Editorial : Pengunggah Kebenaran Tidak Dipidana

Loading

IndependensI.com – Sangat bermakna dan pemahaman baru penjelasan Kepala Kepolisian RI Jenderal (Kapolri) Tito Karnavian dalam menyikapi beredarnya video unggahan sopir truk yang mengungkapkan perlakuan oknum polisi terhadap dirinya di Kalimantan Selatan.

Kapolri mengatakan, kalau peristiwa (pungutan liar) itu benar maka penggunggah tidak dipidana justru dikasih reward (penghargaan) karena melaporkan anggota Polri yang menghianati institusinya. Ditambahkan pengunggah video pungli tidak sesuai fakta maka dapat dikenakan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Isi video yang memuat peristiwa pemerasan oknum polisi terhadap supir truk, pihak yang mengunggah video itu t idak bisa dikenakan Undang-undang Informati dan Transmisi Elektronik (UU ITE) justru yang bersangkutan harus diberi penghargaan karena mengungkap perlakuan tidak baik dari polisi sebagai suatu perbuatan yang menghianati institusi dan oknum itu harus ditindak.

Kita sebut sangat bermakna, karena selama ini ada kecenderungan Penyidik sering kalau tidak bisa dikatakan selalu, menerima dan memproses Laporan pihak yang merasa rugi dan dirugikan dari suatu unggahan melalui media elektronik, tanpa mempertimbangkan apakah yang diunggah itu benar atau tidak.

Kita masih ingat kasus Prita Mulyasari yang sempat mendekam di penjara akibat tuduhan pencemaran nama baik oleh RS Omni Alam Sutera Tangerang Banten. Kasus Prita Muliasari, ibu rumahtangga beranak dua itu bermula dari surat elektronik 7 Agustus 2008 berisi keluhannya ketika dirawat di RS Omni, yang ditujukan kepada beberapa temannya lalu beredar di media internet.

Sampai ke pengelola RS Omni, PT Sarana Mediatama Internasional, lalu mengirim jawaban kepada Prita dan memasang iklan di media serta menggugat Prita secara perdata dan melaporkannya sebagai perbuatan pidana, Prita menjalani semua proses hukum menyakitkan itu, tanpa mempersoalkan apakah keluhan dan penderitaan Prita yang dikemukakan dalam surat elektronik itu benar atau tidak.

Belakangan, mungkin masih dalam proses perdamaian kasus Muhadkly MT alias Acho sebagai konsumen dengan Pengelola Apartemen Green Pramuka. Kasus itupun berawal dari curahan hati Acho soal pelayanan Aprtemen Green Pramuka yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan di mana dia sebagai penghuni sejak tahun 2014.

Curhatan dalam media sosial itu akhirnya dilaporkan oleh PT Duta Paramindo Sejahtera yang mengelola apartemen itu ke Kepolisian, dan konon sudah sampai ke Kejaksaan dan siap untuk di ajukan ke Pengadilan. Masih beruntung proses hukumnya belum sempat dimejahijaukan, bisa-bisa nasib Acho buruk atau bahkan lebih dari Prita Mulyasari.

Penyidik Ditreskrim Polda Metro Jaya memediasi dan memfasilitasi perdamaian Acho dengan pengelola Apartemen Green Pramuka untuk berdamai, pokoknya perkara itu tidak berujung pada ketidak adilan. Sebab mengemukakan kebenaran adalah kewajiban hukum dan oleh karenanya bukanlah suatu kejahatan. Perdamaian juga bagian dari hukum.

Mengikuti kasus yang menimpa Prita Mulyasari dan mencermati kasus Acho di atas dan mungkin juga ada kasus serupa di tempat lain, mudah-mudahan Markas Besar Kepolisian RI memberikan perhatian dalam penerapan UU ITE.

Sebab apabila sempat terjadi seperti kasus Prita Muliasari, akan menjadi “sudah jatuh tertimpa tangga lagi”. Mengalami perlakuan yang kurang menyenangkan sebagai orang sakit dituduh lagi mencemarkan nama baik dan dihukum dan mendekam di Lembaga Pemasyarakatan.

Harapan kita agar perusahaan-perusahaan yang terkena kritik dari komsumennya lebih baik menyelesaikan dengan musyawarah mufakat daripada terus melapor ke Kepolisian sekaligus mengoreksi diri apakah keluhan atau curhatan konsumen itu beralasan atau memang ada unsur sengaja mencemarkan nama baik?

Dengan pemahaman yang mendalam dari Kapolri Tito Karnavian dalam menganalisa dan menangani penerapan UU ITE terhadap supir truk yang mengunggah video yang berisikan perlakuan oknum petugas Kepolisian di Kalimantan Selatan tersebut dapat menjadi pedoman bagi para Ditserse di Polda-Polda agar sebelum menetapkan seseorang penggunggah sebagai tersangka ada baiknya mencari tahu kebenaran materi sesuatu unggahan di media sosial.

Semua pihak juga tentu semakin berhati-hati tentang risiko menggunakan media sosial yang dapat berakibat pada proses hukum apabila mengandung unsur kesengajaan menyerang kehormatan atau mencemarkan nama baik orang lain. (Bch)