TPST Bantargebang milik Pemprov DKI di Kota Bekasi. (foto:jonder sihotang)

TPST Bantargebang Bekasi Pilot Proyek PLTSa

Loading

BEKASI (IndependensI.com) – Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang Kota Bekasi, dijadikan sebagai pilot proyek pengolahan sampah proses termal (PLTSa). Itu dilakukan dengan penerapan teknologi.

Terkait hal itu,  Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mendukung pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (Perpres Nomor  58/2017) terkait proyek infrastruktur energi asal sampah kota-kota besar di Indonesia.

Hal ini diwujudkan dengan pembangunan pilot project pengolahan sampah proses termal (PLTSa) di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi.

Groundbreaking pembangunan pilot project PLTSa TPST Bantargebang, dilakukan, Rabu (21/3/2018),  dihadiri sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kepala BPPT, Unggul Priyanto.

Kepala BPPT, Unggul Priyanto menuturkan, timbunan sampah kota-kota besar seperti Provinsi DKI Jakarta, yang memproduksi sampah hingga 7.000 ton/hari, memerlukan solusi teknologi untuk memusnahkan sampah secara cepat, signifikan dan ramah lingkungan, yaitu dengan proses termal.

“Teknologi ini paling banyak digunakan di negara-negara maju seperti Jepang, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Teknologi ini dilengkapi dengan sarana pengendalian pencemaran, baik pencemaran air maupun udara sehingga aman terhadap lingkungan,” ungkapnya.

Disebutkan, bahwa teknologi pengolahan sampah secara termal ini juga dapat menghasilkan listrik dari sampah, sehingga sering disebut dengan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

Pilot project ini mempunyai kapasitas 50 ton per hari dengan hasil listrik 400 Kw, menggunakan teknologi termal tipe Stroker-grate.

“Namun demikian perlu disepakati bahwa tujuan utama dari penerapan teknologi termal disini adalah untuk pemusnahan sampah secara cepat. Jadi listrik yang dihasilkan, anggap saja hanya sebagai bonus,” katanya.

BPPT berharap agar pembangunan pilot project PLTSa ini dapat diselesaikan dalam satu tahun ini, dan perlu komitmen tinggi dari kedua pihak, serta dukungan dan sinergi antar pemangku kepentingan lainnya.

Sebelumnya, melalui kerjasama Pemprov DKI dengan badan usaha swasta PT Godang Tua Jaya, sudah membangun pembangkit listrik hasil pemanfaatan gas metan sampah. Saat itu sudah sempat menghasilkan listrik 10 MW.

Namun perjanjian kerjasama dihentikan Pemprov DKI  pertengahan tahun 2016. Hingga saat ini, pembangkit listrik yang sudah terbangun tidak difungsikan oleh Pemprov DKI Jakarta. (jonder sihotang)