Tim pengabdian kepada masyarakat Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta yang terdiri dari Dosen Teknik Sipil UTA’45 Jakarta Dwi Novi Wulansari, ST., MT dan Tri Wahyu Kuningsih, ST., M.Eng. pada 6 Agustus 2019 menggelar sosialisasi mengenai sistem pengelolaan sampah di Balai Desa Kiarasari dan dihadiri oleh Perangkat Desa Kiarasari, RT-RW serta masyarakat dari berbagai kalangan. (UTA'45 Jakarta)

UTA’45 Jakarta Sosialisasi Pengelolaan Sampah di Desa Kiarasari Kabupaten Bogor

Loading

JAKARTA (Independensi.com) –  Tim pengabdian kepada masyarakat Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta yang terdiri dari Dosen Teknik Sipil UTA’45 Jakarta Dwi Novi Wulansari, ST., MT dan Tri Wahyu Kuningsih, ST., M.Eng. pada 6 Agustus 2019 menggelar sosialisasi mengenai sistem pengelolaan sampah di Balai Desa Kiarasari dan dihadiri oleh Perangkat Desa Kiarasari, RT-RW serta masyarakat dari berbagai kalangan.

Sosialisasi tersebut bertujuan agar masyarakat dapat mengelola sampah dengan baik di Desa Kiarasari Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor.

Dwi Novi Wulansari, ST., MT. yang juga sebagai pemateri sosialisasi sistem pengelolaan sampah menjelaskan, setiap kegiatan sehari-hari manusia akan menghasilkan sampah.

Jika dihitung besaran timbunan sampah yang dihasilkan dari rumah permanen adalah 2,25-2,5 L/orang/hari atau 0,35-0,4 kg/orang/hari.

Berdasarkan angka tersebut, Desa Kiarasari dapat menghasilkan sampah sebesar = 2,5 x 8571 /1000 m3/hari = 21,43 m3/hari atau setara dengan 5,3 ton/hari.

Sampah yang menumpuk dan dibiarkan pada tempat terbuka (open dump) tentunya akan menyebabkan turunnya estetika lingkungan sekitar, mengganggu keindahan, menimbulkan bau busuk yang tidak enak, dan berkembangnya berbagai organisme pathogen yang menjadi sumber penyakit.

Dwi juga menjelaskan bahwa timbunan sampah dapat dikurangi dengan menerapkan Reduce, Reuse dan Recycle (3 R). Reuse berarti menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya.

Reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah, misalnya: kurangi pemakaian kantong plastik sekali pakai.

Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat, misalnya: membuat sesuatu yang bisa digunakan lagi seperti kerajinan tangan yang menarik.

Ia juga memaparkan mengenai bank sampah, dimana warga dapat menjadi nasabah bank sampah jika melakukan penyetoran sampah sehingga akan menambah jumlah saldo tabungan dan saldo dapat diambil kapanpun nasabah membutuhkannya.

Sementara itu, Tri Wahyu Kuningsih, ST., M.Eng. melakukan survey kuesioner yang dilakukan kepada responden yang telah mengikuti sosialisasi tersebut.

Tri mengatakan bahwa berdasarkan hasil survey diketahui bahwa sebanyak 97% responden telah memiliki tempat pembuangan sampah di rumah.

Selain itu, sebanyak 73% responden menjawab bahwa kapasitas tempat pembuangan sampah telah cukup untuk menampung produksi sampah setiap harinya dan sebanyak 50% responden telah membuang sampah ke TPS (tempat penampungan sampah).

 

 

 

Keberhasilan kegiatan sosialisasi ini diukur dengan melihat adanya peningkatan nilai pre-test dan post-test yang diperoleh dari responden.

Tri juga menjelaskan hasil pre-test dan post-test menunjukkan bahwa pemahaman responden mengenai sampah organik dan non organik meningkat sebesar 10,0%, yaitu dari 83,3% menjadi 93,3%.

Selain itu, pengetahuan mengenai manfaat dari pemilahan/pemisahan sampah juga meningkat sebesar 13,3%, yaitu dari 73,3% menjadi 86,7%.

Selain peningkatan pemahaman, pre-test dan post-test juga mengukur peningkatan kemauan (willingness) responden untuk mengelola sampah dengan baik.

Hasil pre-test diketahui sebanyak 56,7% responden sudah melakukan pemilahan antara sampah organik dan non organik di rumah, setelah dilakukan post-test diketahui sebanyak 90,0% responden akan melakukan pemilahan sampah.

Selain itu, sebanyak 40,0% responden juga sudah memanfaatkan sampah organik dengan cara mengolah sampah menjadi pupuk kompos, setelah dilakukan post-test diketahui sebanyak 83,3% responden akan mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos.

Dan sebanyak 40,0% responden sudah memanfaatkan sampah non organik dengan cara mendaur ulang kembali sampah yang masih dapat digunakan, setelah dilakukan post-test diketahui sebanyak 86,7% responden akan mengolah sampah non organik dengan cara mendaur ulang.