Ditjen Hubud Dukung Pengembangan Industri Nasional untuk Fasilitas Keamanan Penerbangan

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Besarnya potensi pasar pengguna peralatan keamanan penerbangan di Indonesia akhir-akhir ini meningkat dengan cukup pesat. Kondisi ini harus dapat ditangkap sebagai suatu peluang oleh industri nasional. Industri nasional harus dapat bersaing untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Fasilitas keamanan penerbangan adalah peralatan-peralatan yang digunakan dalam upaya mewujudkan keamanan penerbangan. Peralatan tersebut digunakan di seluruh fasilitas penerbangan di Indonesia, oleh karena itu terdapat potensi pasar pengguna peralatan keamanan penerbangan di Indonesia yang cukup besar.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Subdit Kendali Mutu Keamanan Penerbangan,  Zainul Arifin mewakili Direktur Keamanan Penerbangan dalam kegiatan Focus Group Discussion di bidang fasilitas keamanan penerbangan yang dilaksanakan pada tanggal 21 November 2018 di Hotel Grand Mercure Kemayoran.

“Sudah seharusnya kita  punya industri lokal yang bersertifikat internasional,  sehingga bisa mengurangi penggunaan peralatan-peralatan impor untuk fasilitas di bidang keamanan penerbangan”, ujar Zainul.

Lebih lanjut Zainul menjelaskan bahwa saat ini kebanyakan peralatan dan komponen-komponen utama seperti X-Ray, LCD Monitor, Walkthrough Metal Detector (WTMD), CCTV, Body Scanner, dll masih di impor dari negara lain. Hanya beberapa peralatan pendukung yang merupakan produksi industri negara sendiri seperti meja kursi operator, stabilizer, UPS, Battery, Card Reader dan beberapa peralatan lainnya.

“Sebagai contoh data realisasi pengadaan fasilitas keamanan penerbangan di Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) pada tahun 2018  dengan rata-rata rasio antara nilai impor adalah sebesar 92% dan penggunaan komponen dalam negeri hanya sebesar 8%”, jelas Zainul.

Nilai tersebut belum termasuk penyediaan peralatan yang dilakukan oleh UPBU maupun Regulated Agent.  Sebagai catatan untuk komponen dalam negeri hanya terhadap peralatan penunjang saja sementara untuk peralatan utama masih 100% import. Dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang diperkirakan hanya 8% ini belum sejalan dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengamanahkan agar kandungan lokal dari produk yang ditawarkan di Indonesia mencapai lebih kurang 25%.

Oleh karena itu, pada kegiatan Focus Group Discussion yang dihadiri oleh para stakeholder dan pelaku pasar di bidang fasilitas keamanan penerbangan untuk mendiskusikan bagaimana mengembangkan dan meningkatkan industri nasional yang dapat menghasilkan produk atau peralatan-peralatan fasilitas keamanan penerbangan.

Sementara itu ditempat terpisah, Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana Banguningsih Pramesti mengharapkan kegiatan ini dapat meningkatkan produksi dalam negeri dengan mengupayakan agar pelaku usaha mau untuk memproduksi peralatan keamanan penerbangan di Indonesia.

“Dengan meningkatkan produksi dalam negeri, sudah tentu akan tercipta lapangan kerja baru”, ungkap Polana.

Selain itu diharapkan desain industri bisa dilakukan di Indonesia oleh anak bangsa, bukan hanya mengambil desain dari luar negeri dengan adopsi lisensi yang sudah ada. Sehingga nantinya akan terciptanya supply-chain dengan ekosistem yang baik,  dimana para vendor komponen terdorong membuka pabriknya di Indonesia untuk menyuplai ke pabrikan perakitan.

“Potensi Indonesia sebagai basis produksi dan negara ekspor untuk pasar Asia Tenggara dan Asia Afrika. Hal tersebut akan tercapai, bila ekosistem komponen dan perakitan sudah berjalan dengan baik”, imbuh Polana.

Pada akhirnya,  peningkatan penggunaan komponen dalam negeri,  akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia,  dan bagi pelaku pasar dengan adanya peningkatan komponen dalam negeri yang mencapai lebih kurang 25% akan memperoleh prefernesi harga yaitu berupa intensif bagi produk dalam negeri pada pemilihan penyedia berupa kelebihan harga yang dapat diterima.