MAKI Desak Kejagung Tingkatkan ke Tahap Penyidikan Kasus Pembelian LNG Mozambik

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Agung untuk segera meningkatkan penanganan kasus dugaan korupsi terkait pembelian Liquefied Natural  Gas (LNG) dari Mozambik oleh PT Pertamina menjadi penyidikan dari penyelidikan.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengungkapkan berdasarkan informasi yang diterimanya, pihak Kejagung telah menyelidiki kasus tersebut setelah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan atau pulbaket.

“Karena itu MAKI mendesak Kejagung untuk segera meningkatkan ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangkanya jika telah terpenuhi unsur dugaan korupsi dan minimal dua alat bukti,” tutur Boyamin kepada Independensi.com, Minggu (3/10)

Boyamin mengungkapkan kasus tersebut sebagaimana pemberitaan media massa pada tahun 2013/2014 berawal ketika Pertamina telah melakukan Kontrak pembelian LNG dari Mozambik yang rencananya untuk kebutuhan dalam negeri.

Negosiasi kontrak diawali pada tahun 2013, di mana Pertamina dan Mozambique LNG1 Company Pte Ltd mulai melakukan pembicaraan terkait potensi suplai LNG. Kemudian, pada 8 Agustus 2014, kedua belah pihak menandatangani Head of Agreement( (HoA) dengan volume 1 MTPA selama 20 tahun dengan harga DES 13,5 persen JCC.

Dalam perjalanannya, tutur dia, hingga tahun 2019 kontrak pembelian LNG diduga telah merugikan Pertamina sekitar Rp2 trilun. “Karena harga pembelian lebih tinggi daripada harga penjualan alias tekor,” ujarnya.

Selain itu Pertamina diduga melakukan kesalahan dengan melakukan kontrak panjang selama 20 tahun dengan harga flat. “Sehingga ketika harga pasar turun namun pihak Pertamina tetap harus membeli dengan harga tinggi,” ucapnya.

Dugaan kesalahan lain dari Pertamia yaitu melakukan analisa kebutuhan dalam negeri seakan-akan akan membutuhkan LNG dalam jumlah besar. “Tapi ternyata persediaan dalam negeri mencukupi dan bahkan berlebih,” ujarnya.

Sehingga, tutur Boyamin, LNG dari Mozambik akhirnya dijual lagi di pasar internasional melalui anak perusahaan Pertamina (PT XYZ) dengan harga murah yang kemudian menimbulkan kerugian Pertamina.

“Meskipun merugi perdagangan LNG dari Mozambik namun Direksi PT XYZ diduga menerima pembayaran bonus produksi sekitar Rp. 200 Milyar. Sehingga atas pencairan bonus tersebut patut diduga telah merugikan Pertamina sebagai induk perusahaan,” ungkapnya.(muj)