SURABAYA (Independensi)- Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur (Jatim) mengecam Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang meminta Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membatalkan pernikahan beda agama.
JIAD Jatim menilai, desakan MUI itu dianggap sebagai kedangkalan MUI dalam memahami ajaran agama Islam dan Pancasila. Sebab, pernikahan beda agama tidak bertentangan dengan konstitusi dan agama.
“Terkait dengan statmen MUI yang mendorong PN Surabaya agar membatalkan, menurutku itu sah-sah saja. Meskipun itu menunjukan betapa sempitnya pemahaman MUI menyangkut dengan hukum Islam dan betapa dangkalnya pemahaman MUI terkait dengan Pancasila,” kata Koordinator JIAD Jatim Aan Ansori, baru-baru ini.
Sebab, dalam syariat agama (Islam), lanjut Aan selama ini tidak ada kesepakatan di antara para ulama yang melarang perkawinan beda agama. Sejauh ini ada dua pendapat terkait pernikahan beda agama ini, dimana ada sebagian ulama ada yang memperbolehkan namun ada juga sebagian yang melarang.
Disis lain, Aan menilai keputusan PN Surabaya yang mengabulkan permohonan pasangan suami istri BA dan EDS itu merupakan hal yang tepat. Menurutnya, jika ada pihak-pihak yang menolak hal itu, diindikasi hal itu merupakan upaya merong-rong Pancasila dan itu merupakan tindakan yang tidak sehat jika dilakukan secara terus-menerus.
“Bagi saya konstitusi dan Pancasila itu selaras dengan Alquran dan selaras dengan Islam, itu sebabnya apa yang menjadi keputusan PN Surabaya itu sudah islami,” ucap Aan.
Sebenarnya, lanjut Aan pernikahan beda agama tidak perlu mendapat persetujuan dari pengadilan. Sebab, pernikahan merupakan hak setiap warga negara, dan itu dijamin oleh konstitusi. Sepanjang ada lembaga agama yang bersedia memberikan restu kepada kedua mempelai tersebut.
“Dispendukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil) sebenarnya bisa langsung mencatatkan hal tersebut sepanjang ada institusi agama yang bisa memberkati atau merestui perkawinan beda agama,” ungkapnya.
Terlepas dari hal itu, aktivis asal Jombang ini mengajak semua masyarakat untuk tetap menjaga keberagaman. Menurutnya, cinta itu adalah anugrah yang diberikan Allah SWT. Untuk itu, Aan pun meminta semua pihak untuk tetap saling menghormati dan menghargai hak-hak setiap warga Indonesia.
“Kalau kita meyakini jodoh seseorang atau seseorang bisa berbahagia dengan orang yang satu agama maka kita perlu mendorong, namun dengan orang yang ternyata jodohnya beda agama, maka kita perlu menghormati. Negara tidak boleh mempersulit, dan lembaga-lembaga juga tidak boleh mempersulit itu dengan mengatasnamakan agama,” tukas Aan.
Sebelumnya, PN Surabaya Pengadilan Negeri (PN) Surabaya akhirnya mengabulkan permohonan pernikahan beda agama pasangan suami-istri BA dan EDS. Penetapan ini sesuai dengan surat penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby.
Namun, persetuan itu mendapat penolakan dari MUI. Sekjen MUI Amirsyah menyayangkan keputusan tersebut dengan pertimbangan logika hukum yang ditafsirkan oleh MUI.
“Kedua pasangan berbeda agama dan berbeda keyakinan bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal Pasal 2 ayat 1, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu,” ujar Amirsyah, Rabu (22/06/2022).
Amirsyah mengatakan pernikahan beda agama di negara Indonesia bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 29 tentang kebebasan dan kemerdekaan memeluk keyakinan terhadap Tuhan YME.
(Hiski Darmayana )