Jika UMKM Dilibatkan Pertumbuhan Ekonomi Bisa Sentuh 6-7 %

Loading

JAKARTA (IndependensI.com)  – Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan, sejatinya pertumbuhan ekonomi dalam rentang 6-7 %  yang ditargetkan oleh Presiden Joko Widodo bisa saja didapat apabila usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dilibatkan untuk mendorong investasi dan lapangan kerja.

Arif menjelaskan, saat ini UMKM memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 60% serta serapan tenaga kerja sebanyak 99,9%. Angka tersebut lebih besar dibandingkan kontribusi perusahaan besar. “Dari sini dapat dilihat bahwa UMKM merupakan pelaku terbesar dalam kegiatan ekonomi kita. Jika UMKM dapat meningkatkan skala usahanya dapat dibayangkan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian kita,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (23/7/2019).

Lebih lanjut Arif menjelaskan peningkatan skala usaha UMKM tidak hanya sebatas peningkatan omzet akan tetapi juga harus didorong agar berorientasi ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri yang selama ini masih disuplai dari impor. “Dengan begitu UMKM tidak hanya menjadi roda perekonomian tapi juga dapat memberikan nilai tambah sebagai penghasil devisa,” ucap Arif.

Dengan semakin besarnya skala usaha UMKM, kata Arief, akan berdampak pada penciptaan lapangan pekerjaan. Kendati demikian, penciptaan lapangan pekerjaan di sektor ini perlu disempurnakan agar sama berdayanya dengan para pekerja di perusahaan besar.

“Untuk bisa mewujudkan kondisi ini, UMKM harus diberi ruang. Apa yang sekiranya cocok untuk digarap oleh UMKM, perusahaan besar tidak boleh menguasainya, perusahaan besar didorong untuk berlaga di skala internasional,” jelasnya.

Ia mencontohkan Jepang yang mendorong kontribusi UMKM terhadap perekonomian negara. Hasilnya, kontribusi sektor UMKM mencapai 50% terhadap PDB nasional dan 54% terhadap ekspor nasional.

Lebih lanjut Arif menjelaskan untuk mendorong UMKM menjadi tulang punggung perekonomian nasional dibutuhkan strategi pengembangan industri sesuai karakteristik masing-masing daerah atau regional growth strategy. Hal ini disebabkan persebaran UMKM masih lebih banyak di daerah dibandingkan kota-kota besar.

“Kebijakan tersebut akan mempertimbangkan bahwa setiap daerah memiliki kearifan yang berbeda-beda, baik dari segi potensi ekonomi, sosial, hingga kebudayaan dan itu semua harus disusun dalam rangka mendorong kenaikan kelas UMKM,” katanya.

Salah satu kebijakan dalam regional growth strategy (RGS), sambungnya, yakni dengan mendorong ekspor. Beberapa daerah di Indonesia memiliki potensi komoditas ekspor yang belum terkelola dengan baik dan mayoritas di ekspor dalam bentuk mentah.

“Indonesia sangat kaya dengan hasil alamnya, begitu pun dengan komoditas. Pertumbuhan ekonomi provinsi di Indonesia bisa meningkat apabila kebijakan yang disusun sesuai dengan potensi yang dimilikinya,” ucap Arif.

Dari beberapa kajian yang dilakukan oleh KEIN ditemukan komoditas yang memiliki potensi besar untuk diekspor. Di Aceh, komoditas unggulannya yakni kopi, teh rempah, bahan kimia anorganik, dan bahan bakar mineral. Masing-masing komoditas tersebut memberikan pangsa terhadap ekspor wilayah sebesar 44,5%, 23,4%, dan 16,7%.

Kemudian, di Kalimantan Tengah, bahan bakar mineral, lemak dan minyak nabati, dan karet serta barang dari karet menjadi komoditas yang memiliki potensi besar untuk diekspor. Adapun kontribusi terhadap ekspor wilayah masing-masing sebesar 56,59%, 16,45%, dan 10,49%.

Sementara itu di Papua, komoditas yang dapat didorong ekspornya yakni bijih tembaga dan konsentrat serta kayu dan barang dari kayu dengan pangsa terhadap ekspor wilayah masing-masing sebesar 93,25% dan 4,95%. “Jadi bisa dilihat apa saja yang menjadi komoditas unggulan di masing-masing daerah dan itu dapat dikembangkan oleh UMKM dan harus didukung oleh pemerintah,” tuturnya. (dan)