PEKANBARU (Independensi.com) – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) menyesalkan tanggapan miring sejumlah pihak terhadap keinginan LAMR agar ikut mengelola ladang minyak Blok Rokan di Riau. LAMR tidak akan ikut berbisnis karena merupakan lembaga adat, namun bisa membentuk Badan Usaha Milik Adat (BUMA), sama halnya dengan pemerintah yang membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Hal itu disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (Ketum DPH) Lembaga Adat Melayu Riau Datuk Seri Syahril Abubakar lewat rilis yang diterima Independensi.com Kamis (7/11/2019) pagi.
Menurut Datuk Seri Syahril Abubakar, jika pemerintah mempercayai, segala sesuatunya sudah di siapkan LAMR, mulai dari finansial, tekhnologi dan sumber daya manusia. Semuanya sudah di siapkan baru kita melangkah dan Badan Usaha Milik Adat (BUMA) punya tawaran untuk itu, bukan belum apa-apa sudah dijegal. LAMR tidak pernah menghalangi Pemprov Riau untuk mendapatkan participant interet (PI) 10 persen, kita tidak berniat bersaing, namun yang dikejar adalah peluang bisnis to bisnis dalam rentang 39 persen.
Silahkan hidupkan lampu tuan-tuan, namun jangan matikan lampu orang lain. Jika benar-benar tokoh Melayu mendukung orang Melayu untuk maju, silakan bawa perusahaan tuan-tuan, kita siap bersaing secara fair. Sebagai lembaga adat, LAMR tidak bisa hanya berkutat pada tepuk tepung tawar, pernikahan, dan gelar. Tapi adat berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Makanya ada hak adat, hukum adat, hutan-tanah adat. “Keinginan mengelola Blok Rokan itu merupakan wujud LAMR membela hak adat,” kata Syahril.
Lebih lanjut Datuk Seri Syahril Abubakar mencontohkan, sebagian besar lokasi Blok Rokan berhubungan dengan hutan-tanah adat. Selama ini, status tersebut tidak diperhatikan, sehingga pengelolaan Blok Rokan sebelumnya kurang membawa dampak positif bagi masyarakat adat. LAMR tak mau hal itu terulang lagi, sehingga LAMR harus memperjuangkannya dengan segala daya, termasuk perundingan di jalan.
Datuk Seri Syahril menjelaskan, pada periode pertama, Presiden Joko Widodo, memisahkan antara tanah negara dengan tanah adat. Ini antara lain yang menyebabkan LAMR memberi gelar kepadanya sebagai Datuk Seri Setia Amanah Negara.
Berkaitan dengan Blok Rokan, LAMR telah memperjuangkannya sejak Agustus 2018. Wakil Menteri ESDM, Arcanda Tahar, menyambut baik keinginan LAMR itu dalam pertemuan 14 Agustus 2018. Ini ditegaskan pula oleh Presiden Joko Widodo saat menerima gelar LAMR 15 Desember 2018.
Terbaru dalam rapat dengan Kemenko Maritim, 3 Oktober 2019, LAMR dinilai wajar menginginkan pengelolaan Blok Rokan. SKK Migas malah menilai biasa kalau perusahaan bermitra untuk ini.
“Penyelenggara negara di Jakarta, tak ada masalah dengan keinginan LAMR, tapi ngapolah sejumlah orang di Riau mengade-ngade,” tandas Datuk Seri Syahril dalam dialek Riau pesisir.
Sebagaimana diketahui, Gubernur Riau saat dijabat Arsyadjuliandi Rachman, dukungan agar LAMR turut serta mengelola ladang minyak Blok Rokan sudah disampaikan. Bahkan dalam pertemuan yang digelar pada hari Rabu (1/8/2018) antara pengurus LAMR dengan Gubernur Riau, saat itu Gubri menyatakan siap berdampingan dengan LAMR untuk memperjuangkan pengelolaan blok migas terbesar di Indonesia itu.
Dalam pertemuan yang digelar di Balai Adat Melayu Riau itu, hadir Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAM Riau Datuk Seri H. Al Azhar dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar. Turut hadir Ketua MKA LAMR H Raja Marjohan Yusuf, Sekretaris Umum MKA LAMR Taufik Ikram Jamil, Sekretaris Umum DPH LAMR M. Nasir Penyalai, Bendahara Umum Isharuddin, anggota MKA LAMR Tengku Lukman Jaafar, Makmur Hendrik, H. Syamsurizal, HM. Ali Noer, dan pengurus LAMR lainnya. (Maurit Simanungkalit)