Kementerian PUPR Dorong 43 Bank Optimalkan Penyaluran KPR Subsidi

Loading

JAKARTA (IndependensI.com)  – Untuk meningkatkan jumlah rumah bersubsidi dan mengurangi beban fiskal Pemerintah,  Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono telah mengeluarkan kebijakan perubahan porsi pendanaan pemerintah dan perbankan dalam pembiayaan subsidi Rumah Sejahtera melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari semula 90% Pemerintah dan  10% Bank menjadi 75% Pemerintah dan 25% Bank. Kebijakan yang tertuang dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 463/KPTS/M/2018 tentang Proporsi Pendanaan Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera akan efektif berlaku mulai tanggal 20 Agustus 2018.

“Pemerintah telah menyiapkan alternatif pembiayaan untuk perbankan melalui PT. SMF yang menyediakan pendanaan jangka menengah dan panjang dengan cost of fund yang murah bagi Bank Pelaksana Penyalur KPR FLPP,” jelas Dirjen Pembiayaan Perumahan Lana Winayanti. Perubahan proposi tersebut tidak berpengaruh terhadap besaran bunga subsidi yang dinikmati oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mengajukan KPR FLPP sebesar 5% selama masa kredit yakni 15-20 tahun.

Melalui KPR FLPP, Kementerian PUPR juga memberikan fasilitas uang muka ringan, bebas PPn dan bebas premi asuransi. Untuk bisa memiliki rumah dengan KPR FLPP, sejumlah syarat harus dipenuhi antara lain besar penghasilan maksimal Rp 4 juta untuk rumah tapak dan Rp 7 juta untuk rumah susun, belum memiliki rumah dan belum pernah menerima subsidi pemerintah untuk memiliki rumah.

Merespon perubahan kebijakan tersebut dilakukan penandatanganan amandemen Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) antara Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) selaku Badan Layanan Umum (BLU) Kementerian PUPR yang mengelola dana subsidi Kredit Perumahan (KPR) FLPP dengan 39 Bank Pelaksana Penyalur KPR FLPP, di Kantor Kementerian PUPR, Selasa (14/8/2018). Selain itu juga dilakukan penandatanganan PKO antara PPDPP dengan empat bank lainnya yaitu Bank BTN, Bank BTN Syariah, Bank KEB Hana dan Bank BRI Agroniaga.

Dengan tambahan 4 bank pelaksana, maka total bank pelaksana penyalur KPR FLPP pada tahun 2018 menjadi 43 bank yang terbagi dari 11 Bank Umum Nasional dan 32 Bank Pembangunan Daerah. Selain itu juga dilakukan penandatangan kerjasama antara PPDPP, PT. SMF dan Bank Pelaksana terkait pertukaran data.

Direktur Utama PPDPP Budi Hartono mengatakan pada Tahun 2018, PPDPP mengelola dana sebesar Rp 6,57 Triliun dengan target pembiayaan rumah subsidi melalui FLPP tahun ini sebesar 60.625 unit rumah. “Dengan penurunan porsi pendanaan Pemerintah, maka volume rumah yang mendapatkan subsidi FLPP bisa bertambah menjadi 70.000 unit rumah,” kata Budi Hartono.

Untuk mengoptimalkan penyaluran dana FLPP, Kementerian PUPR melalui PPDPP akan melakukan evaluasi rutin terhadap kinerja Bank Pelaksana yang direncanakan akan dilaksanakan pada awal bulan Oktober 2018 berdasarkan data kinerja triwulan ke-3 tahun 2018. ”Kami akan melakukan evaluasi dan penyesuaian atas target jika Bank Pelaksana tidak mencapai komitmen yang telah disepakati dalam PKO,” ujarnya.

Direktur Utama PT SMF Ananta Wiyogo mengatakan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), di bawah Kementerian Keuangan, PT. SMF mengemban tugas untuk melaksanakan amanat menjadi special mission vehicle, yakni sebagai fiscal tool Pemerintah dalam menyediakan dana – jangka menengah/panjang, guna mendukung ketersediaan rumah yang layak dan terjangkau untuk seluruh keluarga Indonesia.

“Melalui penandatanganan PKO penyaluran KPR FLPP antara PPDPP, SMF dan Bank, SMF berkomitmen untuk menyediakan dana jangka menengah panjang sebesar 25 persen kepada Bank Pelaksana, sehingga kami berharap dapat menjadi solusi dalam mengatasi mismatch funding pada penyaluran KPR FLPP,” jelasnya

Dukungan Kementerian PUPR dalam mencapai target Program Satu Juta Rumah, tidak hanya melalui FLPP namun juga Subsidi Selisih Bunga Kredit Perumahan (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Pembebasan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk Rumah Sederhana Tapak dan Sarusunami, Penurunan Pajak Penghasilan Final (PPH) dari 5  Persen menjadi 1 persen bagi pengembang yang membangun rumah bersubsidi, dan pemberian Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) untuk Rumah Sederhana Tapak.