Malaysia Tempatkan Politisi Dayak Jadi Dubes di Vatikan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Bernardus Giluk Dompok atau lebih dikenal Bernard Dompok (69 tahun), seorang politisi dari Suku Dayak Kadazandusun, pemeluk Agama Katolik Roma dari Negara Bagian Sabah, ditugaskan Federasi Malaysia untuk menjadi Duta Besar (Dubes) di Vatikan terhitung Kamis, 9 Juni 2016.

Langkah Federasi Malaysia, menyusul pelantikan Antonius Agus Sriyono, seorang pemeluk Agama Katolik dari Suku Jawa, sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Vatikan oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta, Senin, 12 Januari 2016.

Penempatan Dompok sebagai Duta Besar Federasi Malaysia, paling tidak meredam ketegangan politik di Federasi Malaysia, sehubungan larangan otoritas berwenang untuk menyebutkan kata Allah di negara itu selain Agama Islam.

Otoritas berwenang di Malaysia, dengan Agama Islam sebagai agama resmi negara, mengklaim sebutan kata Allah, merupakan hak eksklusif umat Islam di Malaysia yang tidak boleh digunakan agama lain.

Penunjukkan Dompok, terasa lebih spesifik, mengingatkan mantan anak murid Datuk Josep Pairin Kitingan dari Partai Bersatu Sabah (PBS), saat menjadi Menteri Koordinator Federasi Malaysia, merupakan salah satu politisi yang sangat keras mengkritik kebijakan diskriminatif negara itu.

Dompok mengecam otoritas berwenang di Malaysia, sehubungan gugatan Gereja Katolik dari Negara Bagian Sabah terhadap larangan penyebutan dan atau penulisan kata Allah dalam semua aktifitas keagamaan di Malaysia, selain Agama Islam.

Buletin Herald

Mahkamah Agung Malaysia, Senin, 23 Juni 2014, menolak gugatan orang-orang Kristen untuk memperolah hak menggunakan kata “Allah”. Putusan itu mengakhiri sengketa hukum bertahun-tahun yang telah menyebabkan ketegangan agama di negeri jiran itu.

Gereja Katolik Malaysia telah berusaha untuk menentang larangan pemerintah terhadap penggunaan kata itu untuk menyebut Tuhan dengan kata bahasa Arab “Allah” dalam edisi bahasa Melayu dari harian Katolik, Herald.

Namun, panel yang terdiri dari tujuh hakim di ibu kota administratif Putrajaya menetapkan bahwa putusan pengadilan yang lebih rendah telah sesuai dengan posisi pemerintah.

Dengan demikian, kalangan non-Muslim dilarang untuk menggunakan kata “Allah”. “(Pengadilan Tinggi) telah menerapkan putusan yang benar dan tidak ada ruang bagi kami untuk mengubah (putusan itu),” kata Ketua Mahkamah Agung Malaysia, Arifin Zakaria. “Karena itu, permohonan ditolak.”

S Selvarajah, salah satu pengacara pihak gereja, mengatakan, putusan itu berarti akhir dari sengketa pengadilan. “Ini sebuah larangan. Orang non-Muslim tidak boleh menggunakan kata itu,” kata Arifin Zakaria.

Di luar pengadilan, jelang putusan itu, sekitar seratus aktivis Muslim berteriak “Allahu Akbar” dan memegang spanduk bertulis “Bersatu untuk membela nama Allah”.

Sengketa itu pertama kali pecah pada tahun 2007 ketika Kementerian Dalam Negeri Malaysia mengancam akan mencabut izin Buletin Keuskupan Kota Kinabalu, Sabah, bernama Herald, karena menggunakan kata bahasa Arab itu dalam terbitan edisi Bahasa Melayu. Gereja berupaya lewat jalur pengadilan untuk menentang larangan itu.

Gereja Katolik beralasan kata “Allah” telah digunakan selama berabad-abad dalam Alkitab Bahasa Melayu dan literatur lain untuk menyebut “Allah” di luar Islam.

Namun, pihak berwenang mengatakan, penggunaan kata “Allah” dalam literatur non-Muslim bisa membingungkan umat Islam dan menarik mereka untuk pindah agama, sesuatu yang merupakan kejahatan di Malaysia.

Sebuah pengadilan banding pada Oktober 2013 menegaskan kembali larangan itu, mematahkan putusan pengadilan yang lebih rendah pada 2009 yang berpihak kepada Gereja Katolik.

Riwayat Dompok
Tan Sri Bernard Giluk Dompok adalah seorang politikus dan telah melayani di sejumlah portofolio penting Menteri baik di Negara maupun di tingkat Federal. Dia adalah mantan Ketua Menteri Sabah, Menteri di Departemen Perdana Menteri dan Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas.

Saat Datuk Josep Pairin Kitingan menjadi Ketua Menteri Sabah, 1985 – 1995, Datuk Bernard Dompok pernah menjadi Menteri (setingkat Kepala Dinas di lingkungan Pemerintahan Provinsi jika di Indonesia).

