Kejati Pabar Tahan Eks Pejabat BPD Papua Korupsi KPR Fiktif Rp12 M

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Tinggi Papua Barat jebloskan eks Kepala Departemen Layanan PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua Kantor Cabang Teminabuan berinisial JT ke Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Sorong, Jumat (9/9)

Sebelumnya Kejati Pabar menetapkan JT sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) Fiktif pada PT BPD Papua Cabang Teminabuan Tahun 2016-2017 yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp12 miliar lebih.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Pabar Abuh Hasbullah Syambas mengatakan JT dijadikan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-02/ R.2/Fd.1/09/2022 Tanggal 9 September 2022.

“Selanjutnya tersangka kita tahan selama 20 hari terhitung sejak 9 September 2022 hingga 28 September 2022 di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sorong,” tutur Abun kepada Independensi.com, Jumat (9/9).

Dia menyebutkan tersangka JT ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Nomor: Print-02/R.2/Fd.1/09/2022 tertanggal 9 September 2022.

Adapun peran tersangka, ungkapnya, yaitu selama priode April 2016–Februari 2017 turut melaksanakan KPR FLPP. “Padahal tersangka tidak mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan dalam pelaksanaan KPR FLPP. Karena yang berwenang Kepala Departemen Kredit dan PER yaitu YLK,” ungkapnya.

Namun, tutur dia, karena Kepala PT BPD Kantor Cabang Teminabuan yakni SA menganggap YLK tidak dapat bekerja sama maka SA menunjuk secara lisan tersangka JT untuk melaksanakan proses KPR FLPP.

“Yaitu tersangka memroses permohonan, persetujuan hingga pencairan KPR FLPP yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Abun seraya menyebutkan antara lain tersangka menandatangani dokumen kredit berupa Nota Kredit/Debet, Bukti Realisasi Kredir KPR FLPP, Perjanjian KPR.

Selain itu, tuturnya, tersangka JT menandatangani Surat Kuasa Menjual, Risalah Referendum Komite KPR, Pembahasan KPR FLPP dan Pinjaman Uang Muka dan Laporan Penilaian Jaminan.  “Kemudian setelah dana dicairkan tersangka meminta dan menerima fee per berkas permohonan dari Developer PT Cahaya Nani Bili,” ujarnya.

Padahal, kata Abun, sejak awal tersangka tahu rumah yang diajukan KPR FLPP belum dibangun pihak developer. “Karena sesuai ketentuan untuk dapat dilakukan akad perjanjian KPR FLPP dan pencairan, rumah dan fasilitasnya berupa listrik, air dan jalan harus sudah siap atau layak huni,” tuturnya.

Dia pun mengungkapkan hingga kini terdapat 73 KPR FLPP berlokasi di Perumahan Bambu Kuning Regency Tahap II dan Perumahan Mariat Resident dalam kondisi
kolektibilitas 5 atau macet.

“Akibat perbuatan tersangka JT bersama-sama tersangka SA selaku Kepala PT BPD Kantor Cabang Teminabuan dan tersangka MRS selaku pelaksana dari developer mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp12 miliar lebih,” ujarnya.

Dia mengatakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana KPR FLPP disangka melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(muj)