Kelompok Sarinah Desak Pengesahan RUU Perlindungan PRT

Loading

JAKARTA (Independensi)- Para Aktivis Rampak Sarinah berkebaya merah dan berkain Nusantara mengawal bendera pusaka yang dikeluarkan dari Monas, baru-baru ini.

Mereka bersama 200 perempuan berkebaya lainnya berjajar takzim mengikuti proses yang dimulai pada pukul 5 pagi hari di Monas pada 17 Agustus 2022.

Rampak Sarinah berbangga hati karena turut membuat sejarah yang baru pertama kali sepanjang 77 tahun Indonesia merdeka,yaknu mengawal bendera pusaka. Sehingga, Sarinah Dhini, Intan, Lucy, Wina dan Fathwin dengan gembira rela beberapa kali latihan berjam-jam mulai dini hari hingga menjelang dluhur di lapangan Monas secara langsung.

“Untuk pagi kemarin, kami sudah bangun sejak jam 3 pagi dan sudah di Monas tepat jam 5 pagi”, jelas Dhini.

Dhini mengaku senang karena para ibu dibolehkan menggunakan sepatu sport warna putih sehingga memudahkan mereka berdiri tenang selama 2 jam penuh selama prosesi berlangsung.

Beberapa hari sebelumnya (13/8/22), Institut Sarinah juga mengikuti Parade Kebaya di Sarinah Mall. Berbeda dari kelompok ibu yang lain, Institut Sarinah saat itu memilih kostum kebaya lurik yang sederhana ala perempuan petani.

“Kami ingin mengidentifikasi diri kami dengan Ibu Sarinah, yang berstatus PRT alias pekerja rumah tangga,” kata Eva Sundari – Ketua Institut Sarinah.

Penampilan para ibu dari Institut Sarinah digenapi dengan caping dan rinjing rotan khas perempuan desa.

Penampilan Institut Sarinah juga mencolok perhatian karena selama acara berlangsung mereka menggelar banner kecil berisi tuntutan pengesahan RUU PPRT yang sudah terkatung-katung 2 tahun di meja pimpinan DPR.

“Kami prihatin, ada warga negara berjumlah 5 juta tetapi keberadaannya tidak diakui sehingga bekerja dalam situasi yang rawan mengalami kekerasan khas praktek perbudakan moderen,” sambung Renata Catur seorang profesional di satu perusahaan besar.

Rampak Sarinah adalah pelopor gerakan pemakaian kebaya dan pendukung awal usulan Hari Nasional Berkebaya termasuk mendorong pengakuan Kebaya sebagai warisan budaya bukan benda milik Indonesia ke UNESCO. Sejak pendiriannya di tahun 2017, Rampak Sarinah sudah menggunakan seragam kebaya putih dan berkain Nusantara. Kebaya ini dipakai juga untuk semua kegiatan mulai bertani sayuran, berlatih menari, menabuh gamelan, hiking, menggowes hingga bersenam masal.

Sebagai kelompok feminis nasionalis, kerudung merah juga menjadi bagian dari Seragam Rampak Sarinah. Alasan pemilihan seragam yang denikisn karena keseriusan Rampak Sarinah menjalankan strategi Trisakti Bung Karno terutama poin Berkepribadian dalam Kebudayaan.

Dua organisasi ini memprihatinkan nasib para Sarinah PRT yang masih belum menikmati hak berdaulat di bidang politik sehingga hak berdikari di bidang ekonomi juga menjadi terganggu. Oleh karenanya, pada kesempatan peringatan Hari Kemerdekaan RI ke 77 th ini mereka mengkampanyekan pengesahan RUU Perlindungan PRT untuk memerdekakan Sarinah.

“Hak Ekonomi dan Budaya kelompok Sarinah hanya akan bisa diwujudkan jika Hak Sipil dan Politik para Sarinah PRT yang ada di RUU PPRT diwujudkan”, kata Eva Sundari.

Institut dan Rampak Sarinah adalah dua lembaga taktis yang berada di bawah naungan Yayasan Sarinah Candra Kusuma Utama yang bergerak di Bidang Nation and Character Building. Institut Sarinah merupakan lembaga think tank untuk isu-isu kebangsaan, sedangkan Rampak Sarinah bergerak di pemberdayaan ekonomi dan kebudayaan perempuan di wilayah masing-masing. Institut Sarinah berbasis di Jakarta, sedangkan Rampak Sarinah menyebar di 3 propinsi dan 9 kabupaten dan kota. (Hiski Darmayana)