Ilustrasi

Jangan Sakiti Hati Rakyat

Loading

Oleh Bachtiar Sitanggang SH

DI ERA Ode Baru, kata-kata “Jangan sakiti hati rakyat” sering dikumandangkan Ketua Umum Golongan Karya (Golkar), Harmoko di berbagai tempat dan kesempatan dari Sabang sampai ke Merauke, baik waktu Safari Ramadhan maupun temu kader.

Belakangan ini, kata-kata itu sudah jarang terdengar, bahkan perlakuan para petugas di lapangan yang seharusnya melindungi dan melayani masyarakat sering sebaliknya.

Sering kita mendengar ada pejabat yang bertugas mensejahterakan masyarakat, yang terjadi justru menyengsarakan dengan manipulasi dan korupsi; guru yang sebagai pembina etika dan moral serta pendidik dan pengajar malah membuat hal-hal yang tidak senonoh.

Peristiwa tragis belakangan, seorang atasan merencanakan pembunuhan bawahannya, sungguh di luar nalar manusia waras, bagaimanapun jahatnya tidak harus dihilangkan nyawanya, sebab banyak cara untuk menghukum dan mendidiknya.

Dalam kaitan itulah kita mengapresiasi permintaan maaf, Kementerian Pertahanan RI atas kejadian seorang Kapten TNI, berinisial AS personil Kemhan, yang menodongkan pistol kepada pengemudi lain di Jalan Tol Jagorawi, beberapa waktu lalu.

Dengan tegas juru bicara Kemhan Dahnil Anzar Simajuntak, mengatakan Bahwa “Kementerian Pertahanan secara resmi sudah melakukan proses hukum terhadap personil Kemhan yang melakukan tindakan tidak patut di Tol Jagorawi tersebut.

Yang bersangkutan diputuskan akan dikembalikan ke Mabes TNI untuk kemudian dihadapkan dengan proses hukum selanjutnya oleh Puspom TNI”.

Kemhan juga berterima kasih kepada seluruh masyarakat yang secara aktif peduli dengan tindakan dan perilaku personil Kemhan, oleh karena itu kami sangat berterima kasih dan menghormati kepedulian tersebut”, ujarnya.

Yang paling penting digaris bawahi adalah, “Kementerian Pertahanan memohon maaf kepada seluruh masyarakat yang merasa tidak nyaman dan merasa tindakan personil Kementerian Pertahanan tersebut tidak patut dan tidak layak, oleh sebab itu dengan terbuka kami memohon maaf kepada seluruh masyarakat”.

Kita yakin bahwa TNI sebagaimana lazimnya, akan menerapkan peraturan yang berlaku bagi Kapten yang menodongkan pistol tersebut, baik disiplin, etika dan hukum. Ketegasan Kemhan itu perlu dipedomani instansi lain, belakangan ini seolah terjadi kesalahan dalam memahami Kode Etik.

Kode etik sebagai suatu sistem norma, nilai dan juga aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik serta tidak baik dan tidak baik bagi professional tertentu.

Dengan penegakan kode etik profesi, akan dapat dipedomani para professional tersebut agar tidak semena-mena atau “tidak mentang-mentang” melakukan hal-hal yang merugikan profesi serta menyakiti rasa keadilan masyarakat.

Belakangan ini penegakan kode etik oleh dewan kehormatan profesi tertentu seolah enggan menegakkannya tidak jelas apakah ada niat untuk melindungi sesama atas rasa korsa. Penyindakan atas adanya dugaan pelanggaran kode etik profesi, adalah untuk melindungi masyarakat dari perbuatan tidak professional dari penyandang profesi bersangkutan.

Dengan kata lain, walaupun seseorang yang diadukan sebagai diduga melanggar kode etik telah mengundurkan diri, seyogyanya tetap disidangkan, pengunduran diri itu dapat dijadikan pertimbangan putusan, bukan mengatakan pelanggaran.

Demikian juga, dugaan terjadinya pelanggaran kode etik oleh seseorang yang telah meminta maaf, tidak dapat dijadikan alasan untuk mengadakan penyidangan kode etik .

Semakin penting sikap Kemhan di atas yang mengembalikan sang Kapten ke TNI, sebab telah mencoreng rasa korsa.

Tidak justru melindungi dengan menyediakan tenaga pembela profesi, ormas maupun parpol, kalau semua induk organisasi/lembaga/institusi mengambil langkah seperti apa yang dilakukan Kemhan di atas terbuka dalam menyikapi tindakan anggota maupun karyawannya, sehingga tindakan-tindakan yang menyakiti hati rakyat itu tidak hanya slogan.

Hal yang sama juga, adalah kurang konsisten dalam pemberantasan tindak pidana korupsi apabila organisasi politik, sosial dan kemasyarakatan tidak bersikap tegas terhadap kader atau anggotanya terkena dugaan kasus korupsi.

Seyogyanya ikhlas menyerahkan pada proses hukum tidak usah mengklaim sebagai urusan pribadi.

Sungguh baik dan kondusif kehidupan kita sebagai bangsa dan masyarakat apabila semua pihak terutama pihak yang memiliki kekuatan, baik uang maupun politik/kekuasaan secara nyata bertindak “jangan sakiti hati rakyat”, tidak hanya slogan belaka.***

Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta.