JAKARTA (Independensi.com) – Pada pidato Sidang Tahun DPR/MPR 16 Agustus kemarin, Presiden Joko Widodo menginginkan tidak adanya ego sektoral antarlembaga di pemerintahannya. Sayangnya, perintah tersebut dianggap seperti angin lalu oleh Jaksa Agung dan jajarannya.
Sikap abai terhadap perintah pemimpin negara itu pun juga dilakukan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Adi Toegarisman melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Yakni dengan memanipulasi pelaksanaan Perintah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dengan menempatkan seorang Chuck Suryosumpeno pada Rutan yang berbeda dengan amanat Penetapan Hakim Pengadilan Tinggi.
Menurut kuasa hukum Chuck, Haris Azhar, kliennya seharusnya di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung sebagaimana perintah Pengadilan Tinggi. “Namun justru ditempatkan di Rutan Cipinang tanpa didasarkan selembar syarat administrasi apapun. Ini jelas pelanggaran administrasi keadilan,” kata Haris di Jakarta, Sabtu (17/8/2019).
Selain melakukan mal administrasi keadilan, Jaksa Agung bersama Jampidsus serta Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan juga telah melakukan Contempt of Court dengan menerbitkan Surat Perintah No. PRINT-367/M.1.14/Ft.1/07/2019 untuk menugaskan 14 Jaksa untuk memindahkan CS dari Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung ke Rutan Cipinang.
Haris pun menilai tindakan para pejabat kejaksaan itu adalah abused of power mengingat status CS adalah tahanan Pengadilan bukan tahanan Jaksa lagi.
“Sejujurnya menyeret seorang Chuck dalam pusaran kasus ini saja merupakan kesalahan besar. Semua pasti tahu, bahwa Presiden di tahun 2016 pernah menegaskan jika menangani penyidikan kasus korupsi, kerugian negara harus konkret dan tidak mengada-ada. Termasuk jangan memidanakan kebijakan atau diskresi pimpinan kejaksaan sebelumnya, apalagi Putusan MA atas PK Chuck menyebutkan bahwa yang bersangkutan sama sekali tidak melakukan pelanggaran SOP dan harus dipulihkan harkat, martabat serta nama baiknya. Maka Jokowi seharusnya mencopot Jampidsus, Kajati atau bahkan Jaksa Agung yang tidak menjalankan perintah Hakim. Jika perlu dipecat saja sekalian,” kata Haris.
“Dengan tidak adanya pelanggaran administrasi serta perlakuan sewenang-wenang dari para Jaksa telah menempatkan banyak pihak dalam posisi sulit. Artinya, Ombudsman RI harus ambil sikap terkait kelalaian yang ‘diduga’ sengaja dilakukan Jaksa Agung, Jampidsus dan Kajari Jaksel,” ujarnya lagi.
Ia menambahkan, Kepala Rutan Cipinang dan Kepala Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung diyakini menghadapi masalah besar saat kemudian misalnya, terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terhadap terhadap diri CS karena administrasinya ada di Rutan Salemba Cabang Kejagung tapi badannya ada di Rutan Cipinang. “Kan kasihan para Kepala Rutan itu, gak tau apa-apa tapi diminta memikul tanggung jawab besar.”
Hal yang sama juga dialami pula oleh Kepala Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan para Hakim yang membuat penetapan, karena salah satu tugas Jaksa adalah melaksanakan Perintah Hakim. “Maka kami minta Ombudsman untuk turun tangan melakukan pemeriksaan terhadap apa yang terjadi. Demikian juga Bagian Pengawasan Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan R.I., saya mohon untuk turun tangan menyelidiki alasan dan penyebab para Jaksa dan Kajari melakukan penghinaan terhadap Penetapan Hakim serta siapa yang memerintahkan untuk memindahkan CS.”
Kasus yang dialami Chuck ini, kata dia, makin membuktikan bahwa upaya hukum yg ditujukan kepadanya selama ini adalah kriminalisasi yang dibuat-buat, alias rekayasa hukum yang diotaki Jaksa Agung dan Jampidsus.
“Apalagi Chuck dianggap mengetahui atau menghalangi niat mereka yang patut diduga dengan sengaja berupaya melakukan manipulasi sejumlah aset hasil penegakan hukum untuk kepentingan pribadi dan atau kepentingan politiknya. Saya mohon kepada Bapak Presiden agar figur pimpinan seperti ini tidak akan ada lagi di tubuh Kejaksaan. Saat ini Kejaksaan sudah darurat SDM yang mumpuni dan berjiwa pengabdian pada bangsa dan negaranya!,” ujar Haris lagi.