MAKI Praperadilankan Kejari Serang Terkait Kasus Penjualan Aset Negara di Batok Bali

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kasus dugaan korupsi terkait penjualan aset negara berupa tanah seluas 8.200 meter di Kampung Batok Bali, Serang, Banten kembali dipersoalkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).

MAKI menginginkan pihak Kejaksaan Negeri Serang untuk kembali menyidik kasus tersebut. Karena diduga masih ada pihak lain terlibat dalam kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp2,3 miliar,

 “Untuk itu kami mengajukan praperadilan terhadap Kejaksaan Agung dan Kejari Serang melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Kamis (30/9).

Boyamin menyebutkan gugatan praperadilan dengan register perkara  Nomor : 93/Pid.Prap/2021/PN.Jkt.Sel tanggal 30 September 2021 diajukan karena Kejagung (Termohon I) dan Kejari Serang (Termohon II) dinilai telah menghentikan penyidikan kasus tersebut secara tidak sah dan melawan hukum.

“Terutama terkait dugaan keterlibatan HS selaku mantan Camat yang kini menjadi Walikota Serang dalam kasus penjualan aset negara tersebut,” tutur Boyamin.

Kasusnya berawal ketika pada tahun 2014 terjadi penjualan tanah milik Pemkot Serang seluas 8.200 meter di Kampung Batok Bali, Serang. Kejari Serang kemudian menyidik dan menetapkan dua orang sebagai tersangka yaitu M Faisal Hafiz mantan Lurah Serang dan Tb Syarif Mulia alias Mumu.

Keduanya kemudian diadili dan dihukum Pengadilan Tipikor Serang dengan terdakwa M Faisal dihukum 18 bulan penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan penjara berdasarkan putusan Nomor 17/Pid.Sus-TPK/2017/PN Srg.

Sedangkan terdakwa Syarif Mulia dihukum dua tahun enam bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider dua bulan penjara berdasarkan putusan Nomor 13/Pid.Sus-TPK/2018/PN Srg.

Dikatakan Boyamin dalam dakwaan jaksa penuntut umum dan putusan Pengadilan Tipikor Serang  disebutkan perbuatan keduanya dilakukan secara bersama-sama dengan HS yang saat itu sebagai camat.

“Karena itu seharusnya Kejari Serang menyidik secara serius dan profesional dugaan keterlibatan HS yang diduga juga menerima imbalan atas penjualan aset negara,” ungkapnya.

Namun, tutur Boyamin, dari tahun 2015 hingga kini Kejari Serang terkesan tidak serius menyidik dan menuntaskannya. Padahal, kata dia, Kejari Serang saat dijabat Supardi selaku Kajari pada 7 Desember 2020 sempat memberikan pernyataan melalui media massa bahwa pihaknya telah melakukan gelar perkara untuk menetapkan status HS di Kejaksaan Agung.

“Selanjutnya Kejari Serang menunggu hasil gelar perkara, kesimpulan dan arahan lanjutan dari Kejagung,” ucap Boyamin seraya menyebutkan berdasarkan pernyataan tersebut, Kejagung telah melakukan pembiaran dan tidak sungguh–sungguh menuntaskan kasus tersebut.

“Karena tidak memberikan arahan yang diminta Kejari Serang. Baik untuk menetapkan status tersangka kepada HS selaku camat dan PPAT pada saat itu. Atau setidaknya memerintahkan untuk memanggil serta melanjutkan proses penyidikan,” ucap Boyamin.

Oleh karena itu MAKI mengajukan praperadilan agar hakim dalam putusannya menyatakan para termohon telah menghentikan penyidikan kasus tersebut secara tidak sah dan melawan hukum.

“Kemudian memerintahkan Kejari Serang selaku termohon II melanjutkan proses hukum dengan melakukan pemanggilan dan melanjutkan penyidikan terhadap HS yang diduga terlibat kasus penjualan aset negara tersebut,” ucap Boyamin.(muj)