BEKASI (IndependensI.com)- Kehilangan atau kebocoran air dalam proses produksi dan pendistribusian setiap Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) pada umumnya, menjadi kendala utama. Banyak penyebab terjadinya kebocoran, baik administrasi dan secara teknis.
Misalnya jaringan pipa yang sudah terlalu tua dan di atas usia teknis, akurasi water meter yang kurang baik, penyebab utama kehilangan air. Ada juga sambungan liar atau pencurian air oleh oknum masyarakat.
Saat ini, angka kehilangan air di PDAM Tirta Bhagasasi Bekasi, masih diatas 27 persen. Sedang batas toleransi kehilangan air dari Kemenpupr 20 persen. Maka, untuk menguranginya, perlu langkah-langkah konkrit, namun butuh biaya besar.
Maka, pada tahun 2020 ini, cara pengurangan kehilangan air, dilakukan melalui inovasi kerjasama dengan Badan Usaha Swasta (BUS) dengan pola Kerjasama Berbasis Kinerja (KBK). Itu yang kita lakukan dalam memperkecil kehilangan air, ujar Ditektur Utama PDAM Tirta Bhagasasi Bekasi, Usep Rahman Salim kepada Independensi.com, belum lama ini.
“Kehilangan air, seperti pada umumnya terjadi di PDAM se Indonesia, dan menjadi pekerjaan rumah yang sulit diatasi sampai saat ini. Maka, perlu solusi yang tepat dan efisien”, ujar Usep.
Kehilangan air itu dibagi tiga. Satu, teknik. Dua non teknik, dan ke tiga administrasi. Penyumbang terbesar kebocoran air, pertama adalah dari alat ukur atau water meter (WM) yang tidak berfungsi dengan baik. Kedua, kebocoran fisik. Ketiga, kebocoran yang bisa dipertanggungjawabkan, dan kebocoran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Untuk kebocoran administrasi yaitu terbesar adalah dari pembacaan meter. Jadi kebocoran fisik ada di jaringan karena jaringan yang ada saat ini, umur tekisnya sudah terlalu tua. Karena kebutuhan masyarakat akan air terus bertambah sebanding jumlah penduduk dan konsumen yang terus bertambah, sehingga jaringan tidak kuat menahan tekanan air, dan akhirnya banyak yang bocor, tambahnya.
“Penurunan kebocoran atau kehilangan air itu, mudah diucapkan, tapi sulit dilaksanakan, karena memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang besar,” jelas Usep Rahman Salim.
Karena itu harus dilakukan penggatian atau pembaharuan pipa-pipa mulai dari pipa Jaringan Distribusi Utama (JDU), Jaringan Distribusi Bagi (JDB) atau distribusi, dan juga pipa retikulasi. Itu harus diganti baru.
Karena kemampuan perusahaan tidak signifikan karena biaya mahal, maka saat ini kami melakukan kerjasama kinerja dengan pihak ketiga/badan usaha swasta. Pola kerjasama itu, nanti kita bagi hasil dalam rangka penurunan kebocoran dengan pendapatan. Kerjasama badan usaha ini, dibolehkan sesuai aturan yang berlaku.
Dalam kerjasama kinerja itu biayanya sepenuhnya dibiayai pihak ketiga. Dan hasil dari penurunan kebocoran itu, kita kembalikan investasinya mereka, dan diawali dengan 80:20. Artinya 80 persen dari hasil penurunan kebocoran itu untuk pihak ketiga, dan 20 persen untuk PDAM.
Dalam kerjasama ini, PDAM sama sekali tidak mengeluarkan biaya untuk perbaikan kebocoran yang terjadi di lapangan. Biayanya sepenuhnya pihak ketiga. Jadi, PDAM tidak mengeluarkan rupiah sedikitpun.
Pelaksanaan penanganan kebocoran di lapangan menggunakan teknologi dari Korea dan pertama di Indonesia. Targetnya kebocoran 20 persen bahkan kurang dari 20 persen. Pelaksannya baru di PDAM Cabang Babelan yang saat ini pelanggannya 33.000 sambungan langganan (sl), tambah Usep.
Di PDAM Tirta Bhagasasi jumlah pelanggan sekitar 250.000 sl yang aktif yang dilayani 12 kantor cabang dan 11 kantor cabang pembantu. Dalam perencanaan bisnis 2018 -2023, kehilangan air ditargetkan 21,6 persen pada 2023. (jonder sihotang)