Kejagung Setujui Penghentian Penuntutan Enam Perkara Pidana Berdasarkan RJ

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Fadil Zumhana kembali menyetujui enam perkara tindak pidana dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice.

Persetujuan tersebut keluar setelah dilakukan ekspose atau gelar perkara secara virtual oleh Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan penghentian penuntutan melalui Restoratif Justice.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan ekpose dihadiri JAM Pidum Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) Agnes Triani serta Koordinator dan Kasubdit serta Kasi Wilayah di Direktorat Oharda pada JAM Pidumm.

“Adapun dari ke enam perkara diantaranya lima perkara terkait penganiayaan atau pelanggaran terhadap pasal 351 ayat (1) KUHP,” ungkap Sumedana dalam keterangannya, Selasa (25/10/2022)

Adapun, kata dia, ke lima perkara penganiayaan masing-masing atas nama tersangka Hans Mnsen dari Kejaksaan Negeri Nabire dan tersangka Marselus Jeniskan Ninggan dari Kejaksaan Negeri Merauke.

“Kemudian tersangka Mirna Sukistiwati dan Winda Dewanti dari Kejaksaan Negeri Ende. Serta tersangka Rikman Rahim dari Kejaksaan Negeri Ambon,” tuturnya.

Sedangkan satu lagi, kata dia,  terkait perkara pencurian atau pelanggaran terhadap pasal 362 KUHP atas nama tersangka Khas Yamin Wally dari Kejaksaan Negeri Ambon.

Sumedana menuturkan pertimbangan atau alasan pemberian dan persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian.

“Proses perdamaian tersebut dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi,” katanya.

Sebelumnya, tutur dia, tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

Selain itu, ucap dia, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. “Para tersangka juga berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.”

Sumedana menambahkan tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

“Alasan lain karena pertimbangan sosiologis serta masyarakat merespon positif,” katanya seraya menyebutkan selanjutnya JAM Pidum memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Hal tersebut, ucap Sumedana, sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor:
01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (muj)