Kembali Ke Demokrasi Tidak Otokrasi

Loading

IndependensI.com – Masyarakat dan bangsa kita harus bersyukur bahwa pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2018 berlangsung lancar, aman dan tertib, semoga hasilnya baik dan rakyat tidak salah pilih, sehingga kehidupan semakin baik dan sejahtera.

Harus diapresiasi kinerja Pemerintah dan segenap jajarannya serta pelaksana dan penanggungjawab Pilkada serentak dan harus diakui bahwa masyarakat bangsa kita sedang memasuki era perpolitikan yang bermartabat.

Kesimpulan bahwa masyarakat dan bangsa kita sedang memasuki era perpolitikan yang bermartabat, terlihat dari kenyataan bahwa bangsa kita bisa melaksanakan Pilkada dengan aman, hampir tidak ada gejolak dan penolakan, rakyat berduyun-duyun ke TPS. Sementara kalau mengikuti langgam dan ujaran serta perilaku para politisi seolah-olah bangsa ini di pinggir jurang kehancuran, sebab ada kritikan dari sejak ayam berkokok sampai mata terlelap, seolah hidup kita dalam kepanasan “neraka”, ternyata rakyat tenang-tenang saja.

Di tengah kegalauan sebagian politisi yang bagaikan cacing kepanasan itu, justru memaksa rakyat untuk belajar memahami hidup dan kehidupan termasuk dalam berpolitik, sehingga masyarakat memperoleh tingkat pemahaman, bahwa para pemimpin itu sering memanfaatkan kepemimpinannya untuk diri dan kroninya sendiri dan tidak utuh untuk kepentingan masyarakat atau yang dipimpinnya.

Kalau ada yang mengatakan Pilkada serasa Pilpres dan Pilleg, barang kali tidak salah paling tidak ada tautannya, dan apa yang tergambar dalam Pilkada serta proses perpolitikan kita jelas ada pergeseran atau peningkatan kesadaran politik rakyat, sehingga tidak terpaku ke yang itu-itu saja.

Ternyata kehidupan per-partai-an dan per-politik-an itu juga sama dengan kehidupan manusia, kalau tidak menyesuaikan diri akan tertinggal atau ditinggalkan. Kalau dulu, jaman berubah seperti roda pedati, kadang di atas dan kadangkala di bawah, itu pedati yang ditarik kuda atau kerbau. Sekarang sudah digerakkan mesin turbo, jadi perubahan itu jauh lebih cepat, walau perputaran mesin turbo itupun tergantung dari yang mengoperasikannya, kalau sang pengendali hanya beretorika serta “syoor” sendiri atau salah operasikan, akibatnya fatal juga.

Demikian halnya, kalau pemimpin atau partai politik memaksakan kehendak dengan tidak memahami kebutuhan rakyat, akan ditinggal konstituen dan kalah. Selain itu kalau parpol hanya memikirkan dirinya sendiri dan membentengi dirinya tanpa memperhatikan keinginan masyarakat, akan tersandung sendiri.

Hal itu terlihat dari kinerja parpol dengan wakilnya di DPR seperti Pansus untuk KPK, yang hasilnya nol besar. Demikian juga UU UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan ke-dua UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3 yang ternyata beberapa Pasalnya dinyatakan Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

Adalah tidak masuk akal kalau kesadaran berkonstitusi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang masih merupakan kecambah atau masih embrio partai politik lebih tinggi kesadaran konstitusinya dari partai-partai yang telah mempunyai wakil di DPR yang menyusun, membahas dan menyetujui UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan ke-dua UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3, yang digugat PSI di MK dan dikabulkan. Bahwa Pasal 73 ayat (3), (4), (5), da (6) dan Pasal 122 ayat (1) serta Pasal 245 ayat (1) dinyatakan tidak berkekuatan hukum dan tidak mengikat karena bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

Suatu bukti bahwa partai politik kita belum mendasarkan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya murni dan utuh sesuai dengan UUD 1945? Betapa malunya partai-partai tua, setengah tua kesadaran berkonstitusinya masih di bawah partai “bocah” anak kemarin.

Melihat hasil-hasil Pilkadapun ada pergeseran, bahwa Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang seolah tidak memikirkan kemenangan tetapi mendorong masyarakat untuk melakukan restorasi jauh lebih diminati masyarakat dibanding partai yang dipimpin oleh para “artis” dengan penampilan dari satu televisi ke televisi yang lain bagaikan “iklan” membosankan, yang merasa putih seperti kapas sementra yang lain kotor bagaikan tinta tumpah.

Partai-partai lupa, bahwa kekurangan sekarang ini adalah tanggungjawab mereka, mengapa timbul radikalisme, terorisme, narkoba dan korupsi bukan tumbuh kemarin sore, akan tetapi karena ketidak-hadiran parpol dalam mempersiapkan masyarakat serta kelemahan pemerintahan, demikian juga hutang-hutang luar negeri, bukan sesuatu yang “nongol” tiba-tiba.

Oleh karenanya, bercermin dari Pilkada kita berharap, bahwa para pemimpin partai dan pemimpin masyarakat yang sedang mendapat amanah agar kembali ke sistem demokrasi tidak pada otokrasi yang kelihatannya sedang mewabah di negara kita. (Bch)