Ketua Indonesia Police Wacth, Neta S Pane

Kasus Helikopter Firli, IPW Minta Dewas KPK Bersikap Promoter

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Dewan Pengawas (Dewas) KPK perlu mewaspadai kelompok Taliban and The Gang dalam kasus helikopter Firli. Sebab Indonesian Police Watch (IPW) melihat kelompok Taliban and The Gang selalu berusaha mempolitisasi kasus dalam rangka menjadikan KPK sebagai alat politik dan mengkriminalisasi lawan lawan politiknya, dengan politik tebang pilih dalam pemberantasan korupsi.

Hal tersebut disampaikan Ketua IPW Neta S. Pane kepada para awak media, Rabu (26/8/2020).

Neta menilai, tampilnya Firli sebagai Ketua KPK membuat kelompok Taliban and The Geng merasa gerah karena pengaruh dan kepentingannya terganggu.

“Sehingga semua yang dilakukan Firli selalu dianggap salah dan mereka merasa benar sendiri. Target kelompok Taliban and The Geng adalah berusaha menyingkirkan Firli dari KPK secepat mungkin agar kekuasaan mereka di lembaga anti rasuah itu pulih kembali,” kata pria kelahiran Medan, 56 tahun lalu itu.

Untuk itu Neta berharap, berharap Dewas KPK bersikap Promoter (Profesional, Modern, dan Terpercaya) dalam menangani kasus helikopter Firli.

“Ada dua poin yang perlu dilakukan Dewas KPK dalam menangani kasus Helikopter Firli itu. Pertama, jangan dengarkan suara suara kelompok Taliban and The Geng, terutama mantan pimpinan KPK yang “sudah digotong keluar lapangan”. Sebab saat menjabat mereka juga banyak masalah. Bahkan masalah hukumnya masih mengambang hingga kini,” sebutnya.

Kedua, lanjut Neta, Dewas KPK perlu memanggil perusahaan penyewa helikopter tersebut untuk didengar penjelasannya.

“Sebab informasi yang didapat IPW, helikopter itu adalah ‘angkot terbang’ alias air taksi, dengan trayek Palembang-Bengkulu. Siapa pun bisa menyewanya, misalnya dari Palembang ke Kayu Agung, lalu penyewa lain minta di antar ke Batu Raja, dan penumpang lain minta di antar ke Bengkulu,” tuturnya.

Neta mengungkapkan, biaya penerbangan per jam Rp30 juta.

“Artinya, dengan dipanggilnya perusahaan penyewa helikopter itu Dewas KPK akan mendapat penjelasan yang riil dan bukan isu atau manuver politik,” jelas Neta.

Neta menyarankan, Dewas KPK seharusnya mengabaikan opini yang dibangun kelompok Taliban and The Geng mengenai naik helikopter adalah sebuah kemewahan.

“Sebab apa yang dilakukan Firli sebagai Ketua KPK bukanlah sebuah kemewahan, melainkan karena faktor efisiensi waktu dan faktor keamanan,” tegasnya.

Neta menjelaskan, jika Firli menggunakan jalan darat selama empat jam tentu tidak efektif waktunya, selain itu keamanan dirinya sebagai Ketua KPK juga berpotensi bermasalah.

“Jika Dewas KPK berpola pikir Promoter tentu tidak ada yang salah dan tidak ada masalah Firli menggunakan helikopter untuk pulang ke kampung halamannya dan berziarah ke makam orang tuanya,” ujarnya.

Apalagi, tambah Neta, biaya tersebut ditanggung sendiri dan Firli tidak setiap bulan pulang kampung dengan menggunakan helikopter.

“Sebab itu Dewan KPK dan masyarakat luas tidak perlu mendengarkan ocehan kelompok Taliban and The Geng yang selalu mencari cari kesalahan Firli dan selalu memojokkan ketua lembaga anti rasuah tersebut,” pungkasnya. (Ronald)