Tan Sri Bernard Giluk Dompok aktif berpartisipasi dalam kegiatan Organisasi Non-Pemerintah. Dia adalah Ketua Pusat Pelatihan Pemuda Montfort di Sabah, Penasihat Federasi Dewan Sekolah Misi Kristen di Malaysia, Pendiri dan Penasihat untuk Lembaga Kemajuan Ekonomi Pribumi dan Yayasan Pendidikan Indep, Ketua Dewan Penasihat untuk kampus komunitas Penampang dan Ketua Konservasi Hutan Kalimantan.

Hubungan diplomatik antara Malaysia dan Tahta Suci secara resmi didirikan pada 27 Juli 2011. Malaysia adalah negara ke-179 yang membangun hubungan diplomatik dengan Takhta Suci.

Pembentukan hubungan diplomatik lebih meningkatkan hubungan bilateral antara Malaysia dan Tahta Suci terutama dalam mempromosikan perdamaian global, pemahaman dan moderasi di antara agama-agama melalui dialog antar agama dan pendidikan.

Tan Sri Bernard Giluk Dompok adalah Duta Besar pertama Malaysia untuk Takhta Suci dan Duta Warga ke-83 yang diakreditasi untuk Tahta Suci. Dompok juga dirangkap untuk Republik Albania dan Republik Malta.

Usulan membangun hubungan diplomatik dengan Vatikan pertama kali diperdebatkan ketika Tun Dr Mahathir Mohamad menjadi Perdana Menteri Malaysia.

Selanjutnya usulan itu dibahas dalam kunjungan kenegaraan Mahathir ke Vatikan bersama dengan Paus Yohanes Paulus II di tahun 2002. Diskusi mengenai hal itu kemudian diadakan selama Tun Abdullah Ahmad Badawi menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia.

“Tapi tidak ada minat untuk mempertimbangkan masalah ini dengan serius. Hingga ketika Najib menjadi Perdana Menteri, dan Datuk Seri Anifah Aman menjadi Menteri Luar Negeri, hal itu ditanggapi dengan serius dan disepakati oleh Kabinet,” kata Bernard Dompok, dalam salah satu kesempatan.

Dompok mengatakan hubungan diplomatik antara Malaysia dan Vatikan diformalkan Najib ketika mengunjungi Paus Benediktus XVI, di Castel Gandolfo, Vatikan, 2011.

Presiden UPKO
Tan Sri Datuk Seri Panglima Bernard Giluk Dompok (lahir 7 Oktober 1949), pernah menjadi Ketua Menteri Sabah, 1998 – 1999 dan seorang menteri federal dari 2004 hingga 2013.

Terakhir, Dompok sebagai Presiden United Pasokmomogun Organization Kadazandusun Murut (UPKO) dari 1994 hingga 2014 dan merupakan anggota Parlemen Malaysia, 1986 – 1995 dan 1999 – 2013. Pada Oktober 2015, Dompok ditunjuk sebagai Duta Besar pertama penduduk Malaysia di Vatikan.

Dompok dilahirkan di Penampang, Sabah, dan menerima pendidikannya di SM St. Michael, Penampang dan SM La Salle, Tanjung Aru. Dompok memperoleh gelar Bachelor of Science dari University of East London, anggota Royal Institution of Chartered Surveyors (RICS) dan anggota Royal Institution of Surveyors Malaysia (RISM)

Dompok memulai karirnya sebagai penilai di Departemen Lands & Survei Sabah pada tahun 1978. Kemudian Dompok meninggalkan sektor publik dan bekerja sebagai penilai swasta selama sekitar lima tahun sejak 1980 hingga 1985.

Awalnya anggota Partai Sabah Bersatu (PBS), Dompok yang diperebutkan, dan menang, baik kursi Majelis Legislatif Negara Sabah Moyog, dan kursi federal Penampang, dalam pemilihan 1986 yang terpisah.

PBS memenangkan mayoritas dalam majelis negara bagian pada pemilihan, dan Dompok ditunjuk sebagai menteri keuangan negara bagian.

Dompok menjadi Presiden UPKO, kemudian dikenal sebagai Partai Demokrat Sabah (SDP), pada tahun 1994. Partai ini terbentuk ketika Dompok dan lainnya memisahkan diri dari PBS untuk bergabung dengan koalisi Barisan Nasional (BN) dan mengantarkan koalisi mayoritas di Majelis Legislatif Negara Bagian Sabah.

Setelah beralih ke Barisan Nasional, ia kehilangan kursi di parlemen pada pemilihan 1995 untuk kandidat PBS.

Meskipun kehilangan kursi federal, Dompok tetap menjadi anggota parlemen negara bagian dan anggota senior pemerintah negara Barisan Nasional yang Dompok bantu bentuk.

Dompok bertugas di berbagai kementerian di pemerintahan negara bagian, sebelum mengambil alih jabatan Ketua Menteri, secara bergiliran, dari tahun 1998 hingga 1999. Pada tahun 1999 ia memenangkan kursi parlemen federal di Kinabalu, mengalahkan kandidat PBS.

Pada tahun 2004, Dompok bergabung dengan Kabinet Federal sebagai Menteri di Departemen Perdana Menteri, Pada tahun 2008, Dompok menjadi Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas. Karier parlementer federalnya berakhir pada pemilihan 2013, ketika Dompok kehilangan kursi di parlemennya untuk Darell Leiking dari Partai Keadilan Rakyat (PKR). (Aju)