Skenario Sudirman Said Andalkan FPI dan Tommy Soeharto Dalam Pilkada

Loading

IndependensI.com – Calon Gubernur Jawa Tengah yang diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sudirman Said menggunakan strategi yang sama dengan yang ditempuh Anies Baswedan pada saat Pilkada DKI Jakarta 2017. Sudirman Said “meminta restu” Ketua FPI Rizieq Syihab dengan melakukan ibadah umrah ke Arab Saudi dan selanjutnya menemui Tommy Soeharto yang merupakan putra penguasa rezim Orde Baru Soeharto.

Pengacara Habib Rizieq Shihab, Kapitra Ampera, membenarkan pertemuan yang digelar antara Sudirman Said dan Habib Rizieq. “Benar, pertemuannya seminggu yang lalu. Banyak rombongan dalam pertemuan itu. Memang kan itu Gerindra, partai koalisi pendukung ulama memang di-support untuk memenangkan kompetisi pilkada, Artinya, koalisi partai pendukung ulama memang difasilitasi untuk menang. Dan memang diarahkan untuk memilih pasangan yang diusung mereka itu,” kata Kapitra beberapa waktu lalu.

Selanjutnya Sudirman Said ‘sowan’ kepada Tommy Soeharto yang merupakan putra penguasa Orde Baru. Tentu tak sulit untuk menebak apa yang diharapkan dalam pertemuan seperti ini, yakni dukungan amunisi dan logistik seperti yang pernah dilakukan Anies Baswedan yang juga ‘sowan’ kepada putra-putri Soeharto dalam rangka memperkuat pendanaan atau logistik menjelang pilkada.

Tommy Soeharto pada Aksi 212 pernah disebut-sebut sebagai pihak yang menggelontorkan sejumlah dana kepada para pengunjuk rasa yang pada saat itu mendemo Ahok karena dianggap telah melakukan penistaan terhadap Islam. Ahok adalah kandidat yang diusung oleh PDIP dan sejumlah partai yang merupakan parpol pengusung Jokowi. Firza Husein merupakan ketua Yayasan Cendana kemudian diperiksa Polda atas tuduhan percakapan mesum lewat WA dengan Rizieq Syihab dan bukan aliran dana dalam rangka membiayai Aksi 212.

Istimewa

 

Eksploitasi Sentimen SARA

Pertemuan antara Sudirman Said dengan Tommy Soeharto diperkirakan akan berlanjut pada eksploitasi sentimen SARA (Suku, Agama, ras dan Antar Golongan) sebagai kampanye hitam. Tommy Soeharto sebagai bandar tentu dengan mudah akan menyediakan dana yang diperlukan dalam rangka membiayai “Aksi Bela Islam” yang menjadikan Ganjar Pranowo sebagai sasaran tembak. Dengan demikian Jawa Tengah akan dijadikan ladang kampanye politik yang mengeksploitasi sentimen SARA.

Eksploitasi SARA ini sudah mulai terlihat dari serangan lewat media sosial bahwa Ganjar Pranowo dituduh melakukan penghinaan terhadap azan setelah membacakan puisi karya Kyai Haji Mustofa Bisri atau Gus Mus. Maka tak sulit untuk menebak langkah selanjutnya yakni aksi unjuk rasa masif di berbagai kota dan kotbah-kotbah provokatif di tempat ibadah di Jawa Tengah yang memvonis Ganjar Pranowo telah menghina Islam karena merendahkan azan. FPI tentu akan menjadi motor penggerak demo di Jawa Tengah dalam rangka menjadikan Ganjar Pranowo sebagai target operasi.

Sudirman Said dan Timnya tentu tidak akan mau mengakui bahwa aksi unjuk rasa ini telah dikoordinasikan dan direncanakan jauh-jauh sebelumnya dalam pertemuannya dengan Rizieq Syihab dan Tommy Soeharto. Mereka akan bermain di belakang layar dengan memanfaatkan kelompok-kelompok Islam radikal dengan berpura-pura bodoh dan tak tahu menahu. Elektabilitas Sudirman Said dalam beberapa survei jauh tertinggal dibandingkan dengan Ganjar Pranowo dimana Ganjar didukung sekitar 79 persen dan Sudirman Said hanya didukung 21 persen suara.

Gerindra dan PKS akan menggunakan aksi-aksi unjuk rasa yang dimotori oleh kelompok-kelompok Islam radikal ini sebagai upaya untuk menurunkan elektabilitas Ganjar Pranowo dalam Pilkada Jawa Tengah. Kedua partai politik ini tentu ingin pengalaman yang di DKI Jakarta bisa diulangi keberhasilannya di Jawa Tengah. Bagi Gerindra dan PKS, kemenangan di Jawa Tengah dengan menggunakan kampanye SARA akan membuat kandidat presiden yang diusung yakni Prabowo Subianto bisa menang dalam pemilu 2019.

Jawa Tengah adalah indikator apakah rakyat Indonesia khususnya suku Jawa merupakan masyarakat yang toleran dan bisa diandalkan dalam membendung radikalisme. Jawa Tengah dikenal sebagai basis kelompok-kelompok nasionalis sejak era kemerdekaan. Jika masyarakat Jawa Tengah berhasil melewati ujian dalam Pilkada kali ini dan sukses menolak politisasi dengan menggunakan sentimen SARA yang didukung Gerindra dan PKS maka semakin besar optimisme bahwa pada akhirnya yang menang adalah orang-orang waras.

 

Istimewa

Berikut puisi Tokoh Muslim Gus Mus berjudul ‘Kau ini bagaimana atau aku harus bagaimana’ yang dibacakan Ganjar Pranowo

 

Kau ini bagaimana atau aku harus bagaimana.

Kau ini bagaimana..
Kau bilang aku merdeka kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berfikir Aku berfikir kau tuduh aku kafir
Aku harus bagaimana…
Kau suruh aku bergeraklah Aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah
Aku diam saja kau waspadai

Kau ini bagaimana…
Kau suruh aku memegang prinsip
Aku memegang prinsip Kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran Aku toleran kau bilang aku plin-plan

Aku harus bagaimana…
Kau suruh aku maju Aku maju kau serimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja Aku bekerja kau ganggu aku

Kau ini bagaimana…
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu Langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana..

Aku kau suruh menghormati hukum, Kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, Kau mencontohkan yang lain
Kau ini bagaimana…

Kau bilang Tuhan sangat dekat
Kau sendiri memanggil-manggilnya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, Kau ajak aku setiap hari bertikai

Aku harus bagaimana…
Aku kau suruh membangun, Aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, Aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana…

Kau suruh aku menggarap sawah, Sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, Aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah

Aku harus bagaimana…
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggungjawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bis Showab

Kau ini bagaimana..
Aku kau suruh jujur, Aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, Aku sabar kau injak tengkukku

Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, Sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, Aku sapa saja kau merasa terganggu

Kau ini bagaimana..
Kau bilang bicaralah, Aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, Aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana…

Kau bilang kritiklah, Aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya
Aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja

Kau ini bagaimana..
Aku bilang terserah kau, Kau tak mau
Aku bilang terserah kita, Kau tak suka
Aku bilang terserah aku, Kau memakiku
Kau ini bagaimana, Atau aku harus bagaimana…