JAKARTA (IndependensI.com) – Ekonom senior Faisal Basri mengkritisi kebijakan pemerintah dalam menangani Pandemi Covid 19. Menurutnya, strategi pemerintah dalam penanggulangan Covid 19 tidak pernah jelas.
“Jadi kita lihat dalam penanganan virus kita heavy di ekonomi. Strategi untuk ekonomi jelas, bahkan berlapis, namun untuk menangani pandemi tidak pernah jelas,” katanya dalam dalam diskusi Perspektif Indonesia Radio Smart FM, Sabtu (5/9/2020).
Menurut Faisal, akar masalah krisis kali ini disebabkan oleh krisis kesehatan yang dipicu oleh pandemi Covid-19. Sehingga, yang seharusnya diatasi terlebih dahulu adalah menanggulangi pandemi. Dia pun mengibaratkan apa yang dilakukan pemerintah saat ini seperti pemadam kebakaran yang mengisi air di ember yang bocor.
“Kalau saya lihat, kita ini punya akar masalah, tapi yang kita selesaikan bukan akar masalahnya. Kemenkeu, BI, OJK, LPS, Kemenlu sudah bekerja maksimal sebagai pemadam kebakaran. Kebakaran sendiri akar masalahnya belum diselesaikan. Jadi sekuat-kuatnya kementerian ini bekerja ini ibarat mengucurkan air di ember yang bocor,” ujarnya.
Faisal memandang langkah pemerintah dalam upaya memulihkan ekonomi sudah terstruktur dan terukur. Hal ini terlihat dari langkah-langkah yang akan diambil pemerintah untuk memperkuat koordinasi antar lembaga seperti Kemenkeu, BI, LPS, dan OJK.
Bahkan, tambah Faisal, untuk memperkuat peran Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) pemerintah akan menyiapkan Peraturan Presiden yang membuat LPS tidak hanya pasif, namun pro-aktif untuk melakukan pencegahan dini masalah yang ada di perbankan.
“Bahkan ada kajian-kajian untuk memperbaiki koordinasi dan Sri Mulyani kasih sinyal-sinyal LPS yang punya anggaran Rp128 triliun itu untuk tidak pasif tapi proaktif sebelum kasus perbankan muncul dia dibantu dan kemungkinan ada Perpres untuk itu,” ucapnya.
Namun demikian, ini bertolak belakang dengan strategi pemerintah dalam menangani persoalan kesehatan akibat pandemi Covid-19. Bahkan, untuk pelacakan (tracing) pasien positif Covid-19 pun sejauh ini data yang dimiliki pemerintah masih minim.
“Untuk menangani pandemi tidak pernah jelas. Bagaimana strategi pelacakan kontak tracing. Setidaknya kita butuh 200 ribu orang untuk tracing ini. Saya sudah sarankan orang BPS yang sedang lakukan sensus itu untuk lacak, tapi hanya diam saja,” ucapnya.