Kementan Optimalkan Lahan Eks Tambang Menjadi Areal Pertanian Produktif

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Pertanian (Kementan) mengoptimalkan lahan eks tambang menjadi areal pertanian produktif guna meningkatkan produksi sekaligus stok pangan nasional dalam menghadapi tantangan krisis pangan global. Lahan bekas tambang  berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai areal pertanian dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan mengatasi persoalan lingkungan pasca penambangan.

Melihat potensi tersebut Kementan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menggelar Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Propaktani Episode 619 mengangkat tema Pengelolaan Lahan Bekas Tambang Menjadi Pertanian Produktif, Jumat (9/9/2022).

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi mengatakan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memiliki komitmen untuk melakukan akselerasi peningkatan produksi pangan dalam memenuhi kebutuhan nasional secara mandiri bahkan ekspor terlebih memenangkan ancaman cuaca ekstrim global yang berdampak langsung pada sektor pertanian. Di beberapa lokasi lahan bekas tambang sudah bisa ditanami tanaman untuk pakan ternak.

“Saya harap seluruh kepala dinas pertanian yang hadir dalam webinar ini dapat mengidentifikasi wilayah-wilayah bekas tambang yang dapat ditanami tanaman-tanaman pangan. Berbagai peluang harus kita optimalkan untuk stok pangan kita makin tangguh, bahkan bisa kita ekspor untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Suwandi dalam webinar tersebut.

Bersamaan, Pakar Mikrobiologi Unhas, Fahruddin menyebutkan lahan pertambangan jika dibiarkan akan berdampak pada lingkungan, hal tersebut dimungkinkan karena terdapat limbah didalamnya. Karena itu, dalam menanami lahan bekas tambang pertama-tama harus ditanggulangi secara biologi yakni dengan menggunakan mikroba (bakteri).

“Bakteri yang dimaksud adalah bakteri pereduksi sulfat (BPS atau SRB,- red), BPS mampu mereduksi sulfat dan logam berat. Adapun BPS sendiri dapat diperoleh dalam lumpur wetland,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Studi Reklamasi Tambang, LPPM IPB, Dyah Tjahyandari menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi lahan tambang adalah dengan reklamasi. Oleh karenanya upaya reklamasi juga patut mempertimbangkan aspek-aspek yang ada, seperti aspek sosial, ekonomi, status kepemilikan lahan, sumber daya manusia, dan kelayakan biaya usaha tani.

“Tahapan reklamasi pun harus melalui beberapa proses, yakni penataan lahan, revegetasi, dan penyelesaian akhir,” jelas Dyah.

Badan Standarisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan, KLHK, Marinus Harun menuturkan pada kegiatan penambangan, pengupasan (stripping) lapisan tanah atas menyebabkan terjadinya pemindahan lapisan tanah atas (top soil). Menurutnya, sejatinya pada setiap kegiatan penambangan, top soil hasil pengupasan tersebut disimpan pada suatu tempat tertentu dan dikembalikan ke lahan saat kegiatan penambangan timah dinyatakan selesai atau akan dilakukannya reklamasi lahan.

“Top soil merupakan media tumbuh ideal untuk budidaya tanaman dibandingkan media tumbuh dari tailing pasir. Hilangnya top soil juga berarti terjadinya kehilangan biota tanah yang sangat diperlukan dalam upaya menjaga kualitas lahan,” tuturnya.

Terakhir John Anderson dari PT Hillconjaya Sakti mengatakan pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk kegiatan pertanian tidak saja dapat memperbaiki aspek lingkungan (biodiversity flora, fauna), tapi juga akan memulihkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan reklamasi yang mampu memberikan manfaat bagi masyarakat setempat untuk berusaha tani di lahan bekas tambang timah dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan reklamasi pasca penambangan.

“Apabila kegiatan reklamasi telah memperhitungkan aspek tersebut di atas, hal itu berarti kegiatan reklamasi lahan bekas tambang timah telah mempertimbangan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat,” tegasnya.(wst)