Soekarno, Soekarnoisme dan KeIndonesiaan

Loading

Oleh : Abdy Yuhana (Sekjen DPP PA GMNI, Penulis Buku Rute Indonesia Raya)

 

Dalam sebuah perbincangan yang hangat di masjid Nabawi Madinah Arab Saudi beberapa waktu lalu, saya berdialog dengan warga negara Sudan, begitu kagetnya setelah memperkenalkan bahwa saya dari Indonesia, orang Sudan tersebut langsung mengucapkan Soekarno, Asia Afrika, sontak saya langsung terharu sekaligus bangga karena Bung Karno ‘milik’ dunia, selama ini saya hanya mendengar testimoni oleh warga dunia tentang Bung Karno dari orang lain, ternyata saya langsung mendengarkan sendiri.

Di bulan Juni ini terasa lengkap jika bangsa Indonesia memotret sekaligus memfigura yang kemudian menjadi legacy tentang perjalanan kehidupan Bapak Bangsa Indonesia yaitu Soekarmo yang lebih familiar Dipanggil dengan Bung Karno. Sederet angka menjadi tanggal yang penting ketika menjelaskan tentang figur Bung Karno. Dimulai dari tanggal 1 Juni dimana Bung Karno berpidato dalam sidang BPUPKI yang menjawab keinginan peserta sidang untuk membicarakan tentang dasar negara Indonesia dengan mengusulkan tentang Pancasila dan hari ini tanggal 6 Juni merupakan hari lahirnya Bung Karno dan 21 Juni wafatnya.

Bung Karno lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901, dengan nama Koesno. Berdasarkan sejarah lahirnya itulah Bung Karno di juluki Putra Sang Fajar, “ketika aku lahir, saat itu bukan hanya awal dari hari yang baru, tetapi juga awal dari abad yang baru. Aku dilahirkan pada 1901.” Ayahnya Raden Soekemi Sosrodihardjo seorang bangsawan Jawa, seorang guru dan penganut theosofi. Ibunya Ida Ayu Nyoman Rai bangsawan kerajaan Singaraja, Bali. Hubungan Bung Karno dan ibunya sangat dekat. Pendidikan dari ibunya menekankan pentingnya budi pekerti dan jiwa kesatria dalam para tokoh cerita pewayangan, yang lekat dengan perjuangan hak-hak rakyat tertindas. Dari kisah pewayangan itu, kesadaran dan semangat perjuangan Bung Karno untuk membebaskan rakyat Indonesia dari penindasan terbentuk. Dari ayahnya, Bung Karno mendapatkan pembelajaran tentang karakter, keterbukaan, kecintaan pada alam dan pemahaman terhadap nilai keutamaan tat twam asi, tat twam asi yang artinya dia adalah aku dan aku adalah dia; engkau adalah aku dan aku adalah engkau, yang melandasi kuatnya komitmen Bung Karno untuk melindungi mahkluk Tuhan. Sementara itu dari pengasuhnya, Sarinah menginspirasi Bung Karno untuk mencintai ibu, mencintai dan mengasihi orang kecil (peduli terhadap wong cilik), dan mecintai umat manusia.

Bung Karno menamatkan ELS (Europeesche Lagere School) di Mojokerto, HBS (Hogere Burger School) di Surabaya lulus pada 10 Juni 1921, dan TH Bandung (Technische Hogeschool te Bandoeng), kini ITB, berhasil meraih gelar Insinyur pada 25 Mei 1926. Bung Karno lahir dan besar di tengah situasi sosial masyarakat Indonesia, Asia, dan Afrika di masa penjajahan Barat. Bung Karno menyaksikan dan mengalami penjajahan di Indonesia dan negara negara Asia-Afrika. Kesadaran ini yang kemudian membentuk pemikiran Geopolitik Bung Karno yang anti kolonialisme dan imperialisme. Peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di dunia menginspirasi Bung Karno, seperti Jose Rizal tokoh nasional Filipina, peristiwa kemenangan Jepang atas Rusia, Revolusi Pertama kaum Marxis di St Petersburg, juga pemikiran tokoh dunia seperti, Mahatma Gandhi, Sut Yat Sen, Kemal Pasha Attaturk, kesemuanya membangkitkan spirit dan pematangan konsepsi yang kemudian dibangun oleh Bung Karno.

Saksi sejarah berikutnya adalah Bandung, Ende dan Bengkulu. Di Bandung membentuk organisasi PNI pada 4 Juli 1927 dan juga Bung Karno merumuskan suatu gagasan revolusioner yang disebut Marhaenisme yang diawali pertemuannya dengan seorang petani yang bernama Ki Marhaen di daerah Bandung Selatan, sebagai implementasi pisau analisa Psikologi massa, historis materialisme selain pemahamannya tentang geopolitik. Di Bandung pula Bung Karno menyampaikan Pledoi (pembelaan) di hadapan sidang pengadilan yang dulu dikenal dengan Landraad. Bung Karno namakan sebagai Indonesia Menggugat. Pledoi yang isinya perlawanan terhadap kapitalisme dan imperialisme pada zamannya tersebut menggungcang dunia. Pasalnya, mampu membuka mata dunia internasional tentang tidak diamnya bangsa-bangsa terjajah dengan perlawanannya terhadap sistem yang diterapkan oleh penjajah yang sangat merugikan khususnya bangsa Indonesia. Bung Karno, dengan pengetahuan tentang situasi bangsa Indonesia pada era kolonial juga sebagai hasil elaborasi berbagai pemikiran, menyebarkan kesadaran kepada masyarakat mengenai situasi di bawah kolonialisme dan sekaligus menggalang kekuatan massa (machtvorming). Terlihat dalam pemikiran Bung Karno bahwa cita-cita bangsa Indonesia tidak hanya mencapai kemerdekaan saja, namun juga menciptakan masyarakat Indonesia yang bebas dari kapitalisme dan imperialisme.

