(Istimewa)

Pendidikan Pengungsi Anak Perlu Penanganan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Perlindungan terhadap pengungsi anak dari luar negeri merupakan salah satu isu utama dalam problematika penanganan pengungsi di Indonesia. Pemahaman terhadap hak pengungsi anak di bidang Pendidikan, perlu dimiliki baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

Dalam upaya memahami dan menangani persoalan pengungsi anak, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Politik, menyelenggarakan Diskusi Terbatas berseri bertajuk “Pengelolaan Pendidikan bagi Pengungsi Anak di Indonesia” secara daring (Webinar). Kegiatan ini digelar dari bulan Oktober 2021 hingga Maret 2022 dengan tujuan pemetaan problematika, peluang, dan tantangan dalam memenuhi hak pendidikan pengungsi anak di Indonesia.

Webinar berseri ini merupakan kolaborasi enam lembaga, yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Pendidikan dan Ristek RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Yayasan Jesuit Refugee Service (JRS), International Organization for Migration Indonesia (IOM), dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

Dalam webinar pertama bertema “Manajemen Penanganan Pengungsi Anak di Indonesia” pada Senin (25/10/2022), Kepala Pusat Riset Politik BRIN, Firman Noor mengatakan, penekanan keterkaitan antara demokrasi dan HAM dengan adanya ruang untuk pengungsi anak luar negeri berpendidikan dan mendapatkan hak sipilnya, praktek ini berpengaruh pada posisi Indonesia di tingkat global yang lebih baik.

“Keterlibatan sebuah negara dalam pemenuhan kebutuhan pengungsi anak menandakan posisi yang baik di tingkat global. Merupakan satu keharusan bagi kita termasuk pemerintah dalam meringankan beban dan memenuhi kebutuhan pendidikan. Yang sekarang perlu kita perhatikan bersama adalah urgensi meningkatkan kebutuhan kontribusi Indonesia dalam bidang kemanusiaan dalam kebutuhan pendidikan pengungsi anak,” sebut Firman.

Sedangkan peneliti utama Pusat Riset Politik BRIN, Tri Nuke Pudjiastuti menekankan, pemenuhan hak-hak pengungsi anak, terutama dalam pendidikan tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 tentang pengesahan UNCRC, berkomitmen kuat menjamin pemenuhan hak anak non diskriminasi dan menjamin prinsip kepentingan terbaik bagi anak (best interest for children).

Namun demikian, pemenuhan hak pendidikan bagi pengungsi anak sebenarnya tidak hanya dapat dimaknai sebagai bentuk pemenuhan kewajiban hukum internasional sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak-hak anak di PBB.

Kendala Bahasa

Oky Derajat Rizky dari Direktorat Kerjasama Keimigrasian Ditjen Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI mengaku, pada prinsipnya Direktorat Jenderal Imigrasi setuju dengan pemberian kesempatan pengungsi anak sekolah untuk mengikuti pendidikan sesuai dengan jenjang masing-masing. Namun, tidak dipungkiri bahwa terdapat beberapa kendala dalam pemberian hak pendidikan pada pengungsi anak, di antaranya adalah keinginan pengungsi anak untuk belajar dan kendala bahasa.

”Terkadang anak-anak tidak memiliki keinginan untuk belajar dan juga tidak didorong oleh orang tua mereka. Kendala juga terdapat pada bahasa pengantar belajar-mengajar, baik dari pengungsi anak, maupun kurangnya guru yang dapat memberikan pelajaran dalam bahasa Inggris,” jelasnya.

Yuyun Wahyuningrum, perwakilan Indonesia untuk ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) mengatakan, pengungsi anak berhak mendapatkan seluruh hak yang terdapat di UNCRC, kecuali hak pilih. “CRC mengajak negara-negara yang meratifikasi perjanjian ini, termasuk Indonesia, untuk memenuhi hak anak yang tercantum di dalam CRC di luar statusnya sebagai pengungsi atau bukan,” ujar Yuyun.

Sebagai informasi, topik-topik strategis yang akan dibahas pada webinar berseri ini adalah Manajemen Penanganan Pengungsi Anak di Indonesia, Hak-Hak Sipil Pengungsi Anak, Studi Kasus Negara Thailand dan negara Asia Tenggara lainnya, Kebijakan dan Implementasi Penanganan Pendidikan Pengungsi Anak di Indonesia, Data Terintegrasi untuk Fasilitas NISN (Nomor Induk Siswa Nasional) Pengungsi Anak, dan Panduan Pendidikan Pengungsi Anak.