PEKANBARU Independensi.com) –Kasus kejahatan perbankan lewat investasi bodong yang diduga dilakukan Bhakti Salim, Agung Salim, Christian Salim, Elly Salim serta Maryani, mengundang perhatian serius dari para ahli hukum perbankan.
Menurut Prof Dr Jongker Sihombing SH, SE MH ahli hukum pidana perbankan menyatakan, bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 175 jelas dinyatakan, jika salah satu persyaratan tidak terpenuhi (kecuali syarat 1 dan 2) , maka tidak memenuhi syarat sebagai surat hutang.
Sementara Dr Yunus Husein SH, LLM dalam statemennya diberbagai media menyampaikan, bahwa promissory note Fikasa Group berada dalam ranah perdata.
Dengan demikian, tidak ada alasan untuk mempidanakan empat bos Fikasa Group yang perkaranya sedang bergulir di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Perkara tersebut jika dianalisa dengan jujur, murni berada dalam ranah keperdataan, ujar Yunus Husein.
Menanggapi apa yang disampaikan Dr Yunus Husein mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Prof Dr Jongker Sihombing menyatakan, bahwa Yunus Husein berusaha menggiring opini supaya hakim memutus perkara tersebut onslag / lepas dari tuntutan hakim.
Dan untuk memuluskan pendapatnya itu kata Jongker Sihombing, Yunus Husein pura-pura menutup mata terhadap apa isi KUHD pasal 175, yang jelas-jelas menyebut bahwa jika salah satu persyaratan tidak terpenuhi (kecuali syarat 1 dan 2) , maka tidak memenuhi syarat sebagai surat utang.
Sehingga kata Prof Dr Jongker Sihombing ahli hukum pidana perbankan itu lagi, bunyi syarat ketiga dalam pasal 174 KUHD adalah, bahwa “surat sanggup memuat pernyataan kesanggupan membayar tanpa syarat”.
Dalam warkat promissory note (PN) yang ditunjukkan didepan majelis hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru, jelas-jelas tidak ada tercantum syarat itu.
“Dalam persidangan saya sebutkan bahwa, contoh promissory note (PN) yang diperlihatkan, 99,9 persen sama dengan deposito,” tegas Jongker Sihombing.
Sebagaimana diketahui, sidang kasus kejahatan perbankan lewat investasi bodong mengakibatkan warga Pekanbaru korban Rp 84,9 miliar, diduga dilakukan konglomerat Salim lewat perusahaan PT wahana Bersama Nusantara dan PT Tiara Global Propertindo dibawah naungan Fikasa Group, telah memasuki babak akhir.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Bhakti Salim, Agung Salim, Christian Salim dan Elly Salim masing-masing 14 tahun penjara ditambah denda Rp 20 miliar atau subsideir 11 bulan kurungan.
Selain itu, JPU juga menuntut Maryani selaku marketing free lance PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan PT Tiara Global Propertindo (TGP) selama 12 tahun penjara ditambah denda 15 miliar atau subsideir 8 bulan penjara.Tingginya tuntutan itu membuat kelima terdakwa ‘meradang’.
Padahal menurut penasehat hukum terduga pelaku kejahatan perbankan itu sebagaimana dibacakan dalam dupliknya pada sidang Selasa, (15/3) malam, katanya, kasus kelima terdakwa masuk ranah perdata.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang sebelumnya, menuntut kelima terdakwa melanggar pasal 46 tentang Perbankan. Dalam sidang terungkap bahwa ada transaksi perusahaan sebesar Rp 11 triliun.
Fakta persidangan, ada sekitar 2000-an nasabah di seluruh Indonesia serta 200-an orang di Pekanbaru, yang ditawarkan produk investasi bodong promissory note dengan iming-iming bunga tinggi antara 9-12 persen pertahun.
Sementara Maryani yang dituntut 12 tahun penjara, jelas-jelas memperoleh keuntungan 7 persen dari setiap nasabah yang didapatnya di Pekanbaru.
Maryani bahkan sudah meraup keuntungan Rp 13 miliar selama memasarkan produk promissory note hanya dari 10 orang nasabah di Pekanbaru.
Dari sebagian uang keuntungannya itu digunakan membeli barang berharga berupa emas, sebagian besar ditransfer ke rekening atas nama Pie Kuat dan lain-lain.
Pengalihan dana ke rekening pihak lain itu, diduga untuk menghilangkan jejak.
Sepertinya Maryani ingin tidak dapat untung, kata Pormian Simanungkalit, salah seorang nasabah yang menjadi korban di Pekanbaru.
Lebih lanjut Pormian Simanungkalit mengatakan, pihaknya berharap pada majelis hakim yang akan memutuskan perkara investasi bodong ini hari Selasa, (22/3) pekan depan, agar menjatuhkan vonnis seberat-beratnya kepada kelima orang terdakwa pelaku investasi bodong itu.
Hal itu penting agar tidak ada lagi korban penipuan mereka di kemudian hari.
Selain itu, Pormian Simanungkalit juga berharap, agar enam lokasi tanah terdakwa yang telah disita, dapat dijual untuk membayarkan sebagian kerugian para nasabah.
(Maurit Simanungkalit)