Independensi.com – Beberapa hari lagi, tepatnya 17 Januari yang akan datang kita akan menyaksikan Debat Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden periode 2019-2024 yang dapat di saksikan seluas-luasnya oleh masyarakat Indonesia.
Debat tersebut bukanlah hal baru bagi masyarakat kita terlebih juga untuk kedua pasangan, karena kedua calon presiden sudah pernah tampil dalam acara yang sama, bedanya kalau pada tahun 2014, Joko Widodo berpasangan dengan Muhammad Yusuf Kalla, sementara Prabowo Subianto berpasangan dengan Hatta Radjasa.
Pada Pilpres 2019 ini Joko Widodo berpasangan Prof. Dr. KH Ma’ruf Amin, sedangkan Prabowo Subianto berpasangan dengan Sandiaga Solahuddin Uno.
Debat pasangan Capres/Wapres itu tentunya bukan sebagai tontonan biasa sehingga harus dipoles sedemikian rupa, dengan segala kesopan santunannya, mulai dari perencanaan, materi serta pihak-pihak yang berperan di dalamnya, terutama pembawa acara moderator, panelis termasuk para pengunjung.
Mengapa kita sebut dengan segala kesopan-santunannya, karena dengan segala kekurangan dan keberadaannya, ke-empat orang inilah putra-putra terbaik bangsa ini yang kita miliki yang dengan persyaratan peraturan perundang-undangan merekalah yang tampil sebagai calon untuk mempimpin bangsa ini lima tahun mendatang.
Karena kita akan memilih mereka, pasangan mana yang akan menang setelah pemilihan tanggal 19 April yang akan datang, kita belum tahu, maka kedua pasangan itu harus diperlakukan sama, senang atau tidak pendukung atau tidak, yang jelas sebagai bangsa yang beradab ke-empat orang itu setelah pemilihanpun seharusnya tidak perlu ada anggapan kalah atau menang, tetapi terpilih dan tidak terpilih untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk itu kepada semua pihak kita imbau agar tidak mengabaikan etika dan moral sebagai warga negara yang baik dengan menyadari bahwa maksud dan tujuan dari debat capres itu adalah mulia, yaitu memberi kesempatan untuk mengemukakan rencana dan program kerjanya kalau terpilih untuk meningkatkan taraf hidup serta harkat dan martabat masyarkat dan bangsa Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Rote.
Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu tentu tidak hanya menyiapkan panelis dan moderator yang berbobot dan berwibawa dengan tanggungjawab memelihara suasana debat, dengan tetap dalam koridor etika dan peraturan perundang-undangan, tetapi lebih dari itu tingkat kesopan-santunan individu para pengunjung dan pendukung salah satu pasangan juga menentukan suasana dan kenyamanan debat tersebut, dengan kata lain pertanyaan tidak nyeleneh dan memojokkan dan penonton juga tidak perlu berteriak-teriak.
Debat kali ini beda dengan tahun 2014 lalu, sebab lima tahun lalu dua-duanya, Prabowo dan Jokowi, sama-sama pendatang baru ke panggung capres, sementara sekarang Jokowi sudah menunjukkan kinerjanya selama lima tahun sebagai petahana, sementara Prabowo belum.
Kemungkinan saja Jokowi akan menguraikan apa-apa yang belum dicapai dan tentunya sebelum ke apa yang belum dicapai harus menguraikan yang sudah dicapai, tentu akan lebih mudah meneruskan atau menyelesaikan daripada memulainya sama sekali.
Mungkin peranan statistik akan digunakan sebagai parameter yang sudah dicapai akan lebih banyak, sebab kita tidak lagi memiliki Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), sebab kemungkinan para pasangan calon juga sadar bahwa rakyat dapat menyaksikan apa-apa yang terjadi di tengah masyarakat mulai dari Sabang di Aceh sampai di Timika, Papua.
Dengan kata lain, para pasangan calon, pasti akan mengatakan yang baik-itu baik, dan yang sudah ada itu ada, serta yang baru itu adalah baru. Tidak mengada-ada. Sehingga dapat diduga bahwa pasangan calon akan mengemukakan program yang aplikatif sebagai peningkatan dari apa yang sudah ada saat ini.
Kita yakin bahwa para ahli pendukung pasangan calon yang mempersiapkan materi bahan debat pasti hati-hati dengan arti tidak akan sembarangan mengemukakan sesuatu ataupun membantah sesuatu yang secara kasat mata dapat disaksikan masyarakat.
Oleh karena itu kita berharap agar semua pihak untuk tidak menjadikan acara debat itu alat menyerang atau melemahkan pihak lain, karena debat itu adalah sarana untuk menjelaskan siapa, apa, mengapa dan bagaimana sang calon dan pasangannya, dan bukan untuk “menciderai” pihak lain meraih kemenangan. Kita berharap dalam debat itu nilai-nilai Pancasila tetap terpelihara dengan saling asih, asah asuh. (Bch)