Prof Dr Haryono Umar, MSc, Ak, CA tampil sebagai pembicara utama “National Conference & Call for Paper bertema Finding Opportunities for Inclusive, Equitable, and Sustainable Economy” di Auditorium Kampus UTA’45 Jakarta, Kamis (24/8/2017). (Henri Loedji/Independensi.com)

Hukum Indonesia Belum Bikin Koruptor Jera

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gencar melakukan operasi tangkap tangan. Pejabat terakhir yang diciduk adalah Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan berinisial TB, Rabu (23/8/2017) malam tadi.

Anehnya, korupsi terus saja terjadi. Para koruptor seolah tidak takut terhadap KPK dan ancaman hukum.

Mantan komisioner KPK, Prof Dr Haryono Umar, MSc, Ak, CA, mengatakan hal itu tidak lepas dari hukum yang berlaku di Indonesia. Sanksi berupa kurungan penjara dan denda, yang sering kali jauh di bawah nilai uang yang didapat dari kejahatan, membuat para koruptor terus beraksi.

“Ada koruptor yang mencuri Rp95 miliar. Dia kemudian hanya didenda Rp5 miliar dan hukuman penjara satu tahun. Setelah satu tahun, dia masih bisa mengantongi Rp90 miliar,” kata Haryono saat menjadi pembicara seminar di Kampus Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta (UTA’45), Kamis (24/8/2017).

Dengan kondisi seperti ini, Haryono mengatakan pemberantasan korupsi juga perlu dilakukan lewat pendekatan secara ekonomi.

“Koruptor melakukan kejahatan ekonomi dengan motif ekonomi. Jadi wajar bila pemberantasannya juga dari sisi ekonomi. Para koruptor harus diberi sanksi denda yang dihitung dari kerugian terhadap masyarakat. Itu jumlahnya bisa amat besar,” ujarnya.

UTA’45 Gelar Seminar Nasional Bidang Ekonomi

“Ancaman sanksi seperti itu sudah diterapkan di negara lain. Pilihan lain adalah menerapkan hukuman mati seperti di China. Ancaman sanksi yang berat pasti akan menimbulkan efek jera,” kata Haryono.

3 comments

Comments are closed.