Ilustrasi. Penjual Ayam di Pasar Tradisional. (Humas Kementerian Pertanian)

Tak Ada Kenaikan, Harga Ayam di Peternak Stabil

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Terkait dengan adanya isu kenaikan harga ayam di pasar, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Peternakan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fini Murfiani mengatakan harga ayam di tingkat peternak saat ini stabil, sehingga tidak mungkin jika ada kenaikan harga yang tidak wajar.

Demikian dalam keterangan pers kepada Independensi.com, Senin (12/2/2018).

Fini Murfiani menghimbau agar media hati-hati menyampaikan informasi, terutama pemberitaan ke masyarakat terkait harga.

“Ini tentunya sangat berbahaya jika belum tentu kebenarannya atau tanpa penjelasan yang lengkap, misalnya dijelaskan harga dijual dalam satuan apakah kg atau ekor,” kata Fini Murfiani saat menanggapi pemberitaan terkait naiknya harga ayam hingga menembus Rp. 60.000 dalam sebuah media masa.

“Kami tentunya khawatir karena akan berdampak terhadap munculnya spekulan-spekulan yang mempermainkan harga yang akan berdampak ke masyarakat, terutama konsumen,” ucap Fini Murfiani.

Untuk mengetahui kondisi di lapangan, Fini Murfiani selaku Direktur Pengolahan dan Pemasaran Peternakan telah menurunkan Timnya yang terdiri Analis Pemasaran Hasil Peternakan (APHP) dan PIP (Petugas Informasi Pasar) untuk melakukan pengecekan langsung ke Pasar Ciracas yang terdiri dari 26 los pedagang karkas daging ayam broiler.

Pengecekan dilakukan untuk memastikan harga jual ayam di pedagang, sebagaimana yang diberitakan sebelumnya telah menembus harga 60 ribu.

“Kami langsung turunkan Tim ke lapangan untuk memantau kebenaran informasi tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi di lapangan. Hal ini mengingat harga ayam hidup di kandang saat ini masih stabil,” kata Fini Murfiani.

Tim berhasil mewawancarai beberapa pedagang. Berdasarkan wawancara dengan pedagang bernama Haris diperoleh informasi, harga penjualan ayam dilakukan sesuai dengan ukuran/bobot karkas daging ayam, bobot karkas daging ayam dengan ukuran 1 kg dijual dengan harga Rp. 37.000/ekor, ayam dengan ukuran 1,5 kg sebesar Rp. 40.000/ ekor, untuk ayam dengan ukuran 1,6 kg harga yang ditawarkan kepada konsumen sebesar Rp. 42.000/ ekor, dan untuk ukuran 1kg 37.000/ ekor.

Sementara menurut informasi dari pedagang ayam bernama Tanti, dia menjual karkas daging ayam dengan ukuran 1,2 kg seharga Rp.40.000/ ekor dan karkas ayam dengan ukuran 1,5 kg dijual dengan harga Rp.43.000/ ekor.

Barang dagangan Tanti dipasok dari agen pedagang di Cipayung yang mengambil ayam dari kandang peternak langsung, kemudian ayam dibagikan ke pedagang pasar dengan marjin yang diambil oleh pedagang pengumpul ke pedagang pasar sekitar Rp.5.000/ ekor. Rata-rata ayam yang dijual oleh Ibu tanti per hari sebanyak 80 ekor.

Pedagang lain bernama Agus menjelaskan, dia hari ini menjual karkas daging ayam broiler dengan ukuran ayam 1,3 kg dengan harga Rp.40.000/ Ekor dan untuk karkas ayam dengan ukuran 9 ons dibanderol dengan harga sebesar Rp. 27.000/ ekor.

Menurut Agus, rantai distribusi saat ini yang diikuti oleh pedagang ayam di pasar yaitu dari peternak ke pedagang pengumpul lalu ke pedagang eceran di pasar untuk dijual ke konsumen. “Ayam yang didistribusikan oleh pedagang pengumpul masih dalam bentuk ayam hidup,” kata Agus.

“Pedagang pengecer tidak mengambil ayam di RPHU, karena pedagang hanya mampu menjual ayam dalam jumlah sedikit yaitu sekitar 60-80 ekor/ hari,” jelasnya.

Agus menjelaskan, pedagang tidak langsung mengambil di RPHU karena adanya perbedaan sistem penjualan di RPHU menjual dengan sistem per kg, sedangkan pedagang menjual di pasar dengan harga per ekor. Lebih lanjut Agus menceritakan alasan lain yaitu bahwa pedagang tidak bisa memilih kondisi ayam yang dibeli ketika mengambil ayam di RPHU, sehingga pedagang yakin ayam yang dipotong dalam keadaan sehat.

Dari hasil wawancara dengan beberapa pedagang Fini mengungkapkan, kebanyakan pedagang membeli ayam dari pedagang pengumpul untuk ukuran besar > 2 kg yaitu sebesar Rp. 23.000/ ekor ayam hidup.

“Untuk ukuran sedang dan kecil yaitu 1-1,5 kg harga jual di pedagang pengumpul Rp. 25.000/ ekor,” kata Fini. “Ukuran kecil lebih mahal karena konsumen rumah tangga yang membeli di pasar lebih banyak membeli yang sedang/kecil, sedangkan ukuran besar biasanya dijual untuk catering dan rumah makan,” terangnya.

Lebih lanjut disampaikan, harga jual di pedagang pengumpul belum termasuk ongkos potong hingga jadi bersih tanpa bulu dan jeroan di pasar, yang mencapai per ekornya sebesar Rp.1000-1.500. “Ongkos potong ini biasanya dibebankan ke pedagang pengecer ayam,” ucapnya.

Menurutnya, rata-rata susut ayam hidup setelah dipotong tanpa bulu dan jeroan sebesar 0,5 kg, namun jeroan yang ada merupakan keuntungan bagi pedagang karena dapat dijual kembali.

Ditemui secara terpisah, Ketua PINSAR (Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia) Singgih Januratmoko mengatakan, informasi mengenai naiknya harga ayam hingga menembus Rp. 60.000 per ekor dalam sebuah media masa masih belum terlalu jelas, artinya dalam berita tersebut tidak disebutkan ukuran besar dan kecilnya.

“Kalau yang besar ukurannya 2 kg per-ekor mungkin benar harga di pasar mencapai Rp. 60.000/ ekor, sehingga per-kg-nya hanya Rp.30.000,” ucap Singgih.

Lebih lanjut Singgih menjelaskan, berdasarkan pengecekan ke beberapa anggota PINSAR lainnya yang menjual karkas dan filet, harga karkas kisarannya masih di Rp. 35.000 dan untuk filetnya sebesar Rp.50.000, sementara untuk harga di supermarket masih berkisar di harga Rp. 35-40 ribu, dan di pasar tradisional masih Rp. 36-38 ribu.

Singgih menyebutkan, harga ayam di kandang masih diharga Rp. 17.000 sd Rp. 19.000/ kg hidup. “Jadi secara hitungan harga di pasar maksimal seharusnya sebesar Rp.32.000 – 34.000 /kg,” pungkasnya. (eff)