Korban kebiadaban teroris Mujahidin Indonesia Timur

Dayak dan Flores Kecam Aksi Terorisme di Sulteng

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Sekretaris Jenderal Dayak International Organization (DIO) Dr Yulius Yohanes, M.Si, dan Ketua Presidium Kongres Rakyat Flores, Petrus Selestinus, SH, mengecam keras aksi terorisme jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) menewaskan 4 orang dalam satu keluarga di Dusun Lewonu, Desa Lembon Tongoa, Kabaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, Jumat pagi, 27 Nopember 2020.

“Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia, harus mampu menciptakan rasa keamanan dan ketertiban masyarakat dengan menumpas tuntas aksi terorisme di Indonesia,” kata Yulius Yohanes dan Petrus Selestinus, Minggu, 29 Nopember 2020.

Yulius Yohanes, mengatakan, situasi politik terakhir di Indonesia, tidak bisa dilepaskan kolerasi satu dengan yang lainnya. Ketika mendarat di Jakarta, Selasa, 10 Nopember 2020, setelah 3,5 tahun dalam pelariannya di Arab Saudi, seorang pentolan Front Pembela Islam (FPI), Mohammad Rizieq Shihab (MRS) menebar ancaman penggal kepala aparat pertahanan negara dan aparat keamanan negara, serta berbagai bentuk ujaran kebencian terhadap institusi negara, maka muncul insiden pembunuhan 1 keluarga di Sulawesi Tengah.

“Ini membuktikan radikalisme selalu ada hubungannya dengan terorisme di Indonesia. Paham radikal kemudian selalu berakhir dengan aksi terorisme, apabila tidak diantisipasi sesegera mungkin. Negara harus hadir di dalam menumbuhkan rasa aman bagi masyarakat. Pemerintah, TNI dan Polri, harus segera menghentikan aksi radikalisme di Indonesia,” kata Yulius Yohanes.

Petrus Selestinus, mengatakan, aksi radikalisme memang ada hubugannya dengan terorisme. Ini jelas aksi tindak pidana terorisme terkait radikalisme dan intoleransi atas dasar “sara”, karena satu keluarga yang dibunuh dan 6 rumah warga berikut satu tempat ibadah dibakar, berasal dari umat berbeda agama, diduga dilakukan oleh kelompok radikal Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso, sisa-sisa kelompok Santoso yang belum berhasil ditumpas dan bermukim di tengah hutan selama ini.

Menurut Petrus Selestinus, negara harus mampu dan segera pulihkan trauma masyarakat, terutama rasa aman bagi masyarakat warga di Dusun Lewonu, Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, agar konflik-konflik horizontal yang pernah terjadi pada masa lampau seperti peristiwa kerusuhan Poso I dan Poso II pada tahun 1999 dan 2002, tidak lagi terjadi dan berkembang di Kabupaten tetangga di Provinsi Sulawesi Tengah atau tempat lain.

Dikatakan Petrus Selestinus, kebijakan dan Keputusan politik negara, seharusnya memberi wewenang penuh kepada Polri dan TNI harus mampu memberikan jaminan rasa aman bagi warga setempat, menjamin tidak akan terulang dan tidak meluas aksi terorisme ini dan sekaligus menangkap dan memproses hukum kelompok pelaku yang membunuh secara sadis, warga Desa Lemban Tongoa yang tidak bersalah.

Peristiwa ini membuka lagi memori publik tentang konflik neraka Poso I, Poso II dan Poso III pada tahun 1998 dan 2000, sebagai konflik horizontal dan komunal atas dasar “sara” di Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Oleh karena itu Pemerintah jangan bersikap setengah hati ketika hendak menghadapi aksi terorisme sebagai Tindak Pidana di wilayah manapun di Indonesia.

Peristiwa pembunuhan biadab atas dasar “sara” di tengah umat beragama manapun di Indonesia, pertanda bahwa aksi terorisme yang berakar pada Radikalisme dan Intoleransi selama puluhan tahun di Indonesia, belum berhasil ditumpas, negara masih setengah hati bertindak, padahal tugas negara adalah melindungi seluruh warga negara dan seluruh tumpah darah Indonesia sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945.

Diungkapkan Petrus Selestinus, Kongres Rakyat Flores, meminta Polri jangan biarkan peristiwa biadab di Desa Lemban Tongoa, menjadi cikal bakal atau babak baru lahirnya konflik horizontal atau membangunkan sel-sel konflik komunal horizontal.Poso yang pernah terjadi yang disebut konflik neraka di Poso ikut beraksi, mengingat Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso bertetangga dekat, hanya (25 kilometer).

Kongres Rakyat Flores (KRF), mendesak agar Polri mengusut tuntas peristiwa biadab berupa pembunuhan dan bakar rumah di Lemban Tongoa, Kabupaten Sigi melalui suatu penyelidikan “due proses of law” apakah peristiwa biadab ini terkoneksi dengan ceramah Rizieq Shihab beberapa hari lalu tentang ancaman penggal kepala di jalanan bagi siapa saja yang menghina Islam, Ulama dan Nabi.

Menurut Petrus Selstinus, peristiwa pembunuhan biadab atas dasar “sara” di tengah umat beragama manapun di Indonesia, pertanda bahwa Negara masih gagal bahkan setengah hati menumpas basis terorisme yang berakar pada radikalisme dan Intoleransi selama puluhan tahun, padahal tugas negara adalah melindungi seluruh warga negara dan seluruh tumpah darah Indonesia sesuai amanat Undang-UndangaDasar 1945. (Aju)