Gedung KPK

Sudah Selesai dengan Dirinya

Loading

Independensi.com – Menunggu sampai dilantiknya Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru sekaligus dengan Dewan Pengawas, Desember bulan depan, rasanya lama bangat, pada hal tinggal satu bulan saja. Penantian yang menjemukan itu sebagai akibat kontroversi dari UU KPK hasil revisi DPR tanpa melibatkan pihak yang merasa diri berkewajiban terlibat dalam pembahasannya.

Selain itu, hak inisiatif atas RUU tersebut tergolong super cepat diujung masa bakti DPR periode 2014-2019, ada dugaan ditutup-tutupi dewan dan ‘diamini’ Presiden Joko Widodo sehingga dianggap ikut melemahkan KPK sehingga melanggar janjinya.

Pelemahan KPK itu bisa saja kalau dibandingkan dengan UU lama, sebab dulu KPK seenaknya menyadap lalu meng OTT, tanpa ada yang mengawasi. Dulu KPK sebagai lembaga independen akan menjadi bagian dari instansi pemerintah, demikian juga Wadah Pegawai yang selama ini seolah-olah bukan aparat sipil nasional (ASN). Sebelumnya KPK tidak boleh mengeluarkan SP-3, ke depan diberikan kelonggaran bagi tersangka yang tidak cukup bukti.

Apakah benar KPK akan lemah dengan UU hasil revisi itu, bisa saja tergantung pada pelaksana dari UU nya. Hanya menjadi ganjalan adalah kritik dan “menuduh” seolah-olah Presiden turut serta melemahkan KPK, sebagai suatu tidak yang kurang masuk akal, sebab Presidenlah pemangku kepentingan paling besar dan berat sesuai janjinya di negara ini. Apalagi setelah Presiden tidak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) KPK.

Sebagaimana dikemukakan Menkopolhukam Prof. Mahfud MD, Presiden bukannya tidak mau mengeluarkan Perpu, tetapi karena ada yang menggugat UU tersebut di Mahkamah Konstitusi, maka tidak santun kalau Presiden menimpalinya dengan Perpu.

Berbarengan dengan proses persidangan di MK, sesuai dengan UU KPK, Presiden akan menunjuk dan mengangkat anggota Dewan Pengawas sebanyak lima orang.

Pertanyaannya, siapakah yang cocok menjadi anggota Dewan Pengawas tersebut? Bagi seorang Jokowi, rasanya tidak susah memilih orang-orang itu, kita saja yang tidak sabar menunggu untuk secepatnya melihat apakah KPK nantinya dilemahkan atau sebaliknya bertambah kuat? Tetapi mudah-mudahan KPK itu tidak menjadi momok, sehingga perlu dijinakkan. Berbagai kepentingan mewarnai pembentukan Dewan Pengawas tersebut, apakah sebagai “penjinak” singa? atau “pemelihara” macan?

Tidak bisa kepentingan semua pihak bisa terlayani, tetapi yang jelas bahwa KPK harus lebih baik dari yang lalu-lalu dalam pemberantasan korupsi serta mengembalikan kerugian keuangan negara yang dikorup para koruptor.

Sebaiknya KPK itu biasa saja seperti sediakala melakukan penindakan dan pencegahan, sebab pengawasan sudah ada Irjen, BPKP dan BPK. Membatasi KPK terhadap penindakan dengan memperbesar porsi ke pencegahan akan tumpang tindih dengan institusi pengasawan melekat (Waskat-Orde Baru). Dari semula pembentukan KPK adalah karena penegakan hukum belum efektif dan efisien maka diperlukan institusi baru yaitu KPK.

Bagi para penyelenggara, KPK jangan digadang-gadang sesuai dengan keinginan kelompok atau golongan apalagi tegas ke “lawan” dan “tumpul” teman, jangan pilih bulu, pilih kasih, pilih tebang dan tebang pilih seperti dugaan selama ini.

Untuk itulah perlunya Dewan Pengawas, dan orang-orangnya harus tokoh yang benar-benar memiliki integritas yang tinggi etika dan moral dalam segala hal. Dalam bahasa populer belakangan ini anggota Dewan Pengawas KPK itu seyogyanya orang-orang yang telah selesai dengan dirinya.

Bagaimana menjabarkan orang yang telah selesai dengan dirinya memang tidak gampang, salah satu barangkali ukurannya adalah berani mengatakan ya di atas ya dan tidak di atas tidak, perbuatan sesuai dengan ucapan, artinya bertindak apa adanya, bukan karena perintah, balas budi apalagi transaksional.

Tidak ada yang meragukan Prof. Safi’i Maarif, Prof. J.E. Sahetapi, Prof. Romly Asmasasmita, Prof. Dr. Artidjo Alkostar, Busro Muqqoddas dan Tumpak Hatorangan Panggabean dan Taufiqurracman Ruqi dan lain-lain. Presiden Jokowi sendiri pasti segan menitipkan “sesuatu”, kepada mereka.

Perlunya Dewan Pengawas mungkin akibat pergeseran kiprah KPK dari maksud dan tujuan pembentukannya. Melemah tidaknya KPK juga tergantung kepada pimpinan dan karyawannya. Komentar publik tidak bisa diabaikan atas adanya “pesta selamatan” komisioner terpilih walau belum dilantik. Selamat bekerja Pimpinan KPK yang baru serta Dewan Pengawas tumpuan harapan penegakan etika dan moral KPK. (Bch)