Pengamat hukum Abdul Fickar Hadjar

Pengamat: Calon Jaksa Agung Harus Berintegritas dan Non Parpol

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Pengamat dan pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar setuju calon Jaksa Agung mendatang harus dipilih atau diangkat dari orang-orang yang non partisan atau bukan berasal dari salah satu unsur partai politik peserta pemilihan umum di 2019.

“Karena walaupun jabatan Jaksa Agung itu bersifat politis, tetapi Jaksa Agung adalah merupakan aparat penegak hukum yang harus bebas dari intervensi kekuasaan apapun,” kata Abdul Fickar, Minggu (13/1/2019).

Oleh karena itu dia mendukung wacana yang disampaikan Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak dalam sebuah diskusi di Jakarta bahwa jika menang Prabowo tidak akan mengangkat Jaksa Agung berasal dari parpol.

Masalahnya, tutur Abdul Fickar, parpol adalah peserta pemilu yang saling bersaingan, dan persaingan tersebut bisa merambah kemanapun. “Jadi tidak mustahil jabatan Jaksa Agung bisa jadi alat persaingan,” ujarnya.

Dikatakannya juga hampir tidak ada positifnya jika Jaksa Agung berasal dari parpol. “Kecuali bagi parpol itu sendiri, dan negatifnya banyak. Sebab jabatan publik Jaksa Agung bisa dimanfaatkan parpol maupun penguasa untuk menyelamatkan kelompok atau menjatuhkan lawan politiknya,” tegas staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini.

Namun diakuinya juga tidak ada jaminan Jaksa Agung dari non parpol tidak dapat diintervensi oleh penguasa. “Karena itu harus dipilih orang yang mempunyai integritas dan komitmennya hanya kepada penegakan hukum,” tegasnya.

Tentang apakah Jaksa Agung lebih baik dipilih dari jaksa karir atau non karir, dikatakan Abdul Fickar, kedua-duanya sangat mungkin dipilih. “Hanya masing-masing memang ada sisi kekebihan dan kekemahannya.”

Disebutkannya jika diambil dari jaksa karier sudah menjadi rahasia umum bahwa intervensi kekuasaan ekonomi dan uang seringkali mewarnai penegakan hukum oleh Kejaksaan.

“Utamanya kasus korupsi. Betapa banyak SP3 korupsi yang jika ditangani KPK bisa berjalan. Demikian juga kasus kasus yang sampai ke pengadilan terkesan orang-orangnya menjadi korban sistem saja,” ucap Abdul Fickar.

Sebaliknya, tutur dia, jika dari non karier kekebihannya dia bisa tegas ke dalam dan memberikan komando tanpa pandang bulu. Sedang kelemahannya, kata dia, seringkali kebijakannya tidak jalan. “Secara diam diam diboikot.”

Abdul Fickar sendiri mengkritisi kinerja Kejaksaan yang dinilai kini tidak lagi produktif, terutama dalam pemberantasan korupsi. Apalagi, tuturnya, kasus kasus korupsi yang sekarang ditangani terkesan tebang pilih. “Yang jadi kasus kelihatannya yang tidak bisa diajak kerjasama.“(MJ Riyadi)