Dalam disertasi yang ditulis oleh Ridwan Lubis dalam disertasi yang dipertahankan pada ujian promosi pada tanggal 14 Juli 1987 di Fakultas Pasca Sarjana IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pidato dan tulisan Soekarno tentang Islam: 46 kali (10,75%). Nasionalisme: 355 kali (82,94%) dan Marxisme: 27 kali (6,31%), luar biasa konsistensi Bung Karno dalam membangun konsepsi.

Bung Karno adalah Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama, Penggagas Pancasila yang kemudian ditawarkan kepada dunia melalui pidatonya di PBB pada tanggal 30 September 1960 dengan judul to build the world a new. Banyak hal yang bisa dieksplorasi dari berbagai macam konsepsi Bung Karno yang sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Kesadaran berbangsa dan  bernegara perlu melihat potensi yang dimiliki berdasar pada geografi politik yang ada, gagasan Bung Karno sebangun dengan alur pikir seperti Napoleon pernah mengatakan bahwa, politik negara berada dalam geografinya. Senada dengan Bismarck berpendapat, hanya satu hal yang tidak pernah berubah dalam politik-politk negara yaitu geografinya. Sementara seorang pemikir dasar geopolitik dan geostrategic modern Spykman berpendapat, bila para diktaktor berlalu gunung-gununglah yang selalu berada di tempat yang sama.

Dalam perspektif geopolitik menjadi relevan jika melihat resources yang dimiliki bangsa Indonesia akan menjadi negara yang besar dan bersaing dengan negara maju lainnya. Indonesia memiliki dua modal utama. Pertama, potensi bonus demografi. Kedua, Sumber Daya Alam yang melimpah. Pada tahun 2045 Indonesia genap memasuki usia 100 tahun. Perubahan adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa kita hindari. Seperti diketahui, perubahan dunia datang setiap seratus tahun sekali. Pada tahun 1700-an ditemukan mesin uap oleh James Watt, kemudian ditemukan listrik oleh Michael Faraday dan lampu listrik oleh Thomas Alva Edison tahun 1800-an. Lalu komputer ditemukan bersama internet pada tahun 1900-an. Dan saat ini perubahan dunia kembali datang Revolusi 4.0 dengan bertumpu pada kecerdasan buatan, kecepatan internet dan pengelolaan big data. Itulah ‘signal’ global yang sesungguhnya dalam konteks pikiran-pikiran Soekarno sudah dituangkan dalam berbagai macam tulisannya. Dalam kontek mengimbangi dan mengikuti ‘irama’ global maka perlu didorong investasi pada pembangunan Sumber Daya Manusia termasuk di dalamnya riset dan teknologi. Sumber Daya Manusia perlu terlebih dahulu melihat faktor pendidikan dan kesehatan karena kedua hal tersebut adalah faktor penting menuju Indonesia Emas  2045, 100 Tahun Indonesia merdeka. Sehingga, pendidikan dan kesehatan adalah penopang utama bagi kemajuan sebuah bangsa.

Indonesia diprediksi mendapatkan bonus demografi dalam rentang 2020-2030. Dengan demikian, apabila bonus demografi ini bisa dikelola dengan baik dan profesional oleh pemerintah, maka Indonesia bisa mendapatkan manfaat besar. Letak Indonesia yang strategis berada di antara dua benua, Benua Asia dan Benua Australia, dan di antara dua Samudera, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Dengan luas wilayahnya yang 75 persen dikelilingi laut, panjang garis pantai 95.181 KM, negara dengan garis pantai terpanjang ke-4 di dunia, 17.440 ribu pulau, 129 gunung berapi, kekayan alam yang tidak terbarukan, 1.128 suku, 746 bahasa, jarak dari Sabang sampai Merauke 5.428 km jarak yang sama antara Teheran ke London, melintasi 10 negara eropa dan sumber daya manusia dengan jumlah penduduk 270 juta orang sebagai unsur terpenting semuanya ada di Indonesia. Melihat situasi yang dimiliki, Bung Karno mengingatkan jika manusia Indonesia tidak lagi peka dan memahami potensi besar geopolitiknya maka ia akan tetap jatuh menjadi bangsa Kuli di antara bangsa-bangsa, (een natie van koelies, en een kolie onder de naties).

Soekarno dengan berbagai gagasan (isme),  prestasi dan eksistensinya bagi Indonesia dan dunia akan selalu dikenang sepanjang masa, kita bangsa Indonesia bangga memilikinya.

Dirgahayu Bung Karno ke 122 Tahun.