Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik. (foto istimewa)

Taufik Heran dengan Sikap Anies soal Pilih PMD untuk Alokasikan Silpa

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) –   DPRD DKI Jakarta menolak pemberian modal daerah (PMD) kepada delapan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebesar  Rp11 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2018.

PMD dinilai tidak sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik mengatakan, PMD kepada delapan BUMD akan ditolak semua, terkecuali PT Mass Rapid Transit (MRT) yang memang kewajiban Pemprov DKI membayar cicilan pinjaman untuk pembangunan MRT fase I (Lebak Bulus-Bundaran HI). “BUMD itu sudah harus mandiri, jangan terus disuntik modal setiap pembahasan anggaran,” kata Taufik saat dihubungi pada Selasa (11/9/2018).

Taufik menjelaskan, BUMD merupakan perusahaan daerah yang bertujuan memberikan pelayanan dan pendapatan daerah. Artinya, apabila ditugaskan membangun program pelayanan untuk masyarakat, BUMD akan berorientasi terhadap keuntungan yang menjadi sektor pendapatan daerah.

Berbeda dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang  bertujuan melaksanakan urusan pemerintah daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Artinya, semua urusan Pemda dilaksanakan oleh SKPD.

“Boleh saja memberikan PMD, tetapi jangan setiap tahun anggaran. Kapan mandirinya kalau seperti itu. RPJMD itu banyak program untuk masyarakat yang harus dilaksanakan oleh SKPD,” jarnya.

Politisi Partai Gerindra itu pun heran dengan sikap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang justru memilih PMD untuk mengalokasikan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa). Menurutnya, tidak ada alasan sedikitnya waktu apabila dikerjakan oleh SKPD dalam anggaran perubahan 2018 ini.

“Masak Gubernur Anies enggak bisa buat program prioritas dengan sisa waktu penggunaan anggaran perubahan. Malah Light Rail Transit (LRT) fase II (Velodrome-Dukuh Atas) diusulkan, fase I (Kelapa Gading-Velodrome) saja enggak beres. Mahal itu tiketnya, lihat saja nanti,” tegasnya.

Sementara itu,  Gubernur DKI Jakarta Anies Basawedan beralasan bahwa BUMD memiliki dua fungsi atau dua komponen dalam melakukan kegiatannya. Pertama komponen yang sifatnya komersial, BUMD harus mengundang investor dalam menjalankan kegiatan komersil. Kedua, komponen pembangunan yang biasa dilakukan pemerintah melalui SKPD.

“Nah, yang ingin dilakukan di sini adalah fungsi pembangunannya, kegiatan yang mungkin tidak ada komersial dan membutuhkan keleluasaan waktu dalam  menjalankan kegiatan pembangunan. Jadi aspek pembangunannya bukan aspek komersialnya,” ujarnya.

Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Saefullah mengatakan, rencana PMD sebesar Rp11 triliun dalam Kebijakan Umum Anggaran Plafon dan  Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan 2018 diawali adanya Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) murni 2018 sebesar Rp13 Triliun dari rencana Rp6,8 Triliun.

Dengan sisa waktu penggunaan anggaran perubahan yang hanya berkisar sekitar tiga bulan, kata Saefullah, tidak memungkinkan bila Silpa seluruhnya dialokasikan ke kegiatan SKPD. Untuk itu, dari Rp13 triliun, sebanyak Rp11 triliun akan dialokasikan ke delapan BUMD melalui PMD.

Apalagi, lanjut Saefullah, DKI memiliki pengalaman membangun sarana dan prasaran Asian Games, Equestarian dan velodrome melalui BUMD. Termasuk LRT fase I Velodrome-Kelapa Gading lebih lancar ketimbang melekat di SKPD.

“Jadi semangatnya adalah memenuhi kebutuhan masyarakat tentang  tempat tinggal yang layak. Bagaimana melakukan percepatan, setelah kita analisa pola BUMD ini jadi pilihan. Saat Kuappas  kita sampaikan pola paling efektif di BUMD,” ucapnya.

Adapun 8 BUMD tersebut yaitu,

1. PT MRT mengajukan sebesar Rp3,6 triliun yang merupakan penerusan pinjaman. Pada APBD 2018, PT MRT juga mendapat PMD.

2. PT Jakarta Propertindo menambah PMD sebesar Rp2,3 triliun. Rencananya digunakan untuk pembangunan LRT Fase 2 (Velodrome-Dukuh Atas) sebesar Rp1,8 triliun dan penyediaan rumah DP 0 sebesar Rp531 miliar. Jika ditotal dengan yang diterima pada APBD 2018, PMD yang dialokasikan untuk Jakpro mencapai Rp4,6 triliun.

3. PD PAL Jaya mengajukan sebesar Rp235 miliar. Rencananya akan digunakan untuk pembangunan enam lokasi mini komunal dan dua interceptor di Kali Item dan pemasangan pipa air limbah dan instalasi IPAL kawasan TB Simatupang dan Thamrin.

4. PD Dharma Jaya mengajukan sebesar Rp79,4 miliar untuk mendukung ketahanan pangan (penugasan distribusi daging bersubsidi dan pengadaan ternak sapi).

5. PT Food Station Tjipinang mengajukan PMD sebesar Rp85 miliar untuk pembangunan jalan dan revitalisasi drainase di pasar induk.

6. PT Pembangunan Sarana Jaya mengajukan PMD sebesar Rp935 miliar. BUMD ini memiliki banyak rencana penggunaan. PMD itu akan digunakan untuk pembangunan awal rumah DP 0 di Kelapa Village sebesar Rp128 miliar. Kemudian juga untuk pembangunan awal rumah DP 0 di Lebak Bulus sebesar Rp189 miliar.  Untuk pembebasan lahan dan pengembangan Sentra Primer Tanah Abang sebesar Rp262 miliar. Terakhir, untuk pembebasan tanah dan pembangunan tower rusunami sebesar Rp355 miliar.

7. PD Pasar Jaya mengajukan PMD sebesar Rp 166 miliar. Rencananya akan digunakan untuk pembangunan JakGrosir di empat wilayah sebesar Rp99 miliar dan pembangunan pasar tematik sebesar Rp66 miliar.

8. PDAM Jaya mengajukan sebesar Rp1,2 triliun. PMD ini akan digunakan untuk pembangunan pipa distribusi dan retikulasi wilayah barat dan utara sebesar Rp150 miliar. Kemudian untuk penyediaan air bersih di rusunawa sebesar Rp15 miliar. Lalu untuk relokasi jaringan pipa yang terdampak proyek sebesar Rp116 miliar.

Kemudian juga untuk SPAM Pesanggrahan dan Ciliwung sebesar Rp650 miliar dan untuk reinforcement dan extension jaringan transmisi dan distribusi sebesar Rp275 miliar.‎(budi/ist)