Bawaslu : Hingga Masa Awal Kampanye Jumlah Pelanggaran Kampanye Menca[ai 6.280 Kasus

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) –  Badan Pengawas Pemilu Bawaslu Republik Indonesia (Bawaslu RI) mencatat, jumlah pelanggaran yang tercatat sejak awal masa kampanye hingga awal Maret 2019 mencapai 6.280 kasus. Pelanggaran itu didominasi terkait administratif, seperti pemasangan alat peraga kampanye (APK) yang mencapai 4.695 kasus.

Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, Selain pelanggaran administrasi, pihaknya juga mencatat pelanggaran pidana pemilu yang mencapai 485 kasus. Sementara sisanya masuk ke dalam pelanggaran lainnya, seperti keterlibatan aparatur sipil negara (ASN). Dari jumlah itu, 43 kasus sudah dinyatakan inkracht.

“Jabar masuk posisi lima besar daerah dengan pelanggaran terbanyak. Pertama Jawa Timur, disusul Sulawesi Selatan, lalu Sulawesi Tengah,” sebut Ratna seusai Sosialisasi Akreditasi Pemantau Pemilu di Ballroom Hotel Ibis Trans Studio Mall, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Minggu (10/3/2019).

Ia mengakui penuntasan pidana pemilu yang masih sedikit itu tidak terlepas dari prosesnya tak hanya melibatkan Bawaslu. Pihaknya harus melibatkan kepolisian dan kejaksaannya. Seringkali, kualitas alat bukti yang ada tidak selalu selaras.

Untuk mengantisipasi dan menekan jumlah pelanggaran yang terjadi selama masa kampanye Pemilu 2019, ia mendorong keikutsertaan masyarakat untuk berperan aktif mengawasi jalannya Pemilu 2019. Pasalnya, jumlah personel Bawaslu yang ada belum cukup untuk melakukan pengawasan secara menyeluruh.

Jumlah pemilih di Provinsi Jabar mencapai lebih dari 33 juta orang. Sementara lembaga independen yang menyatakan kesiapan membantu pengawasan baru tiga lembaga. Dikhawatirkan kondisi ini akan berdampak pada meningkatkan potensi kecurangan para konstestan.

Adapun jumlah lembaga pemantau independen yang siap membantu mengawasi jalannya Pemilu 2019 di tingkat nasional mencapai 50 lembaga. Meski tidak menjelaskan jumlah idealnya, menurut dia, jumlah itu pun masih tergolong sedikit.

“Dengan semakin banyak pengawas, harapan kita semakin sempit untuk peserta atau kandidat melakukan pelanggaran. Kami berharap semakin banyak yang memantau,” katanya.

Minimnya jumlah lembaga pemantau independen yang ikut berpartisipasi mengawasi jalannya Pemilu 2019, tambah Ratna, dikarenakan tidak adanya kekuatan finansial dari masing-masing lembaga. Sebab, negara tidak menyediakan dana untuk pengawasan yang dilakukan lembaga-lembaga tersebut.

Di tempat yang sama, anggota Bawaslu Jabar Lolly Suhenti mengakui, baru tiga lembaga independen yang sudah mendaftar ke Bawaslu Jabar untuk turut serta mengawasi jalannya Pemilu 2019. Jumlah tersebut, diakuinya, masih terlalu sedikit. Oleh karena itu, dia mengakui, tugas terberat Bawaslu adalah mendorong sebanyak mungkin agar elemen masyarakat turut serta dalam pemantauan pesta demokrasi itu.

“Padahal di Jawa Barat ini ada 138.144 TPS (tempat pemungutan suara). Berapa banyak orang yang dibutuhkan (untuk mengawasi)?. Ini tugas terberat, mendorong banyak orang untuk memantau,” imbuhnya.