Suku Dayak di PBB Terimakasih kepada Indonesia Fasilitasi TIC 2018

Loading

JAKARTA (Independensi.com)  – Perwakilan penduduk pribumi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengapresiasi langkah Pemerintah Republik Indonesia memulai memfasilitasi program revitalisasi Kebudayaan Suku Dayak sebagai penduduk asli di Pulau Borneo.

“Penyelenggaraan Temenggung International Conference atau TIC di Sintang, Ibu Kota Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, 28 – 30 November 2018, bukti perhatian besar Pemerintah Indonesia terhadap pelestarian adat istiadat dan hukumm adat Suku Dayak, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sintang Tahun Anggaran 2018,” ujar Andrew Ambrose Atama Katama, Perwakilan Tetap Penduduk Pribumi Suku Dayak di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Pontianak, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, Kamis, 24 Januari 2019.

Berkaitan dengan itu, Andrew Ambrose Atama Katama, mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Pada TIC 2018 sekaligus sebagai forum pengukuhan Andrew Ambrose Atama Katama mulai bertugas di Sekretariat PBB di New York, Amerika Serikat dari organisasi Borneo Dayak Forum (BDF).

BDF bermarkas di Kota Kinabalu, Sabah. Atama, seorang pemeluk Agama Katolik Roma, dari Suku Dayak Kadazan Dusun, Negara Bagian Sabah, Federasi Malaysia.

Keberadaan Atama di PBB bukan sebagai duta besar sebuah negara, melainkan mewakili Penduduk Pribumi Suku Dayak, dalam melakukan sinergitas lintas kepentingan internasional di dalam mempertahankan identitas Kebudayaan Suku Dayak.

Menurut Atama, TIC 2018 ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan Kongres Temenggung International di Sabah yang penyelenggaraanya paling lambat pertengahan tahun 2019.

Atama mengatakan, sebagai penduduk pribumi Suku Dayak memiliki hak mempertahankan identitas kebudayaannya sebagaimana Deklarasi Hak-hak Penduduk Pribumi PBB Nomor 61/295, tanggal 13 September 2007.

Di antaranya, mendukung rencana pengelolaan sumberdaya alam berbasiskan pariwisata religi agama asli Suku Dayak di Air Terjun Nohkan Lonanyan di Desa Deme, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, dan rencana perawatan gunung suci Suku Dayak di Bukit Bawakng dengan mengedepankan peran jurukunci bernama pamane di Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat.

Rencana Ekspedisi International Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2019, mestilah dilihat sebagai upaya merevitalisasi Kebudayaan Suku Dayak.

Karena pada 22 Mei – 24 Juli 1894, ribuan tokoh adat Suku Dayak se Pulau Borneo menggelar pertemuan damai internasional di Tumbang Anoi. Di antara keputusan legendaris dalan pertemuan Dayak di Tumbang Anoi, 1894, yaitu menghentikan budaya perbudakan dan mengayau.

“Teristimewa lagi, Suku Dayak, merupakan satu-satunya penduduk asli di dunia yang masih mampu mempertahankan lembaga peradilan adat, melalui keberadaan kelembagaan Anak Negeri yang sudah terintegrasi dengan struktur pemerintahan di Negara Bagian Sabah, Federasi Malaysia,” kata Atama.

Foto dari kiri, Cornelius Kimha, mantan Bupati Pontianak, 1999 – 2004, Kepala Bagian Hukum Kabupaten Bengkayang, Damianus, dan Andrew Ambrose Atama Katama, Perwakilan Tetap Penduduk Pribumi Suku Dayak di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). (Aju).

One comment

  1. Maju terus Dayakku, bersatulah karena sesungguhnya Dayak itu besar.

Comments are closed.