Peremajaan Sawit Rakyat Tak Maksimal, Gus Falah : NU Siap Bantu!

Loading

Jakarta- Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Nasyirul Falah Amru menyoroti belum maksimalnya program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang dilakukan pemerintah.

Tokoh yang akrab disapa Gus Falah itu mengungkapkan, realisasi program Peremajaan Sawit Rakyat baru mencakup 273 ribu hektar lahan kelapa sawit hingga akhir 2022.

“Jadi implementasi program PSR yang ditargetkan pemerintah mencapai 540 ribu hektar hingga 2024, atau 180 ribu hektar per tahun ini belum tercapai,” ungkap Gus Falah dalam keterangan tertulisnya, Rabu 23 Agustus 2023.

“Kami di NU (Nahdlatul Ulama) mendukung peremajaan sawit rakyat, melalui Koperasi Petani Sawit Nahdlatul Ulama atau Koptasinu, disini para pengurus NU di wilayah dan cabang berfungsi sebagai operator program yang siap menyukseskan PSR,” tambah Ketua Tanfidziyah PBNU bidang ekonomi dan lingkungan hidup itu.

Gus Falah menegaskan, melalui Koptasinu, NU siap bersinergi dengan pemerintah untuk mendorong pelaksanaan PSR agar sesuai target.

Dia mengingatkan, PSR bisa mendorong produktivitas perkebunan sawit negeri ini. Apalagi, Indonesia sudah menerapkan kebijakan biodiesel 35% (B35) sejak 1 Agustus 2023, yang membutuhkan pasokan sawit memadai.

Selain memacu produktivitas sawit nasional, Gus Falah juga menyatakan peremajaan sawit diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

“Petani sawit ini khan kebanyakan warga NU, sehingga NU juga harus memastikan PSR sukses agar petani sawit yang juga warga Nahdliyin ini sejahtera. Jadi NU siap membantu pemerintah menyukseskan PSR,” ujar Gus Falah.

Hanya saja, sambung Gus Falah, pemerintah juga harus serius menyelesaikan ‘pekerjaan rumah’ yang menghambat implementasi PSR. Salah satu pekerjaan rumah itu adalah problem legalitas lahan pada kebun sawit rakyat di kawasan hutan.

“Pemerintah, terutama Kementerian terkait harus serius menyukseskan PSR, karena bila PSR sukses maka sukses juga kebijakan B35 kita, sebagai bagian dari upaya kita mengurangi energi fosil,” tambah Anggota Komisi VII DPR-RI itu.