Hamdi Muluk (Dokumentasi)

Elite Politik Perlu Tingkatkan Komitmen Jaga NKRI

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Selama bulan Ramadan ini, kondisi sosial masyarakat di Indonesia relatif adem. Situasi ini tidak lepas dari sikap elite politik di Indonesia yang bisa menahan diri sehingga tidak terjadi percikan-percikan intoleransi yang sebelumnya hampir tiap hari terjadi baik itu berupa hasutan, makian, dan ujaran kebencian.

Karena itu, setelah Ramadan ini kondisi ini harus dipertahankan, bahkan kalau bisa ditingkatkan, terutama dalam menghadapi ancaman radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama. Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Hamdi Muluk, MSi mengatakan, untuk mewujudkan itu, elite politik harus bisa meningkatkan komitmennya untuk menjunjung ideologi bangsa, Pancasila serta persatuan dan kesatuan Indonesia.

“Hanya itu yang bisa menjaga keberagaman suku dan agama di Indonesia. Masyarakat kita tergolong masyarakat yang patrimonial itu yang tergantung pada patrolnya. Semakin banyak tokoh masyarakat yang mengirim pesan perdamaian akan berdampak pada masyarakat dibawah,” ungkap Hamdi Muluk di Jakarta, Kamis (15/6/2017).

Ia memaparkan, saat ini di Timur Tengah, sudah terjadi perang saudara yang dipicu karena etnik dan agama, penyesatan dari paham-paham transnasional yang tidak mendasar, seperti ingin membuat negara khilafah islamiyah. Itu jelas menjadi ancaman bagi Indonesia yang selama ini sangat menjunjung tinggi perbedaan dan toleransi antar-umat beragama.

“Negara Indonesia sudah jadi dan kita hidup rukun selama 70 tahunan lebih. Kekuatan kita Pancasila dan persatuan dan kesatuan. Ini harus menjadi kesadaran bersama. Apabila ada yang mengganggu, kita harus saling mengingatkan, dan orang yang mengganggu itu harus kita bawa ke jalur hukum karena mereka telah merusak ketentraman hidup bersama,” terang Hamdi.

Ia memuji potret kebhinnekaan di Indonesia yang terjadi di bulan Ramadan ini. Saat umat islam berpuasa, masyarakat beragama lain, banyak yang terlibat kegiatan untuk mendukung berbagai kegiatan keagamaan seperti menyiapkan tajil, ikut menjaga masjid demi kekhusyuan umat islam beribadah. Hasilnya, ‘hiruk pikuk’ yang sebelumnya terjadi, seakan ‘tersiram’ air es, dan berubah menjadi kesejukan yang indah.

Menurutnya, potensi konflik berbasis etnis dan agama di Indonesia akan selalu ada. Memang Indonesia punya sejarah tentang kerukunan umat beragama di yang meluas, tetapi Indonesia juga punya sejarah tentang konflik di beberapa tempat, seperti Poso, Ambon dan Kalimantan.

“Pendewasaan berpolitik sangat perlu. Elite politik jangan memobilisasi isu-isu etnik dan agama untuk kepentingan mereka. Kita punya pancasila sebagai perekat umat beragama dan etnik di Indonesia. Itu saja kita pegang dan perkuat. Insha Allah NKRI tetap kuat,” tegasnya.

Kendati demikian, lanjut Hamdi Muluk menilai, ancaman terorisme tetap harus diwaspadai. Pasalnya para pelaku terorisme ini selama ini sering menjadikan ideologi dan pemahaman agama yang salah sebagai ‘senjata’ melakukan aksinya, terutama pemahaman makna jihad.

Seperti bulan Ramadan ini, mereka selalu menjadikan sebagai ajang untuk berjihad dengan melakukan teror yang menimbulkan keresahan. Itu jelas salah, wong Ramadan itu adalah bulan penuh berkah sehingga kalau mau berjihad ya harus berbuat kebaikan untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT.