Stadion Beji Mandala menjadi lokasi pertandingan turnamen Bali International Football Championship (IFC) 2018. (Istimewa)

Stadion Beji Mandala: Lapangan Desa Pendobrak Wisata Sepakbola Bali

Loading

BADUNG (IndependensI.com) – Bali selama ini dikenal dengan provinsi pariwisata, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, Pulau Dewata itu mengalami penambahan destinasi yaitu sport tourism, khususnya untuk cabang olahraga sepakbola. Bukan provinsi, bukan kabupaten/kota, bukan kecamatan. Justru sebuah desa yang memulai mengembangkan sport tourism dengan membangun lapangan sepak bola dengan standar internasional.

Adalah Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang memulainya. Meski lokasinya berada di wilayah perbukitan, namun lapangan sepak bola standar internasional itu sudah tuntas di bangun dan bahkan langsung digunakan untuk turnamen Bali International Football Championship (IFC) 2018 yang diikuti 12 tim dari sembilan negara yang diselenggarakan oleh Kemenpora bekerjasama dengan Pemkab Badung.

I Made Karyana Yadnya selaku Kepala Desa Pecatu menegaskan, memerlukan waktu yang panjang untuk menamai stadion dengan sebutan Stadion Beji Mandala. Pembangunannya sendiri dilakukan mulai 2014. “Saat itu saya masih menjadi Ketua LPM. Saat diminta ide untuk mengelola dana desa, saya mengusulkan pembangunan ini dan diterima. Setelah saya jadi Kepala Desa, akhirnya pembangunan tuntas meski belum maksimal,” kata I Made Karyana Yadnya, Selasa (12/4/2018).

Khusus untuk lapangan memang cukup bagus karena sudah diperhitungkan dengan sistem drainase. Untuk rumput juga tidak tanggung-tanggung karena menggunakan rumput sesuai standar lapangan sepak bola internasional. Lapangan memiliki ukuran 110×75 meter. Selain lapangan, Stadion Beji Mandala ini juga sudah dilengkapi tribun berikut ruang ganti pemain maupun perangkat pertandingan. Begitu juga dengan penerangan. Saat ini sudah terpasang di delapan titik dengan kekuatan 8.000 watt. “Untuk rumput kami memang mencari yang terbaik. Begitu juga dengan perawatannya. Kami mempunyai tim yang digaji secara khusus untuk melakukan perawatan. Kami ingin semuanya bisa maksimal,” kata Karyana menambahkan.

Untuk rumput, lapangan Pecatu ini menggunakan jenis Mini Jepang dengan harga per meternya Rp 60.000. Dengan demikian, anggaran yang disiapkan untuk membeli rumput standar internasional ini hampir menembus angka Rp 600 juta. Jumlah cukup fantastis untuk ukuran sebuah desa. Dengan tuntasnya pembangunan lapangan tersebut pihaknya berharap bisa dimanfaatkan sebaik mungkin oleh masyarakat maupun panggilan sepak bola baik dari dalam luar negeri. Kedepan, kata dia, pengelolaannya akan diserahkan ke BUMDes Pecatu. “Ini akan terus kami kembangkan. Sudah banyak wisatawan terutama asing yang ingin memanfaatkan lapangan ini di sela mereka berwisata. Pemilik Bali United juga sudah melihat lapangan ini,” kata Karyana dengan bangga.

Bali International Football Championship (IFC) 2018 yang diikuti 12 tim dari sembilan negara merupakan turnamen internasional pertama yang digelar di Lapangan Pecatu. Turnamen yang digagas oleh Kemenpora ini bahkan langsung mendapat perhatian dari masyarakat. “Sebagian besar masyarakat di sini sangat senang dengan sepakbola, buktinya hari pertama kemarin banyak penonton baik dari luar atau masyarakat lokal sendiri datang ke stadion. Saya ucapkan banyak terima kasih kepada Kemenpora yang sudah mempercayakan kepada kami untuk menggelar pertandingan bertaraf internasional di desa ini,” kata pria yang juga seorang mantan pemain sepak bola itu.

One comment

Comments are closed.