Foto : Kepala Desa Turirejo Surianto

Dokumen Laporan Polisi Terhadap Kades Turirejo Surianto Ada Kejanggalan

Loading

GRESIK (Independensi.com) – Penetapan tersangka terhadap Kepala Desa (Kades) Turirejo, Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Surianto (45), masih menarik perhatian publik dan dianggap kontoversial oleh sejumlah pihak. 

Pasalnya, ada dokumen yang dijadikan dasar oleh Supeno (43) untuk melaporkan dugaan penyimpangan wewenang yang diduga dilakukan Kades Turirejo Surianto dipertanyakan keabsahannya.

Surianto dengan tegas membantah tuduhan Supeno sebagai pelapor, hingga dirinya ditetapkan tersangka oleh pihak kepolisian Polres Gresik. Karena mencoret buku leter C lalu mengeluarkan pethok D.

“Bagaimana mungkin saya dijadikan tersangka, karena katanya mencoret leter C dan menerbitkan pethok D. Padahal, faktanya pethok D dari pemilik tanah atas nama Sumarmun, Kartaman dan Mutmainah, itu beralih hak menjadi atas nama Miftahul Arif sejak tahun 2013. Dimana saat itu Kades masih dijabat oleh Pak Samsuhar, saya belum jadi Kades,” ungkapnya sembari menunjukan dokumen pethok D atas nama Miftahul Arif bertanda tangan kepala Desa Turirejo bernama Samsuhar tertanggal 9 Nopember 2013 saat dikonfirmasi awak media, Selasa (21/11).

Surianto menegaskan, bahwa dirinya hanya membuatkan riwayat tanah sebagai persyaratan untuk pengurusan sertifikat tanah. Sehingga dirinya hanya menambahkan di buku leter C, sesuai dengan perhok D yang dikeluarkan tahun 2013 itu.

“Jadi sekali lagi saya tegaskan saya bukan mencoret buku leter C, tetapi hanya menambahkan karena pethok D sudah terbit sebelum saya. Yang menjadi aneh itu ada surat pernyataan jual beli tahun 2014, padahal obyek tanah terjadi peralihan pethok D di tahun 2013,” ujarnya.

Ditanya ada informasi bahwa lahan atau tanah yang dipermasalahkan itu dijual dua kali, Surianto mengaku tidak mengetahuinya. “Apakah memang benar tanah ini dijual dua kali, kalau memang dijual dua kali pasti ada yang dirugikan. Kalau ada yang dirugikan bisa dipastikan akan melapor kepada pihak desa. Faktanya sampai hari ini tidak ada,” tuturnya.

Ditambahkan Surianto, sedangkan surat pernyataan jual beli yang digunakan Supeno untuk melaporkan dirinya bertuliskan pihak 1 Mutmainah, pihak ll adalah Supeno tertanggal 5 Mei 2014. Padahal, Samsuhar selaku kepala desa sebelum dirinya sudah mengeluarkan pethok D atas nama Miftahul Arif tertanggal 9 Nopember 2013.

“Saya sebagai kepala desa selanjutnya berkewajiban melaksanakan pelayanan sesuai dengan dokumen yang ada di pemdes, yakni mengutip pethok yang dikeluarkan Kades sebelumnya sebagai acuan. Karena kami adalah pelayanan masyarakat, yang tentu memberi pelayanan yang tidak berbelit, ” im baunya.

“Pertanyaan kami, pethok D sudah dikeluarkan tahun 2013, tetapi di tahun 2014 baru ada atau ada lagi surat penyataan jual beli. Artinya surat ini perlu diuji ke otentikanya. Karena bentuk dan lekuk tanda tangan almarhum dan Mutmainah terlihat berbeda,” tukas Surianto sembari mengirimkam bukti tanda tangan asli Mutmainah dan Samsuhar almarhum.

Terkait dengan pelaporan Robi Suherman warga Desa Ngablak Kecamatan Menganti, yang konon dalam dokumen pemeriksaan kepolisian membeli tanah atas nama Miftahul Arif dan sudah membayar uang sebesar Rp 400 juta Surianto mengaku tidak mengetahuinya.

“Saya tidak tahu, dan sampai hari ini saya belum pernah mengeluarkan secuil suratpun terkait dengan pembelian tanah itu. Saya juga tidak tahu menahu soal duit yang katanya sudah diterima yang bersangkutan,” tandasnya.

Sementara, Supeno saat dikonfirmasi menegaskan bahwa pethok D yang ditanda tangani Samsuhar tahun 2013  atasnama Miftahul Arif adalah pethok D palsu. “Palsu mas,” kata Supeno melalui pesan elektronik (WA), Selasa (21/11/23).

Saat kembali dikonfirmasi terkait pethok tersebut, artinya yang memalsukan pethok D adalah Samsuhar yang sudah almarhum itu ya pak ? Hanya dibaca, tetapi tidak ada jawaban dari Supeno. Terkait dengan tanda Samsuhar surat pernyataan jual beli antara Supeno dengan Mutmainah tahun 2014 dan pethok tahun 2013 itu lekuknya berbeda ? Supeno kembali tidak menjawab.

Terpisah, wartawan mengalami kesulitan mendapatkan konfirmasi dari penyidik terhadap kasus yang menjadi perbincangan dilingkungan antar kepala desa di Gresik. Ketika, Ka satreskrim Polres Gresik, AKP Aldhino Prima Wildan ditemui di Mapolres usai giat rilis pada, Selasa (21/11/23) ia meminta wartawan langsung ke Kanit Tipikor, I Ketut Raisa. Namun, saat Ketut dihubungi wartawan juga meminta wartawan tanya langsung ke Kasatreskrim.

“Saya di Surabaya. Tanya langsung ke Kasat saja,” ucap Ketut di ujung selulernya. (Mor)