Kementan Beri Perhatian Serius Progam Pengendalian Rabies di Kabupaten Dompu

Loading

JAKARTA  (IndependensI.com) – Kementerian Pertanian memberikan perhatian serius untuk program pengendalian dan pemberantasan Rabies di wilayah Pulau Sumbawa, khususnya di Kabupaten Dompu dengan mendorong partisipasi masyarakat agar terlibat secara aktif dalam pengendalian dan pemberantasan rabies. Hal tersebut disampaikan oleh I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) dalam sambutan tertulis yang bacakan oleh Syamsul Ma’arif, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen PKH pada Pertemuan Koordinasi Zoonosis Rabies Kabupaten Dompu di Aula Pendopo Bupati Dompu, Senin, 20 Mei 2019.

Sejak ditetapkan sebagai daerah Kejadian Luar Biasa Rabies oleh bupati pada tanggal 30 Januari 2019, sampai 22 Mei 2019 tercatat ada 1.147 kasus orang digigit anjing, dan 9 orang diantaranya meninggal dunia karena rabies di Dompu. Selain Dompu, rabies juga ditemukan di Kabupaten Sumbawa dan Bima. Untuk mengantisipasi penyebaran rabies ke wilayah lain serta untuk pelaksanaan pemberantasan rabies di wilayah tersebut, Kementerian Pertanian telah menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 223/Kpts/PK.320/M/3/2019 tentang Status Situasi Wabah Penyakit Hewan Rabies di Pulau Sumbawa Provinsi NusaTenggara Barat.

Dalam sambutannya Bupati Dompu, Bambang M. Yasin menyampaikan bahwa kasus gigitan anjing pada manusia di Dompu bersifat fluktuatif, hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi tentang peta penyebaran dan jumlah populasi anjing di Kabupaten Dompu. Pada saat ini Pemda telah membuat kesepakatan dengan masyarakat bahwa anjing berpemilik/peliharaan harus diikat. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan Rabies. Bambang juga meminta agar pengendalian dan pemberantasan rabies bukan hanya urusan Pemerintah, namun juga melibatkan masyarakat. “Masyarakat harus proaktif dalam pengendalian rabies mengingat Rabies adalah ancaman bagi semua. Pemerintah dan masyarakat harus saling bekerjasama, bahu-membahu dan berkomitmen dalam upaya pengendalian dan pemberantasan Rabies di Kabupaten Dompu” pintanya.

Sementara itu Syamsul menyampaikan bahwa prinsip pencegahan dan pengendalian rabies dari aspek hewannya yaitu dengan memastikan bahwa hewan rentan rabies khususnya anjing telah divaksin dan tidak dilepasliarkan. “Jangan meliarkan hewan dan buanglah sampah pada tempatnya karena dengan membuang sampah sembarangan akan menyebabkan anjing liar memakan sisa-sisa makanan dari sampah tersebut sehingga mereka bisa bertahan hidup. Tempat sampah juga merupakan tempat anjing berkumpul sehingga penularan antar anjing bisa terjadi” ungkap Syamsul.

Syamsul juga menjelaskan bahwa pengendalian populasi anjing dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek kesejahteran hewan dan standar teknis pengendalian, ketersediaan sarana/prasarana yang ada, dan dukungan sumberdaya. Lebih lanjut Syamsul menegaskan bahwa pada prinsipnya pengendalian penyakit rabies memerlukan kerjasama secara terpadu lintas sektor dengan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dengan menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat untuk melaporkan ke Dinas Kesehatan/Puskesmas setiap ada kasus gigitan HPR. “Pemerintah bersama masyarakat harus terus berupaya mengantisipasi menyebarnya penyakit rabies di Provinsi Nusa Tenggara Barat agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat dan meraih kembali predikat sebagai wilayah yang bebas rabies,” imbaunya.

Adapun Arif Wicaksono, dari Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen PKH menjelaskan bahwa dalam pemberantasan rabies diperlukan estimasi populasi berbasis desa, dan pelaksanaan vaksinasi massal yang difokuskan di wilayah kasus/risiko tinggi pada semua anjing. Sedangkan kegiatan sosialisasi rabies perlu dilakukan secara lebih massif kepada masyarakat, khususnya mengenai bahaya rabies dan pentingnya vaksinasi. Lebih lanjut Arif menambahkan bahwa dalam mendukung pemberantasan rabies di Pulau Sumbawa, Kementan telah memberikan 10.000 dosis vaksin rabies, 8000 kalung anjing, alat-alat peraga dan materi untuk sosialisasi kepada masyarakat, serta pelaksanaan sosialisasi rabies untuk masyarakat umum dan anak sekolah.

Senada dengan Syamsul, Siti Ganefa yang mewakili Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa penanganan rabies harus dilakukan dengan pendekaan One Health dimana Pemerintah Daerah memegang peran sentral dalam penyelesaian persoalan kesehatan masyarakat. “Pada prinsipnya pengendalian penyakit rabies memerlukan kerjasama secara terpadu lintas sektor dengan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, misalnya dengan melaporkan setiap ada kasus gigitan Puskesmas setempat,”pungkasnya.