Sutradara Ismail Basbeth, Ingin Garap Film Budaya Indonesia

Loading

AMBON (IndependensI.com) – Dunia perfilman Indonesia yang mengangkat tema budaya lokal sangat menjanjikan. Film yang bercerita tentang budaya lokal itu sangat menarik.

Sutradara muda Indonesia, Ismail Basbeth, bercita-cita menggarap film berakar dari cerita-cerita yang mewakili budaya lokal masyarakat Indonesia di berbagai daerah. “Saya ingin keliling Indonesia dan bikin film dengan orang-orang lokal, itu mimpi pribadi saya,” katanya di Ambon, Sabtu (12/5/2018).

Ismail Basbeth berada di Ambon untuk menjadi narasumber di “roadshow” Festival Film Kawal Harta Negara (FFKHN) 2018 yang digelar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan Badan Bantuan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (United States Agency for International Develompent – USAID) pada 12 Mei 2018.

Ia lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada 12 September 1985. Beberapa tahun terakhir ini, nama Ismail Basbeth cukup mengejutkan industri layar lebar Indonesia dengan tiga karyanya, yakni “Mencari Hilal”, “Talak 3”, dan “Arini”.

Film “Mencari Hilal” debut pertamanya di layar lebar Indonesia yang mengantarnya menjadi nomine sutradara terbaik ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2015.

Ia mengaku merasakan aktivitas menggarap film sebagai petualangan mendebarkan.

Ismail mengatakan cita-citanya mengelilingi Nusantara agar bisa memahami Indonesia dari sudut pandang masyarakat lokal di setiap daerah, kemudian menggarapnya menjadi sebuah sinema.

“Kenapa saya mendidik dengan keras diri untuk bisa semuanya di film, bisa kamera dan lain-lainnya juga, ya karena itu, targetnya setelah 10 film panjang saya ingin jalan-jalan dan bikin film dengan orang lokal tentang cerita-cerita mereka,” ucapnya.

Ia berkeinginan dalam beberapa tahun ke depan sudah bisa memulai perjalanan mengejar mimpinya.

Oleh karena itu, katanya, ada beberapa hal yang sedang disiapkan, salah satunya menstabilkan rumah produksinya, Matta Cinema, dan Yayasan Bosan Berisik Lab, laboratorium kreatif yang dibangun sejak 2013.

“Saya pengin Matta Cinema dan yayasan jalan stabil dulu, setelah itu saya keliling Indonesia. Kita yang punya ‘skill’ dan tahu ilmu film kemudian dipinjamkan ke orang lokal untuk membuat cerita mereka,” ujarnya.

Sebagai seorang sineas, Ismail mungkin baru dikenal luas oleh publik setelah 2015. Akan tetapi, sesungguhnya ia sudah berkecimpung dengan dunia seni perfilman sejak 2004, di mana kala itu masih berstatus mahasiswa.

Hingga saat ini, Ismail telah menggarap sedikitnya lima film panjang, dua di antaranya jenis artistik film dan 11 film pendek dengan tema dan genre yang beragam. “Saya secara resmi berkecimpung di industri film sejak tahun 2008, secara tidak resmi dari tahun 2004 mulai dari kampus bikin film pendek, film indie, kemudian ke industri,” ujarnya.

Menurut dia, dunia seni filmlah yang menemukannya karena menekuni bidang tersebut bukanlah cita-cita awalnya. Perkenalan yang tidak disengaja dengan sinematografi pada 2004 itu, membuatnya kemudian berpikir untuk serius berkarir sebagai pembuat film.

Sama halnya dengan Garin Nugroho, sutradara Indonesia yang cukup banyak menginspirasinya dalam berkarya, Ismail tidak ingin hanya berkecimpung dan melulu berada dalam satu tema atau genre film.

“Setiap film tentu berisi pikiran-pikiran saya tapi tidak akan pernah mampu mendefinisikan saya. Bagi saya inspirasi berawal dari ketidaktahuan. Saya bangga kalau saya tidak tahu sesuatu, itu artinya saya bisa mencari tahu. Saya selalu mencari yang ada pertamanya, bisa idenya atau cara membuatnya,” ucap Ismail.