Calon penumpang yang batal terbamg oleh maskapai tidak dikembalikan uangnya tapi diganti dengan voucer

Batal Terbang Diganti Voucer itu Pelanggaran

Loading

JAKARTA (Independensi.com) Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadie mgecam tindakan dan kebijakan tidak fair yang dilakukan oleh maskapai penerbangan yang menggantikan uang tiket calon penumpang yang membatalkan perjalanan karena pandemi Covid 19 dengan voucer.

“Ini melanggar regulasi khususnya UU Perlindungan Konsumen. Refund harus dalam wujud uang, bukan voucher. Kalau maskapai dalam kesulitan finansial, ya bisa saja ditangguhkan, yang penting dilembalikam dalam wujud uang, bukan voucer. Apalagi dengan batas waktu penggunaan voucernya,” kata Tulus.

Keluhan banyak disampaikan masyarakat yang membatalkan perjalanan karena pandemi Covis 19 ini karena uangnya tidak bisa ditarik kembali. Maskapai menggantikan dengan voucer yang dipakai untuk penerbangan berikutnya ke tujuan yang berbeda.

Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) memaparkan, sekarang ini lebih banyak maskapai yang berhutang kepada travel agent dan pelanggannya.

Sekjen DPP Astindo Pauline Suharno menyampaikan kondisi ini selain mengganggu cashflow travel agent, juga membahayakan bagi konsumen.Client korporasi/pemerintah yang memiliki tempo kredit dengan travel agent umumnya enggan membayar tiket pesawat yang di-refund, sedangkan travel agent harus memproses refund kepada maskapai yang memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.

Diakui oleh Pauline, seluruh maskapai saat ini mengalami kesulitan likuiditas akibat minimnya angka penjualan dan masih terbebani dengan biaya operasional (gaji karyawan, sewa parkir pesawat, maintenance pesawat, dan sebagainya).

Sehingga maskapai memutuskan untuk melakukan pengembalian tiket dengan menggunakan voucher refund (maskapai internasional) atau top up deposit (maskapai domestik)”.

“Penggunaan voucher refund membantu maskapai untuk menghemat cash yang harus dikeluarkan. Konsumen diharuskan untuk menunda perjalanan dan tidak membatalkan perjalanan. Namun konsumen bisa saja mengalami masalah dengan usahanya akibat Covid19, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan di kemudian hari,” jelas Pauline.

Konsumen yang merencanakan bepergian untuk keperluan dinas mungkin saja sudah tidak lagi bekerja di perusahaan yang sama atau bisa jadi kegiatan yang akan mereka lakukan akan diadakan di kota lain di mana tidak ada penerbangan dengan maskapai tersebut.

Top up deposit mengendap di rekening bank maskapai dan tidak dapat diuangkan oleh travel agent. “Astindo sudah menyurati maskapai penerbangan domestik terkait (Sriwijaya, Lion Air, Air Asia, Citilink, Garuda) dan tidak mendapat jawaban positif terkait permohonan travel agent agar dana tersebut ditransfer ke rekening travel agent,” kata Pauline.

Bagaimana jika maskapai tidak sanggup bertahan menghadapi gempuran kesulitan selama pandemic Covid19? Apakah ada jaminan bagi pemegang voucher refund, maupun bagi pengusaha travel agent, uang tiket akan dikembalikan utuh,” tanya Pauline.

Pauline menggambarkan kondisi yang terjadi sebelumya di beberapa maskapai termasuk maskapai penerbangan domestik (Linus Air, Batavia Air, Adam Air) ketika mereka berhenti beroperasi, seluruh dana refund konsumen dan top up deposit tidak dikembalikan kepada yang berhak (konsumen & travel agent). Puluhan milyar uang milik konsumen dan travel agent dianggap bagian dari asset mereka karena mengendap di rekening bank mereka.

“Sangat disayangkan, baik konsumen maupun travel agent menjadi yang paling dirugikan dalam hal ini, maskapai penerbangan beroperasi bermodalkan uang milik konsumen dan travel agent,” sindirnya.

“Untuk itu Astindo meminta perhatian kepada seluruh maskapai agar mengembalikan refund tiket berbentuk dana yang ditransfer ke rekening customer/travel agent, bukan mengembalikannya dalam bentuk voucher ataupun deposit, karena dalam kondisi saat ini seluruh industri khususnya dalam hal ini adalah travel agent pun sangat membutuhkan dana tunai” tambah Pauline. (hpr)