Monumen Gembok Kejujuran (Dokumentasi)

Di Madiun Ada Monumen Gembok Kejujuran

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Monumen ini – sebagaimana yang diungkapkan Harry Tjahyono, salah seorang penggagas berdirinya monumen tersebut – memang “mencangkok” Monumen Gembok Cinta yang ada di Paris, Prancis.

Walaupun sama-sama menggunakan “gembok” sebagai simbol untuk “mengunci”, namun substansinya berbeda.”Gembok Cinta” di Paris sebagai simbol cinta abadi.

Masing-masing pribadi sepakat secara bersama-sama “mengunci” segala bentuk nafsu atau keinginan untuk “berpaling”.

Sedangkan Monumen Gembok Kejujuran di Madiun, mengajak orang-orang jujur untuk “menggembok” sikap positif tersebut dari pengaruh negatif.

Harry Tjahyono berorasi saat Garajas, GAK menggelar demo lukis mural bersama dengan bintang tamu Sonic BAD di Gedung KPK beberapa waktu lalu. (Dokumentasi)

Dari mana ide untuk mendirikan monumen gembok kejujuran itu muncul?

“Semuanya berawal saat saya, Budi dan Hutomo ngobrol-ngobrol di Warung Labarka milik Budi Landak yang beralamat di jalan Salak 15, Taman, Madiun,” ujar Harry Tjahyono – salah seorang dari Komunitas Seni Garajas Bulungan – yang saat ini aktif dalam gerakan anti korupsi kepada IndependensI.com, Kamis (22/7/2017).

Saat itu di penghujung April 2017 jelang ziarah Ramadhan, Harry, Budi dan Hutomo – sebagai perantau yang tinggal di Jakarta – ngobrol soal kota Madiun selepas ditangkapnya Wali Kota Madiun karena kasus korupsi. Selain itu mereka juga membicarakan beberapa nama yang mulai muncul sebagai calon Wali Kota Madiun pada Pilkada 2018.

Dalam obrolan yang bernuansa nostalgik itu Harry Tjahyono mengusulkan perlunya melakukan upaya agar Madiun tidak lagi dijarah korupsi.

Usul tersebut bersambut dan mereka bersepakat “mencangkok” ide Gembok Cinta yang ada di Paris, Prancis, menjadi Gembok Kejujuran.

Sedangkan media untuk menguncikan gembok mereka mendesain seni instalasi dengan mengambil bentuk pohon Kalpataru yang bermakna sebagai pohon harapan.

Gagasan tersebut meluas melalui informasi dari mulut ke mulut yang dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah “Gethok Tular”. Dan, obrolan di Warung Labarka dengan Mas Seto, Totok, Budi WKR, Dik Nanang, Dwi Bona Verry Kopi Latte, Happy Wahyu Notoroso, Kodok, Ano, Wetang, Bayek, Fajar dan “Banyak nama lain yang saya tidak hafal satu persatu,” tukas Harry Tjahyono bersemangat.

Plt Wali Kota Madiun, H Sugeng Rismiyanto, saat menyampaikan sambutan. (Dokumentasi)

Ditunjang oleh keberadaan medsos akhirnya respon dan dukungan pun semakin meluas lewat chat WhatsApp. Dukungan itu antara lain datang dari Dik Edi Iriansyah, Mas Liliek PP dan Mas Sukardi Rinakit.

Kemudian Mas Herutomo menyarankan agar ide gembok kejujuran itu segera dieksekusi supaya bukan sekadar wacana yang akhirnya menguap begitu saja.

Maka Harry Tjahyono (novelis, penulis skenerio handal yang mengangkat kembali Rano Karno dalam Si Doel versi sinetron, yang disiarkan Indosiar beberapa tahun lalu sekaligus melambungkan nama Mandra, dan pencipta lagu), Mas Heru, Budi Landak, Dik Nanang dibantu Fajar dan Kodok langsung bekerja di halaman belakang Warung Labarka yang cukup luas.

Tapi, setelah mereka bekerja siang malam, hasilnya gagal total.Seni instalasi berbentuk pohon Kalpataru, bentuknya aneh, rumit dan, “Pokoknya jeleklah…,” tukas HarTJah Mediun – sebutan akrab yang disematkan oleh rekan-rekan sesama Aktivis Seni Garajas Bulungan kepada Harry Tjahyono yang sangat terkenal dengan novel yang diciptakannya berjudul Selamat Tinggal Duka pada era 1970-an, itu, sambil terkekeh.

Direktur Kerja Sama Jaringan Komunitas dan Lembaga Swadaya Masyarakat KPK, Dedie Rachim, saat mengunci gembok di Monumen Gembok Kejujuran di Madiun. (Dokumentasi)

“Jujur saja… kami sangat kecewa. Capek dan kesal bahkan di antara kami sempat saling menyalahkan,” kata Harry.”Tapi, kami sangat bersyukur, karena spirit untuk menularkan kejujuran tidak terpatahkan oleh kegagalan!” tambahnya, menegaskan.

Lalu Harry dan dua rekannya sepakat menyerahkan desain seni instalasi tersebut ke Mas Heru untuk dieksekusi oleh Budi Landak. “Saya sendiri mendapat tugas untuk minta gembok dari Ketua KPK di Jakarta,” katanya.

Dengan spirit “menularkan kejujuran tidak terpatahkan oleh kegagalan” akhirnya seni instalasi berbentuk pohon Kalpataru tersebut kini telah berdiri kokoh di lapangan Gulun, kota Madiun.

Pada 20 Juli 2017 Monumen Gembok Kejujuran diresmikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Madiun, H Sugeng Rismiyanto, dengan acara penguncian 1000 gembok.

Peresmian Monumen Gembok Kejujuran selain dihadiri pejabat terkait di Kota Madiun seperti Kejari, Kapolres serta para Kepala Dinas lainnya, juga dihadiri Dedie Rachim — Direktur Kerjasama Jaringan Komunitas dan LSM Komisi Pemberantasan Korupsi.

Monumen Gembok Kejujuran yang dibangun dengan dana sebesar kurang-lebih Rp 10 Juta tersebut berasal dari uang patungan para penggagas dan pendukungnya yang dimotori oleh HarTjah Mediun bersama rekan-rekannya.”Lokasi tempat monumen tersebut berdiri adalah bantuan dari pengkot di bawah pimpinan Plt Wali Kota Madiun, Sugeng Rismiyanto,” ungkap Harry.

Monumen yang saat peresmiannya dihadiri tamu undangan yang jumlahnya mencapai sekitar 700 orang tersebut – seperti yang kemudian diungkapkan oleh HarTjah Mediun – kelak akan dijadikan sebagai tempat untuk mengekspresikan kejujuran dalam bentuk teater, lukis, musik, puisi, dan ekspresi seni lainnya.

Harry Tjahyono dan kawan-kawannya berencana akan membuat monumen yang sama di Kabupaten Madiun dan kota-kota lain di seluruh Indonesia.

Dan, bagi siapa saja yang terbeban dan peduli terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini dan ingin menyumbang gembok (sekali lagi: gembok!) bisa dikirim ke Herutomo, Jalan Nusa Penida No.1, Klegen, Madiun.Atau ke Hari Budiarto, Jalan Salak Raya 15, Taman, Madiun.

Salam Gerakan Budaya Madiun Bersih dari Korupsi! (Toto Prawoto)