikasa Group di PN Pekanbaru

Sidang Lanjutan Investasi Bodong Fikasa Group, Korban Menangis Minta Uang Kembali

Loading

PEKANBARU (Independensi.com) –Sidang lanjutan investasi bodong perkara nomor 1169 dengan terdakwa Maryani, digelar secara virtual Senin, (20/12/2021) di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herlina SH,MH, Lastarida SH dan Rendi Panalosa SH,MH menghadirkan lima (5) orang korban dalam sidang yang dipimpin Dr Dahlan SH, MH (Ketua majelis) dibantu Istiono SH,MH dan Tommy Manik SH masing-masing hakim anggota.

Lima saksi korban dihadirkan dalam sidang yang dimulai sejak pukul 10, antara lain, A Napitupulu, Pormian Simanungkalit, Meli Novrianti, Darto Jonson Siagian dan Agus Yanto Pardede.

Dalam kesaksian A Napitupulu terungkap bahwa terjadinya penipuan itu, di awali terdakwa Maryani selaku manager PT Fikasa Group di Pekanbaru, selalu mendatangi korban di kediamannya, menawarkan agar ber-investasi dengan sistim promissory nota dengan bunga 8 – 12 persen.

Menjawab pertanyaan ketua majelis, A Napitupulu menyebutkan, pihaknya termakan bujuk-rayu  Maryani yang menyebutkan PT Fikasa Group membawahi PT WBN (Wahana Bersama Nusantara) dan PT TGP (Tiara Global Propertindo), adalah perusahaan milik konglomerat besar di Jakarta seraya  menyebut-nyebut nama Agung Salim, Bhakti Salim, Christian Salim dan Elly Salim.

Kata Maryani, keluarga Agung Salim itu merupakan pengusaha kaya yang memiliki usaha perhotelan di Bali, proyek pembangunan jalan tol, usaha air minum dan lain-lain.

Maryani bolak-balik datang ke rumah kami, membujuk saya untuk menjadi nasabah.

Dia bilang, bunga di PT Fikasa Group jauh lebih tinggi dari bunga bank dan tanpa risiko. Karena menurut Maryani, perusahaan itu mempunyai ijin dari BI dan OJK.

Berhubung Maryani sudah lama dikenal, ditambah bujuk rayu yang disampaikan betul-betul meyakinkan, sehingga timbul pemikiran bahwa Maryani tidak akan menipu.

“Dipertengahan tahun 2016, saya menanamkan investasi awal sebesar Rp 5 miliar dan terus berlanjut hingga keseluruhan investasi saya sebesar Rp 18 miliar lebih,” kata Napitupulu.

Maryani, terdakwa kasus penipuan investasi bodong anak perusahaan Fikasa Group

Pada awalnya kata Napitupulu lagi, bunganya dibayar sesuai janji, namun sekitar awal tahun 2020, bunganya macet.

Bahkan saat kita minta agar modal dikembalikan, Maryani selanjutnya melimpahkan persoalan itu kepada Agung Salim, Bhakti Salim, Christian Salim dan Elly Salim di Jakarta.

Setelah ditemui di Jakarta, Agung Salim hanya dapat membuat surat perjanjian mampu bayar yang ditanda tangani di atas kertas ber-meterai cukup.

Namun setelah ditunggu sampai berapa lama kata Napitupulu lagi,  Agung Salim hanya mengumbar janji tanpa bukti, ujarnya.

Ditempat yang sama, Pormian Simanungkalit juga mengakui pihaknya juga merupakan korban bujuk rayu dari Maryani, hingga menanamkan investasi  di Fikasa Group sebesar Rp 17 miliar lebih.

Dalam persidangan nampak korban terbawa emosi begitu melihat terdakwa Maryani, walaupun hanya secara virtual.

Dihadapan majelis hakim, Pormian Simanungkalit sambil menangis memohon pada majelis, agar menghukum terdakwa Maryani.

Tolong si-Maryani dihukum seberat-beratnya Pak Hakim, dia itu adalah pembohong dan penipu.

Sudah banyak korban tertipu karena bujuk-rayu serta kelicikan Maryani, dan kami juga merupakan korban bujuk rayunya.

Dan melalui persidangan ini kami mohon pada majelis hakim, agar uang kami dapat dikembalikan si Agung Salim Cs.

“Dia pernah berjanji akan mengembalikan  uang kami setelah uangnya dikirim dari luar negeri. Sudah 2 tahun Agung Salim berjanji, tak mungkin nggak kembali lagi uangnya itu,”pinta Pormian Simanungkalit sambil menangis.

Tiga orang saksi lainnya antara lain Meli Novrianti, Darto Jonson Siagian dan Agus Yanto Pardede kepada majelis hakim dan JPU termasuk saat menjawab pertanyaan penasehat hukum (PH) terdakwa mengatakan, mereka juga merupakan korban penipuan Maryani.

Jika dijumlah korban kelicikan bujuk rayu Maryani di Pekanbaru, berkisar Rp 84,9 miliar.

Harapan Darto kepada majelis, agar Maryani dapat dihukum sesuai perbuatannya, agar jangan sampai menimbulkan korban lagi dikemudian hari.

Setelah mendengar penjelasan para saksi termasuk permohonan saksi korban Pormian Simanungkalit, Ketua Majelis Dr Dahlan SH,MH mengatakan, mereka akan mengadili hingga memutus perkara itu seadil-adilnya.

Saat itu Dahlan juga meminta pada Jaksa Penuntut Umum (JPU), agar hotel milik Agung Salim Cs di Bali serta rumah toko (Ruko) ditempat lainnya, agar disita.

Termasuk 3 buah ijin pendirian perusahaan, diantaranya PT Fikasa Group termasuk PT WBN (Wahana Bersama Nusantara) dan PT TGP (Tiara Global Propertindo), juga disita.

“Tolong dilihat pendirian PT Fikasa Group di Pekanbaru, apa posisi Maryani di dalam perusahaan itu, harus jelas sebagai apa dia, agar kita mengetahui,” ujar Dahlan.

Dan untuk mendengar keterangan saksi korban lainnya termasuk meminta keterangan dari terdakwa Agung Salim, Bhakti Salim, Christian Salim dan Elly Salim dalam persidangan yang perkaranya terpisah nomor 1170, sidang akan digelar pada hari Senin (27/12) dalam dua sesi yaitu pagi dan siang, kata Dahlan.

Sebagaimana diketahui, dalam dakwaan JPU yang dibacakan dalam sidang sebelumnya, penipuan investasi itu disebut dilakukan dua anak perusahaan Fikasa Group, yakni PT WBN dan PT TG mengakibatkan 10 orang korban investasi bodong sebesar Rp 84,9 miliar, dan melaporkan kasus itu ke Bareskrim Polri di Jakarta.

Kasus itu berawal pada tahun 2016 silam, saat itu PT WBN yang bergerak dibidang consumer product dan PT TG dibidang usaha property, membutuhkan tambahan modal operasional perusahaan.

Akhirnya, terdakwa Agung Salim yang menjabat Komisaris Utama PT WBN mencari ide, lalu menerbitkan promissory note (surat sanggup bayar) atas nama perusahaan didalam Fikas Group dengan menyuruh Maryani menjadi marketing dari PT WBN dan PT TG. Terdakwa Maryani mendatangi para korban dan menawarkan investasi dengan bunga 9 – 12 % per-tahun.

Singkatnya, para terdakwa mendapat dana segar dari nasabah, namun dana itu bukan dikirim ke PT WBN akan tetapi dikirim ke perusahaan lain di luar kesepakatan.

(Maurit Simanungkalit)