Petrus Salestinus

FPI Terstigma Eksklusif dan Intolerans

Loading

JAKARTA (Independensi.com)  – Presidisum Kongres Rakyat Flores, Petrus Selestinus, mengatakan, Front Pembela Islam (FPI) merupakan Organisasi Massa (Ormas) yang terlanjut terstigma memiliki karakter eksklusif dan intoleran.

“FPI selalu berbeda sikap dan selalu berada pada posisi berbeda atau berseberangan dengan Pemerintah terutama ketika berhadapan dengan persoalan Penegakan Hukum dan Penegak Hukumnya sendiri,” kata Petrus Selestinus, Kamis, 10 Desember 2020.

Bahkan FPI bisa tidak segan-segan melakukan tindakan anarkis, termasuk melakukan tindakan-tindakan yang menjadi wewenang Penegak Hukum seperti sweeping, penggeledahan, penutupan Cafe, Restoran bahkan Gereja sekalipun, dengan tafsir bebas terhadap ketentuan pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

“Pola tingkah laku atau katakter personal FPI adalah bersikap intoleran, radikal dan over konfidensial, sehingga merasa diri paling benar sendiri. Inilah yang berbahaya jika dari waktu ke waktu jumlahnya makin besar dan berpotensi menjadi sebuah kekuatan anarkis yang sulit dibendung dengan cara yang biasa,” ungkap Petrus Selestinus.

Dikatakan Petrus Selestinus, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 dan kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017, sebagai payung hukum pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) karena ingin mengganti ideologi Pancasila menjadi khilafah, di dalamnya pengatur larangan dan ancaman pidana penjara bagi anggota Ormas yang melakukan tindakan yang menjadi wewenang Penegak Hukum.

Larangan di dalam Undang-Undang Ormas, dianggap angin lalu disebabkan oleh beberapa faktor; pertama karakter intoleran telah terbentuk; kedua, karena ancaman pidana di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017, tergolong ringan yaitu hanya maksimum 1 (satu) tahun penjara; dan ketiga, karena faktor sikap gamang dari aparat Penegak Hukum.

Padahal dampak dari tindakan FPI yang menjadi wewenang Penegak Hukum seperti, sweeping, persekusi, menyegel Restoran/Gereja dan perilaku intoleran lainnya, sangat luas bahkan sampai ada Cafe atau Restoran, tempat ibadah yang tidak berani buka (tutup selamanya) karena takut/trauma, belum lagi kerugian materiil diderita pemilik Cafe/Restoran dan pihak lainnya.

“Pemerintah dan Polri selama ini terkesan membiarkan atau melihara Ormas FPI dengan aktivitas anarkisnya, sehingga tumbuh kebanggan di dalam diri anggota FPI sebagai ormas yang kebal hukum dan bisa melakukan apa saja, polisi sering diolok-olok dan dilawan, ketika bertugas atau berhadapan dengan FPI di lapangan,” ujar Petrus Selestinus.

Karena itu, tugas membina ormas tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi sudah saatnya mesyarakat ikut ambil bagian dalam membina anggota ormas-ormas Intoleran, dengan cara masing-masing.

Menurut Petrus Selestinus, ajaklah anggota FPI menjadi Ormas Inklusif dan bersifat organik dalam ikatan kohesi sosial yang kuat, dengan mematuhi norma, standar, prosedure dan kriteria yang berlaku.

Untuk memastikan bahwa FPI berada pada jalur yang benar dan legal konstitusional, maka harus menjadi Ormas Pemuda yang inklusif, bersifat organik dan mau diarahkan untuk bersinergi dengan Ormas Pemuda lainnya (Banser, Ansor, Pemuda, HMI dan lain-lain), guna melahirkan karya-karya besar di atas akhlak dan moral Pancasila.

“Atas dasar pertimbangan di atas, maka Kongres Rakyat Flores meminta kepada Mendagri, KNPI, ANSOR, Pemuda Muhamadyah dan komponen masyatakat lainnya, mengajak seluruh anggota ormas FPI untuk kembali ke jalan yang legal konstitusional dan inklusif,” kata Petrus Selestinus.(Aju)