Kejati Kalteng Tetapkan Enam Tersangka Korupsi Pengadaan Batubara untuk PT PLN

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah akhirnya menetapkan enam tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan batubara kepada PT PLN dalam rangka memasok PLTU Rembang, Jawa Tengah.

Ke enamnya yaitu RRH selaku Direktur Utama PT Borneo Inter Global (PT BIG), DPH selaku perantara PT BIG dan BLY selaku Manger Area Wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan PT. Asiatrust Technovima Qualiti (PT ATQ).

Kemudian TF Selaku Manager PT. Geoservises cabang Mojokerto, AM selaku Vice Precident Pelaksana Pengadaan Batubara PT. PLN dan MF Selaku Direktur Utama PT. Haleyora Powerindo (HP)

Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Undang Mugopal mengatakan ke enam orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka setelah Tim penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup.

“Untuk selanjutnya para tersangka akan diperiksa Tim penyidik pekan depan di Kejati,” ungkap Undang kepada Independensi.com, Kamis (14/12/2023).

Namun Undang enggan menjawab apakah ke enam tersangka nantinya akan dilakukan penahanan seusai dilakukan pemeriksaan. “Nanti kita lihat kondisinya” katanya dengan nada diplomatis.

Sementara dalam upaya membuat terang kasus tersebut Tim penyidik dikomandoi Aspidsus Douglas Pamino Nainggolan sebelumnya elah memeriksa sebanyak 50 orang, baik saksi dan juga ahli.

Selain menggeledah tiga tempat di Jakarta pada Selasa (28/11/2023). Yaitu Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), kantor pusat PT PLN dan Kantor PT Haleyora Powerindo.

Adapun di Kementerian ESDM yang digeledah ruangan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) dan di kantor pusat PT PLN yaitu di bagian pengadaan batubara.

                                              Krisis Pasokan Batubara

Sedang kasusnya berawal ketika Dirut PT PLN pada 31 Desember 2021 mengirimkan surat ke Dirjen Minerba Kementerian ESDM mohon dukungan pemenuhan pasokan batubara untuk PLTU PLN dan PLTU IPP karena krisis pasokan.

Kemudian PT BIG pada 25 April 2022 mengirimkan batubara melalui pengapalan pertama ke PLTU Rembang sebanyak 7.560,684 MT. Namun pada 26 April 2022 baru ditandatangani perjanjian jual beli batubara penanganan keadaan Darurat (Emergency) antara PT.PLN (Persero) dengan PT BIG.

“Tapi sebelum penandatanganan kontrak PT PLN meminta CoA dan CoW pengiriman batu bara yang pertama untuk memastikan spesifikasi batubara yang disuplai PT. BIG sudah sesuai spesifikasi yang diminta PT PLN,” ucap Undang.

Dia mengatakan tersangka RRH selaku Dirut PT BIG dalam surat penawaran mencantumkan kalau spesifikasi batubara yang akan disuplai ke PT PLN sudah sesuai spesikasi.

“Meskipun tersangka RRH tahu batubara yang akan disuplai ke PT PLN yang berasal dari Koperasi Lintas Usaha Bartim tidak sesuai spesifikasi,” ungkapnya.

Meskipun demikian pada tanggal 6 November 2022, PT BIG kembali mengirimkan batubara melalui pengiriman kedua/ke PLTU Rembang sebanyak 7.684,070 MT.

Undang menyebutkan meskipun batubara pertama dan kedua yang dikirim tidak sesuai spesifikasi, namun karena hasil pengujian oleh PT ATQ maupun PT Geoservises telah dikondisikan sehingga seolah-olah telah memenuhi persyaratan yang diminta PT PLN.

“Akibatnya PT PLN membayar batubara yang dikirim PT BIG tanpa penyesuaian harga,” ucapnya seraya menyebutkan akibat dugaan adanya penyimpangan telah mengakibatkan kerugian negara yang kini masih dihitung BPKP Perwakilan Kalimantan Tengah.

Namun, kata dia, diduga setidaknya nilai kerugian negara sebesar Rp5,5 miliar. “Sehingga mememperkaya tersangka RRH karena menerima pembayaran tanpa ada penyesuaian harga,” ujarnya.(muj)