Foto : Antrian orang di Satpas Satlantas Polres Gresik Jawa Timur

Ungkap Praktek Percaloan SIM di Satpas Satlantas Polres Gresik, Seorang Calo Ngaku Dapat Teror

Loading

GRESIK (Independensi.com) – Seorang calo jasa pembuatan SIM di lingkungan Satuan Penyelenggara Administrasi SIM (Satpas) Satlantas Polres Gresik, Jawa Timur, mengaku mendapatkan intimidasi dari orang tak dikenal.

Peristiwa itu membuat ia merasa ketakutan, pasca berita praktek percaloannya tersebar di sejumlah media. Sehingga, sang calo meminta agar berita terkait percaloan SIM tidak dipublikasikan lagi karena dirinya merasa tidak aman.

“Tolong pak beritanya dihentikan. Saya takut. Rasanya gak aman aku. Karena saya sering mendapat telpon dari orang yang tidak saya kenal. Yang dibicarakan selalu soal calo SIM. Tolong ya pak. Saya takut,” ujarnya kepada awak media dengan nada ketakutan, Kamis (1/9).

Ia mengaku rekaman percakapan antara dirinya dengan salah satu wartawan yang menanyainya diperdengarkan oleh orang yang tidak ia kenal saat menanyakan harga SIM C dan SIM A. Dalam percakapan itu ia mengaku SIM C seharga Rp 1 juta dan SIM A seharga Rp 1,2 juta.

“Aku gak kenal pak. Dia hanya bilang namanya Wawan. Aku didengarkan suara rekamannya. Dan memang itu suara saya. Saya kaget dan sekarang takut saya pak,” ungkap dia di ujung telepon seluler.

Menanggapi kasus tersebut, praktisi pers Yusron Aminullah mengungkapkan, sumber berita wajib dilindungi. Alasannya karena kemungkinan ancaman yang didapat sangat serius, terutama terhadap keselamatan narasumber dan keluarganya.

“Harus ada keseimbangan antara kemungkinan ancaman yang timbul dengan perlindungan yang semestinya diberikan kepada narasumber,” tuturnya.

Yusron menyampaikan, bahwa wartawan memiliki hak tolak dalam melindungi identitas narasumber. Hal ini dilatarbelakangi bahwa kebebasan pers merupakan salah satu tujuan dibentuknya Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Salah satu bentuk kebebasan pers yang terdapat di dalamnya yaitu adanya pengaturan mengenai hak tolak,” tegasnya.

“Jika ancamannya kemungkinan tidak berat, tidak perlu. Sebaliknya apabila kemungkinan ancaman berat apalagi bahaya, maka itu perlu. Adanya bahaya ancaman yang besar inilah yang membuat identitas dan keberadaan narasumber harus dirahasiakan oleh pers,” ungkapnya.

Terkait dengan ancaman yang diterima seorang calo, karena membocorkan praktek jual beli SIM di Satpas Satlantas Polres Gresik itu. Maka, pihaknya menganjurkan agar melaporkan kasus intimidasi itu kepada pihak kepolisian setempat.

Sedangkan terhadap wartawan yang membocorkan narasumber ia menilai sebagai pelacur sehingga perlu diwaspadai. Karena sejatinya wartawan yang berintegritas dan bertanggungjawab terhadap profesinya, tidak akan pernah membocorkan narasumber ke siapapun.

“Dilaporkan saja. Biar ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum. Kalau dibiarkan kapan benernya negara ini. Masak takut. Masyarakat tidak boleh takut asal ada fakta dan datanya benar,” tukasnya.

“Kalau ada wartawan yang membocorkan narasumber, saya kira dia bukan wartawan. Laporkan saja ke Dewan Pers, dia bisa dicabut uji kompetensinya. Hanya demi dapat uang. Hati-hati dengan segelintir oknum wartawan yang akhirnya merusak kredibilitas profesi wartawan,” pungkas adik kandung Emha Ainun Najib atau akrab dipanggil Cak Nun itu.

Untuk diketahui, beberapa hari lalu sejumlah media online memberitakan praktik kotor percaloan untuk membuat SIM di Satpas Satlantas Polres Gresik. Hasil investigasi jurnalis dilapangan, mengungkapkan adanya pengakuan dari seorang calo SIM terkait hal tersebut. (Mor)