Setara Institute Nilai Aksi Sweeping LPI dan FPI di Madura Perbuatan Lawan Hukum

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Direktur Setara Institut, Hendardi, menilai, aksi sweeping Lembaga Pembela Islam (LPI) dan Front Pembela Islam (FPI) di Pamekasan, Ibu Kota Kabupaten Pamekasan, Madura, Provinsi Jawa Timur, Jumat, 19 Januari 2017, dengan menyebabkan 5 orang warga terluka, merupakan tindakan melawan hukum.

Dalam insiden serangan di rumah warga bernama Agus Aini, Desa Ponteh, Kecamatan Galis, Pamekasan, lantaran dituding sepihak sebagai tempat prostitusi, warga kemudian melakukan serangan balik, sehingga puluhan massa LPI dan FPI lari kocar-kacir menyelamatkan diri, menyebabkan 1 unit mobil dan 1 unit sepeda motor para pelaku dirusak.

“Tindakan vigilante yang mendapat perlawanan dari masyarakat setempat tersebut telah mengakibatkan jatuhnya korban luka-luka akibat tindak kekerasan, mulai dari pemukulan dengan pentungan hingga penyiraman air cabai,” kata Hendardi dalam siaran persnya, Selasa siang (23/1/2018).

Selain itu, tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh LPI-FPI tersebut telah mengakibatkan trauma di kalangan anak-anak dan perempuan.

Atas kejadian tersebut, menurut Hendardi, Setara Institute mengingatkan kepada pemerintah dan publik tentang beberapa hal berikut:

Pertama, tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh LPI-FPI semakin menegaskan watak kekerasan yang tidak beradab yang ditampilkan secara berpola dan konsisten oleh FPI.

Kedua, FPI, sebagaimana kelompok-kelompok laskar vigilante lainnya selalu memanfaatkan masyarakat sebagai objek untuk menunjukkan eksistensi dan daya tawar diri mereka, terutama dalam perhelatan politik yang mulai menghangat di Jawa Timur.

Ketiga, kelompok-kelompok kekerasan ini seringkali menggunakan tameng agama dan klaim mewakili aspirasi mayoritas muslim dalam melakukan tindakan-tindakan organisasional untuk kepentingan mereka sendiri. Padahal umat Islam di Indonesia pada umumnya mengimani Islam yang berorientasi rahmatan lil ‘alamiin, termasuk umat Islam di Madura.

Keempat, impunitas atau ketiadaan tindakan hukum yang memadai dan menjerakan dari pemerintah atas aksi-aksi mereka di berbagai tempat telah mengundang pengulangan tindakan oleh FPI dan laskar-laskar keagamaan lainnya.

Menurut Hendardi, ketiadaan hukuman itu selalu mengundang kejahatan yang lebih besar (impunitas semper ad deteriora invitat).

Oleh karena itu, Setara Institut Institute mendesak, pihak kepolisian untuk mengambil tindakan hukum yang memadai dan menjerakan kepada pelaku sweeping brutal di Pamekasan Madura.

Pemerintah untuk memberikan tindakan hukum secara organisasional kepada FPI dan ormas-ormas milisional lainnya yang secara berpola melakukan tindak kekerasan, tindakan melawan hukum, dan aksi main hakim sendiri.

Para politisi yang sedang berkompetisi dalam perhelatan Pilkada dimana pun untuk tidak memanfaatkan kelompok-kelompok tersebut untuk bertindak sebagai “polisi moral” yang seringkali mengatasnamakan dan mengklaim sebagai representasi aspirasi mayoritas demi kepentingan menghimpun suara (vote getting).

“Sebaliknya, partai politik dan kontestan hendaknya bertindak positif mempromosikan toleransi dalam kampanye elektoral dengan mengusung politik kebangsaan melalui tawaran gagasan dan program yang kondusif bagi toleransi dan kebinekaan,” kata Hendardi.(Aju)